Teladan Juwairiyah binti Al-Harits

Juwairiyah binti Harits bin Abi Dhirar bin Hubaib bin Aidz bin Malik bin Judzaimah bin Mushthaliq bin Khuza’ah  dilahirkan empat belas tahun sebelum hijrah. Dia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bangsawan yang penuh dengan kemewahan.

Juwairiyah adalah seorang putri pemimpin dan pemuka Bani Mushthaliq yang bernama Al-Harits bin Abi Dhirar yang sangat memusuhi Islam. Juwairiyah memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang luas ilmunya dan baik budi pekertinya. Dia menjadi lambang kecantikan, kebaikan akhlak, dan adab sehingga semua pemuda Khuza’ah menginginkan dirinya sebagai istri.  Akhirnya, seorang pemuda Khuza’ah bernama Safi’ bin Shafwan bin Dzus Syafar Al-Khuza’i berhasil menikahinya.

Rasulullah SAW memerangi Bani Mushthaliq yang memusuhi Islam pada bulan Sya’ban tahun 6 Hijriah.  Pada saat itu banyak kaum Mushthaliq yang terbunuh. Suami Juwairiyah – Safi bin Shafwan – termasuk salah satu orang yang terbunuh karena perang itu. Sementara itu, banyak perempuan menjadi tawanan perang. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah. Rasulullah SAW menikahi Juwairiyah binti Harits. Rasulullah SAW memerdekakan semua perempuan Bani Mushthaliq yang menjadi budak karena pernikahannya dengan Juwairiyah. Pada saat itu, seratus orang budak Bani Mushthaliq akhirnya dimerdekakan.

Juwairiyah memeluk agama Islam dan hal itu  itu merupakan awal kebaikan bagi kaumnya. Juwairiyah yang telah membawa berkah besar bagi kaumnya, Bani Mushthaliq. Setelah dia memeluk agama Islam, Bani Mushthaliq mengikrarkan diri menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Dalam kitab Al-Isti’ab dan kitab Al-Ishabah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menawan Juwariyah dan beliau berniat menikahinya. Kemudian ayahnya datang dan berkata, “Hai Muhammad, kamu memang berhasil menawan putriku. Ini kuberikan tebusannya kepadamu agar dia bebas kembali. Putriku tidak layak dijadikan tawanan. Biarkan dia pergi.” Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Bagaimana pendapatmu jika kupersilakan dia untuk memilih. Bukankah itu lebih baik?” Harits menjawab, “Baiklah.” Harits mendatangi Juwairiyah dan menyampaikan dua pilihan kepadanya. Ayahnya berkata, “Sesungguhnya pria itu memberimu pilihan. Pilihlah dan jangan membuat kami malu.” Juwairiyah menjawab, “Aku memilih Allah dan Rasul-Nya.” Ayahnya berkata, “Sesungguhnya kamu telah membuat kami malu dan terhina.”

Diceritakan pula bahwa ayah Juwairiyah telah menyembunyikan dua unta betina di antara unta-unta jantan untuk menebus putrinya. Dia menyembunyikannya di Syi’ab, Makkah. Ketika Rasulullah SAW bertanya tentang kedua unta betina itu, Harits berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Demi Allah, tidak ada yang memberitahukan perbuatanku itu kepadamu, kecuali Allah” Harits langsung masuk Islam. Dua orang anak laki-lakinya juga masuk Islam dan diikuti oleh kaumnya. Kemudian Rasulullah SAW melamar Juwariyah dan Harits menikahkan beliau dengan putrinya. Rasulullah SAW memberikan mahar sebanyak empat ratus dirham untuk Juwairiyah.

Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanadnya, dari Juwairiyah, dia berkata, “Aku bermimpi pada tiga hari sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW bulan seolah-olah berjalan dari Yastrib lalu jatuh di kamarku. Aku tidak mau memberitahukan mimpi itu kepada siapa pun hingga datangnya Rasulullah SAW. Ketika aku ditawan, aku mengharapkan mimpi itu menjadi nyata, Rasulullah SAW memerdekakan aku dan menikahi aku.” Mimpi Juwairiyah itu membuat hatinya menjadi tenteram. Dia yakin dirinya akan mendapatkan kedudukan agung dan akan memperoleh kebaikan.

Pada saat Juwairiyah bermimpi itu, dia belum masuk Islam. Allah SWT. memberinya hidayah untuk itu dan menjadikan dia tunduk kepada perintah-Nya sehingga dia memilih Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, Allah SWT mencukupinya di dunia dan di akhirat.

Setiap pernikahan yang dilaksanakan Rasulullah pasti memiliki hikmah, bahkan banyak hikmah yang hasil akhirnya adalah kemenangan Islam, tersebarnya dakwah, dan semakin kuatnya ikatan orang-orang Islam. Pernikahan Rasulullah SAW dengan Juwairiyah bertujuan menyebarkan dakwah dan mengislamkan orang-orang dari kaum Bani Mushthaliq. Rasulullah SAW tidak punya keinginan menawan kaum perempuan, memperbudak orang merdeka, mengumpulkan harta, merendahkan orang yang mulia, dan menyebarkan kerusakan di muka bumi sebagaimana yang dilakukan oleh penjajah dan perampok negara-negara Islam. Rasulullah SAW hanya datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari kesesatan menuju petunjuk, membebaskan manusia dari peribadahan kepada selain Allah SWT.

Ketika Juwairiyah menikah dengan Rasulullah SAW, Juwairiyah mengubah nama aslinya, Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Sa’ad, “Nama Juwairiyah binti Al-Harits merupakan perubahan dari Burrah. Rasulullah SAW menggantinya menjadi Juwairiyah karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dari rumah Burrah (kebaikan).”

Juwairiyah menjadi perempuan yang paling berkah sepanjang hidupnya. Dia sangat berbahagia ketika menjadi pengantin dari seseorang yang sangat diharapkannya. Dia selamat dari keterhinaan dan dimerdekakan dari perbudakan, bahkan karena dirinya juga banyak kaumnya yang dibebaskan dari perbudakan. Juwairiyah menjalani masa-masa paling indah dalam kehidupan rumah tangga yang tawaduk. Dia melupakan kehidupan mewah dan bergelimang harta yang pernah dimiliki sebelumnya.

Dia merasa senang dapat menjalani kehidupan sebagai Ummahatul Mukminin, mengerjakan shalat, beribadah, dan berzikir. Dia melakukan semua petunjuk Nabi Muhammad SAW setiap hari. Nabi Muhammad SAW selalu mengajarkan Al-Qur’an dan sunah kepadanya. Dia menyerap semua akhlak dan sifat-sifat terpuji dari beliau sehingga dia menjadi teladan dan keimanannya semakin bertambah.

Dari Juwairiyah, dia berkata, “Rasulullah SAW datang kepadaku ketika aku bertasbih pada pagi hari. Kemudian beliau pergi untuk menyelesaikan keperluan beliau. Kemudian beliau kembali lagi menemuiku di pertengahan siang ketika aku sedang mengerjakan shalat. Beliau bertanya, Apakah kamu masih saja duduk mengerjakan shalat?’”Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW. bersabda, “Maukah kamu kuberi tahu zikir yang senilai dengan ibadahmu tadi atau kalau ditimbang niscaya akan sama dengan beratnya timbangan seluruh ibadahmu tadi. Ucapkanlah, Mahasuci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya, Mahasuci Allah sebanyak perhiasan Arsy-Nya, Mahasuci Allah sampai keridhaan Diri-Nya, dan Mahasuci Allah sejumlah kalimat-Nya.’

Juwairiyah dikenal sebagai perempuan yang memiliki kecerdasan akal, ketepatan pendapat, keindahan akhlak, kefasihan ucapan, dan kecermatan berbicara. Selain itu, dia juga dikenal sebagai orang yang berhati bersih, berkepribadian baik, bertakwa, bersih dari kesalahan, bersikap wara’, paham dien, banyak ibadah, doa, dan zikirnya.

Juwairiyah tidak lama dalam menjalani kehidupan rumah tangga bersama Rasulullah SAW. Dia kehilangan suami, kekasih, Rasul, dan gurunya yang mulia. Dia sangat sedih, tetapi dia tetap sabar menerima ketetapan Allah SWT. Dia ingin dapat meraih pahala orang-orang yang sabar.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Juwairiyah mengasingkan diri dan memperbanyak ibadah serta bersedekah di jalan Allah SWT dengan harta yang diterimanya dari Baitul Mal. Hidupnya dipenuhi dengan nikmat ilmu, zikir, doa, tasbih, dan menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang mencari pengetahuan tentang Islam. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri dan tidak berpihak ke mana pun.

Juwairiyah wafat pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 50 Hijriah, pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dalam usia 70 tahun. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan para istri Rasulullah SAW yang lain. Marwan bin Hakam – Gubernur Madinah pada saat itu – yang menshalatkan jenazahnya.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *