Tawakal Modal Nekat

Seperti Ramadhan-Ramadhan yang lalu, tahun ini keluarga besar dari garis silsilah ibu menyelenggarakan lagi acara berbuka bersama di rumah Nenek di Solo. Bedanya kalau dulu kami bisa muat satu mobil, kali ini musti dua mobil karena adikku, suami dan keempat anaknya sudah pindah lagi ke Jawa setelah beberapa tahun pindah-pindah dinas dari satu kota ke kota lain di Sumatra.

Dan cara perginya pun mendadak. Sebab sampai dengan sehari sebelumnya, belum ada keputusan apakah kami dari keluarga Demak ini akan datang ke Solo atau tidak. Kami kepikiran anak-anaknya adikku pasti akan capek sekali. Mereka berangkat dari Rembang menuju Demak untuk bersama-sama kami menuju Solo. Bayangkan saja jarak yang akan ditempuh anak-anak kecil ini. Padahal mereka baru saja tiba dari Medan beberapa hari lalu sebab pindahan.

Tapi ternyata pada hari H-nya adikku yang tinggal di Semarang tahu-tahu datang naik motor. Dia siap menyetiri mobil ibu untuk membawa kami ke Solo. Dan adikku yang tinggal di Rembang mengirim pesan di WA kalau mereka sedang on the way menuju Demak.

Sekitar jam satu siang, dua mobil dari Demak pun beriringan meluncur ke Solo. Adik iparku yang meskipun pernah kuliah empat tahun di Solo waktu dulu, membuntuti saja mobil adikku. Bahkan ketika terpaksa berbelok-belok melewati jalan-jalan kampung karena jalan besar di Jl. Dr Rajiman ternyata ditutup sebagian sebab satu arah, mobil adik iparku setia mengekor mobil ibu yang disetiri adikku.

Solo macet seperti juga kota-kota lainnya sekarang, dan kami masuk rumah nenekku hampir maghrib. Alhamdulillah sempat sholat ashar dan bercengkerama sebentar sebelum jam berbuka puasa datang.

Kumpul keluarga besar dan acara berbuka bersama kali ini makin seru saja karena waktunya dekat dengan rencana pernikahan sepupuku beberapa bulan lagi. Sehingga di sela-sela acara buka bersama, semua orang fitting baju yang akan dipakai dalam acara seserahan dan resepsi nanti.

Usai santap buka bersama, kami sholat isya dan tarawih di masjid depan rumah nenek. Aku duduk di sebelah calon mertua wurung lho, hehe. Selepas tarawih, kami bercengkerama lagi di rumah nenek. Ada angpau-angpau yang dibagikan, ada cewek-cewek yang dihias tangannya memakai henna/mehndi, ada yang makan-makan lagi karena menu-menunya memang istimewa.

Setelah foto bersama, sebagian keluarga pun beranjak pergi. Dua mobil menuju Bondowoso, dua mobil balik ke Demak. Semua saling melambaikan tangan setelah tadi berpelukan dan saling mendoakan dengan penuh cinta dan ketulusan.

Hujan mulai mengguyur bumi ketika kami beriringan kembali menyusuri jalan raya. Semakin lebat saja air dari langit, namun adikku terus menyetir dengan kecepatan seperti biasanya. Adik iparku tampak terus mengekor dari belakang. Ketika memungkinkan, bahkan adikku menambah kecepatannya sehingga kami merasa mobil melaju sangat kencang.

Saat hujan semakin lebat dan bahkan lampu jalanan mati, adikku terus saja menembus gelap tanpa mengurangi kecepatan, bahkan saat berbelok. Persis supir bus malam saja. Adik iparku rupanya juga tak gentar. Dia tak punya pilihan lain kecuali mengikuti saja. Padahal kemarin sempat kepikiran untuk menginap semalam di Solo agar anak-anaknya punya kesempatan istirahat. Sekarang yang terjadi malah sebaliknya, hujan dan angin kencang serta jalanan gelap gulita sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya. Oh ya, dan yang sebenarnya kondisi mobil ibu tidak begitu fit karena ternyata telat ganti oli dan lupa checking sebelum berangkat tadi.

Saat masuk rumah Demak, adikku langsung tepar. Adik iparku ternganga saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam. Hah? Dia pikir masih sekitar jam sebelas malam.

Esok harinya ketika kami tahu bahwa malam itu ternyata banyak musibah terjadi sebab hujan angin, betapa bersyukurnya kami bahwa rombongan kami selamat sampau rumah. Di daerah-daerah yang kami lewati ternyata terjadi banjir, longsor, bangunan ambruk, motor dan orang hanyut. Astaghfirullah.

Rupanya ketawakalan adikku dan ketidaktahuan adik iparku akan situasi saat itu menambah derajat kenekatan dan keberanian mereka melewati rintangan malam itu.

Oleh : Dian Nafi


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *