Ramadhan di Rantau

Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Begitu pula dengan saya, seorang Pegawai Negeri Sipil yang sudah dua tahun bekerja di sebuah Kabupaten bernama Polewali Mandar, tepatnya di Provinsi Sulawesi Barat.

Seperti Ramadhan tahun lalu, Ramadhan 1438 Hijriah ini masih terasa beda karena saya tidak bisa setiap hari berkumpul dengan keluarga saya di Makassar. Ada banyak perbedaan yang terasa menjalani hari-hari di bulan suci ini. Seperti saat menjalani pekerjaan di salah satu SKPD yang ada di provinsi termuda di Indonesia ini. Tentunya tidak sama saat saya masih belum bekerja, dan masih berdomisili di Makassar.

Menu berbuka dan sahur  terasa berbeda bukan karena enak atau tidak enaknya tetapi  karena bukan ibu saya yang memasak. Mungkin begitulah resiko sebagai perantau yang tinggal di daeah orang. Namun saya berusaha ikhlas dan menjalani puasa, Tarawih, sahur, dan sebagainya dengan sabar.

Jarak antara rumah yang saya tumpangi dengan kantor tidak begitu jauh. Namun beberapa bulan ini saya terpaksa dibonceng motor oleh kawan sekantor saya yang kebetulan tinggal di sebelah lorong rumah. Setiap berangkat dan pulang kantor kawanku bernama Ibrahim dengan setia memberi tumpangan. Dalam hati kecil saya sebenarnya ada rasa malu, namun apa boleh buat kondisi motor saya rusak jadi perlu waktu untuk membawanya ke bengkel. Saya berjanji, setelah lebaran nanti akan membawa motor saya untuk diperbaiki.

Bulan Ramadhan terasa berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Walau sering ada rasa lemas, saya selalu semangat menjalani bulan penuh berkah ini. Kata Pak Ustadz, bulan Ramadhan adalah kesempatan kita untuk banyak beramal dan beribadah karena amalan kita akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Di kantor, saya selalu semangat untuk bekerja dan menjalani puasa hingga tiba saat pulang kantor. Semua dijalani sebagai PNS yang baik. Syukurlah karena ada pengurangan waktu kerja dua jam, jadi saat pulang kantor kami masih bisa tadarus dan menyiapkan menu berbuka puasa dan menu makan sahur.

Saat berbuka puasa, ada rasa bahagia walau dengan menu sederhana yang jelas bisa membatalkan puasa dan mengenyangkan perut sehingga ada tenaga lagi buat menjalani puasa keesokan harinya. Begitu seterusnya.

Setelah berbuka puasa dan shalat Maghrib, saya bersiap-siap untuk shalat Isya dan Tarawih. Jarak masjid dengan rumah kira-kira 150 meter yang saya tempuh dengan berjalan kaki. Ada ciri khas dari tempat tinggal saya di sini. Saya mesti berhati-hati untuk berjalan kaki, karena biasanya terdapat kotoran sapi yang terdapat di jalan lorong. Maklumlah tetangga saya ada yang beternak sapi. Alangkah tak sedapnya aroma kotoran itu, tetapi saya selalu bersabar karena esoknya akan dibersihkan oleh si pemilik sapi tersebut.

Kekhasan berikutnya adalah aroma rumput yang tidak saya dapatkan di kota Makassar. Suasana perkampungan sangat terasa di lingkungan tempat tinggal saya ini. Walau tidak begitu bergaul, saya selalu senang, meskipun selalu teringat kota tempat lahir saya di Makassar.

Tempat berkumpul saya bukan di mal atau bioskop, karena mal, bioskop atau restoran belum ada di Polewali ini. Hanya ada warung dan toko retail, serta perkantoran. Untuk beberapa malam, biasanya saya dan beberapa kawan kantor berkumpul di salah satu kawan sekantor kami. Ia kami anggap senior, tetapi selalu rendah hati. Di rumah kawan kami itulah biasanya saya melepaskan kepenatan dengan menjelajahi dunia maya atau berdiskusi bersama mengenai segala hal, mulai dari urusan kantor hingga curhat mengenai masalah pribadi masing-masing. Kami terlihat seperti saudara, terbuka dalam hal apa saja. Biasanya sehabis shalat Isya dan Tarawih kami berkumpul di rumah kawan kami ini, bahkan di luar Ramadhan.

Merasakan indahnya Ramadhan dirantau memang punya nuansa tersendiri. Saya dituntut untuk hidup mandiri tanpa menyusahkan orang lain. Berbeda saat saya di Makassar, semua sudah tersedia tanpa harus susah payah menyediakan.

Tanpa terasa Ramadhan sudah akan beralih ke Lebaran. Segala persiapan secara sedikit demi sedikit saya siapkan, zakat fitrah juga sudah siap. Tinggal mudik ke kota Makassar, kota yang saya tempuh dengan perjalanan mobil sewa dengan perjalanan 6 jam. Dengan berbekal THR dari kantor, saya mudik sehari sebelum libur serentak berhubung biasanya mobil sewa full order. Terbayang bahagianya, alangkah indahnya bisa berkumpul di tengah-tengah keluarga tersayang, merasakan kehangatan pelukan si kecil, juga berkumpul bersama sahabat-sahabat di Makassar.

Indahnya berlebaran di 1438 Hijriah ini, shalat Idul Fitri, bersalam-salaman dengan keluarga, bersilaturrahmi, dan juga banyak kebahagiaan yang akan tercipta. Oh indahnya… Semoga selalu berkah dan berbahagia. Minal aidin wal-faizin. Mohon maaf lahir dan batin.

Oleh: Edy Syahchrir

Kota: Makassar

12-Ramadhan-di-Rantau

 

 

 


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *