Menyambut Ramadhan dengan Sukacita

Ramadhan

Bulan Ramadhan di tahun 1438 H telah di depan mata. Semalam tadi kaum muslim, khususnya di Indonesia, berduyun-duyun mendatangi mushala dan masjid untuk bermunajat kepada Allah Swt., terkait dengan datangnya malam Nishfu Sya’ban (tanggal 15 Sya’ban). Pasalnya, dalam banyak hadis Rasulullah Saw. dijelaskan bahwa malam Nishfu Sya’ban adalah malam mustajab untuk bermunajat.

Nah, manakala Nishfu Sya’ban telah terlewati, artinya kedatangan Bulan Suci Ramadhan tinggal dua pekan lagi. Waktu yang sangat singkat, bukan? Satu pertanyaan yang perlu diajukan: seberapa siapkah kita menyongsongnya?
Patut direnungkan ucapan Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi, seperti dikutip oleh Imam Zaynuddin bin Rajab rahimahullahuma rahmatan wasi’atan dalam Lathaif al-Ma’arif, ia mengatakan: “Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman, dan bulan Ramadhan adalah bulan untuk memanennya.”

Pada kesempatan lain, Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi rahimahullahu rahmatan wasi’atan mengatakan: “Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan, dan bulan Ramadhan seperti hujan itu sendiri. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin dia akan memanen hasilnya di bulan Ramadhan?”

Masih di dalam Lathaif al-Ma’arif, para ulama umumnya menyetujui bahwa waktu setahun ibarat sebuah pohon, di mana bulan Rajab adalah masa tumbuhnya dedaunan, sementara bulan Sya’ban adalah masa tumbuhnya dahan. Adapun bulan Ramadhan adalah masa memanen buah dari pohon tersebut.

Dengan keyakinan itu, para ulama menganjurkan agar orang-orang yang punya catatan ibadah yang buruk sepanjang tahun hingga tiba di bulan Rajab, maka hendaknya mulai memperbaiki catatan “hitam” tersebut dengan memperbanyak tobat dan menghias diri dengan memperbanyak amal ibadah. Hal-hal positif semacam itu kemudian lebih ditingkatkan lagi begitu memasuki bulan Sya’ban, dan klimaksnya dilakukan pada sepanjang bulan Ramadhan.

Banyak riwayat hadis yang menyebutkan bahwa Baginda Rasulullah Muhammad Saw. kerap menjalankan ibadah puasa di sepanjang bulan Rajab dan Sya’ban. Hal yang sama juga sering dilakukan oleh para sahabat beliau, serta para ulama dan orang-orang saleh di masa dahulu.

Bukan hanya puasa, Baginda Rasulullah Muhammad Saw. juga kerap bersedekah dan melakukan ibadah-ibadah sunnah lainnya secara intensif selama bulan Rajab dan Sya’ban. Tentu hal itu dilakukan lebih intensif lagi ketika memasuki bulan suci Ramadhan, bulan yang memang paling agung di antara sebelas bulan lainnya. Jadi, jika sebagian orang sementara ini menganggap bahwa rebooting spiritual baru dilakukan ketika memasuki bulan Ramadhan, maka hal itu seharusnya sudah dimulai sejak memasuki bulan Rajab dan selama bulan Sya’ban sekarang ini.

Hikmah memperbanyak ibadah sebelum tibanya bulan Ramadhan adalah pembiasaan dalam melakukan ibadah itu sendiri. Sehingga semua ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan kemudian menjadi ringan dilakukan, semakin intensif dilakukan, dan ujung-ujungnya manisnya ibadah dapat dirasakan di sepanjang bulan Ramadhan.

Program Menjelang Ramadhan
Apa saja program yang harus dijalani terkait dengan semakin dekatnya bulan Ramadhan? Hal-hal berikut ini kiranya dapat dijadikan acuan agar ibadah puasa yang akan dijalani di bulan Ramadhan menjadi semakin khusyuk.

1. Membayar utang (qadha) puasa.
Pada umumnya, perempuan yang haid tidak dapat menjalani ibadah puasa sebulan penuh selama Ramadhan. Puasa yang terutang bisa diqadha atau dibayar di 11 bulan lainnya. Sayangnya, banyak kaum muslimah yang melalaikannya sehingga sampai Ramadhan tiba, utang puasanya belum dibayar. Agar hal ini tidak terulang, mengqadha puasa harus dijadikan sebagai prioritas paling utama selama bulan Sya’ban.

2. Bertekad untuk menjalani puasa Ramadhan dengan ikhlas.
Salah satu syarat sahnya ibadah adalah ikhlas. Ibadah harus dilakukan semata-mata untuk Allah Swt., bukan karena suami/istri, mertua, malu sama anak, ingin dipandang ahli ibadah oleh sahabat atau orang lain, dan motif-motif lainnya yang tidak tertuju kepada Allah Swt.

Dalam sebuah hadis Baginda Rasulullah Saw. dengan tegas menyampaikan: “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal ibadah, kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan ridha-Nya.” (H.R. Abi Dawud dan an-Nasa’i)

3. Memperbanyak bacaan mengenai ibadah puasa.
Syarat lain sahnya ibadah selain ikhlas adalah mengetahui ilmunya. Tanpa ilmu, maka ibadah yang dijalani akan sia-sia. Itulah mengapa menuntut ilmu agama menjadi kewajiban setiap orang (fardhu ‘ain).

Dalam Matan Zuban, Ibnu Ruslan bersyair: “Barang siapa beramal tanpa ilmu, maka amalnya ditolak.” Bait ini merujuk pada fatwa Imam Syafi’I, yang sumbernya antara lain terdapat di dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab [33] ayat ke-21, yang menyatakan bahwa hanya diri Rasulullah Muhammad Saw. yang dapat dijadikan teladan terbaik bagi umat, termasuk dalam ibadah.

4. Memperbanyak tobat.
Ramadhan adalah bulan suci, maka sudah seharusnya setiap orang membersihkan dirinya dengan bertobat sebelum memasukinya, sekalipun memang benar bulan Ramadhan itu sendiri adalah bulan tobat. Tobat dilakukan dengan memperbanyak istigfar (mohon ampun) dan doa. Selain bertobat kepada Allah Swt., kita juga harus meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan kepada sesama manusia, baik kepada orangtua, guru, kerabat, tetangga, sahabat, rekan kerja, dan siapa saja yang sehari-hari terjadi interaksi dengan mereka. Sebab kesalahan kepada manusia tidak akan terhapus hanya dengan berdoa, kecuali dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan.

5. Memperbanyak amalan sunnah.
Sebelum turun dalam pertempuran yang sesungguhnya untuk memburu pahala yang berlipat-lipat di bulan Ramadhan, maka sebagai bentuk latihan sebaiknya melakukan ibadah-ibadah sunnah jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Amalan tersebut dapat berupa shalat sunnah, puasa sunnah, zikir, wirid, membaca Al-Qur’an, infak dan sedekah, dan sebagainya. Tujuannya, agar semua ibadah tersebut dijalani dengan enteng selama bulan Ramadhan dan makin intensif dijalani.

6. Berbelanja keperluan Ramadhan dan lebaran.
Jika kebanyakan orang sibuk berbelanja pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, ada baiknya kebiasan ini harus dilakukan lebih awal sehingga puncak ibadah puasa Ramadhan di 10 hari terakhir tidak akan terganggu. Jangan terbuai diskon besar di mal dan pasar pada akhir-akhir Ramadhan. Semua itu tidak akan dibawa ke akhirat. Sebaliknya, benefit diskon ibadah akan terbawa sampai di akhirat kelak.

Demikianlah sekelumit pekerjaan rumah yang sebaiknya dilakukan di bulan Sya’ban ini. Mari kita berdoa: “Allahumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya’bâna, wa ballighnâ ilâ Ramadhân (Ya Allah, berkahilah kami di sepanjang bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan sampaikanlah umr kami sampai menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan).” Amin. Wallahu a’lam bish-shawab. (@abumubirah)

Buku-buku yang dapat dibaca menjelang Ramadhan:


Andriansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *