Tangis Langit di Januari

Ternyata, Nabil itu punya penyakit.
Sebenarnya, aku tak percaya. Apalagi, penyakitnya adalah penyakit jantung. Jantungnya bocor, begitulah kata dokter. Padahal seingatku, selama ini Nabil terlihat baik-baik saja dan tidak seperti orang yang sedang sakit.
Nabil itu baik ke semua orang, anaknya penurut, jarang sekali dia membantah perkataan orangtuanya, terutama bunda. Jika bunda menyuruhnya mandi, dia mandi. Disuruh makan, dia makan. Juga, aku belum pernah melihat kakakku yang satu itu marah. Lumayan berbanding terbalik dengan kakak pertamaku yang cukup temperamental.
Banyak yang yang bilang, Nabil itu ganteng dan manis, selalu ramah dan murah senyum. Bahkan, seringkali Nabil lebih mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dia juga sepertinya benar-benar menerapkan 5-S yang selalu diajarkan guru-guru, yaitu, senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Bukan hanya di sekolah, tapi di manapun dia sedang berada. Sebentar saja kamu berjumpa dengannya, kamu pasti akan langsung percaya dengan apa yang sudah kuceritakan barusan tentang kakakku yang satu itu.
Nabil selalu ceria dan senang bermain, Selain itu, dia juga sangat jago menggambar, suka membuat komik, dan semuanya bagus-bagus. Agak menyesal juga waktu itu aku belum lancar membaca, jadi banyak karyanya yang aku lewatkan. Waktu itu, setahuku, cita-citanya juga memang mau jadi komikus.
Dari semua yang kuceritakan tentang Nabil, tidak ada satupun yang aku lebih-lebihkan, bahkan, aku tidak bermaksud untuk memujinya juga, tapi memang begitulah Nabil adanya.
Oh iya, aku lupa cerita ….
Tahun 2013, waktu itu kami masih empat bersaudara. Aku punya tiga orang kakak. Kakakku yang pertama perempuan, Dara namanya. Setelah itu, Nabil sebagai kakak kedua ku. Kemudian ada Ahza yang ketiga. Mereka berdua laki-laki. Lalu, yang terakhir adalah aku, MalHifza. Yang saat itu masih menjadi bungsu.
Suatu hari, bunda mendapati Nabil yang terengah-engah sepulang sekolah. Waktu itu, dia masih kelas 3 SD. Antara khawatir dan bingung, bunda pun langsung memberikan minum kepada Nabil dan menyuruhnya untuk segera beristirahat. Saat itu, kami pikir dia hanya kelelahan biasa.
Namun, kejadian itu kembali terulang, semakin lama, semakin sering.
Di hari lain, saat kelelahan, kuku-kuku Nabil terlihat membiru. Dengan panik, bunda langsung menyuruh Ayah untuk membawa Nabil ke rumah sakit. Karena ayah juga sepertinya merasakan hal yang sama dengan istrinya itu, akhirnya beliau pun menurut. Kakakku itu langsung dibawa ke rumah sakit.
Awalnya, di sana Nabil diperiksa oleh dokter umum, tapi setelah diperiksa, Nabil diminta untuk diperiksa ke dokter paru-paru. Dari dokter paru-paru, dia dirujuk lagi ke dokter jantung. Lalu, dari situlah, Nabil didiagnosa mengalami kebocoran jantung. Di umur yang masih terbilang muda, kakakku itu harus menjalani hidup dengan penyakitnya, yang waktu itu belum dia pahami sama sekali.
“Bunda, kenapa ya Nabil sakit? Padahal kan, Nabil rajin makan sama mandi. Kata Bunda kan, kalau makan yang banyak sama sering mandi nanti jadi sehat … tapi kenapa ya, Nabil malah jadi sakit?” tanya Nabil dengan polosnya.
Bunda pun hanya tersenyum dengan pahit mendengar pertanyaan lugu anaknya. Mungkin beliau juga bingung. Karena, kalau dipikir-pikir lagi, setahu kami, baik dari keluarga ayah ataupun bunda tak ada yang mempunyai riwayat jantung bocor. Pasti bunda dan juga ayah merasa sedih, karena anak mereka sudah harus menderita penyakit yang cukup parah di usia yang masih muda.
Hari itu, Nabil izin tidak masuk sekolah. Soalnya, kakakku itu disuruh Bunda untuk beristirahat di rumah. Pada saat itu, aku, Ahza, dan Kak Dara sudah berangkat ke sekolah. Ayah juga sudah berangkat kerja. Jadi, di rumah hanya ada Bunda dan Nabil.
“Nabil, Bunda mau ke warung dulu bentar, ya?” pamit Bunda.
“Oke, Bun …,” ucap Nabil, yang akhirnya sudah teralihkan kembali oleh televisi, setelah memperhatikan bunda yang menghindari pertanyaannya tadi selama beberapa saat.
Selang beberapa waktu, Bunda pun sudah pulang sambil membawa dua bungkus roti dan satu saset susu bubuk instan. Bunda tak lupa mengucapkan salam, lalu pergi ke dapur untuk menyeduh susu tadi. Setelah selesai, Bunda langsung pergi ke ruang televisi dan memberikan roti yang tadi sudah dibeli dan juga susu hangatnya kepada Nabil. Yang diberi pun memakannya dan menyisakan satu bungkus roti lagi.
“Kenapa? Kok nggak dimakan rotinya?” tanya Bunda.
“Nggak, Bun, emang sengaja Nabil sisain. Buat Ahza sama Hifza aja,” jawab Nabil.
“Gak usah, gapapa, Nabil makan aja, Bunda sengaja beliin buat Nabil.” Bunda membujuk anaknya itu agar memakan rotinya, lalu melanjutkan sambal menaruh roti tersebut ke genggaman Nabil. “Dimakan, ya.”
“Nggak apa-apa, kok, Bun, Nabil udah kenyang. Buat mereka aja,” ucap Nabil sambil tersenyum.
Bunda semakin sedih mendengarnya, padahal Bunda sengaja membelikan roti itu untuk Nabil karena dia sedang sakit. Namun, Nabil lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Di hari lain lagi, Nabil pernah meminta kepada bunda untuk diizinkan pergi ke sekolah, karena dia merasa bosan berdiam diri di rumah dan tidak ada teman. Bunda pun terpaksa mengizinkan anaknya pergi ke sekolah. Padahal, di dalam hatinya, bunda sedang khawatir karena kondisi Nabil yang terlihat lemah.
Sore itu, bunda menunggu Nabil pulang dengan khawatir. Tak lama, akhirnya yang ditunggu pun pulang. Namun, ternyata kakakku itu pulang sambil menangis.
“Kamu kenapa, Nabil? kenapa nangis?” tanya Bunda dengan panik.
“Tadi Nabil diejek sama temen-temen, Bun … soalnya Nabil olahraganya lambat dan udah bikin tim mereka kalah,” jawab Nabil sambil mengelap air matanya.
“Siapa yang ngejek kamu?” tanya Bunda.
“Itu, Bun, Andi sama Farhan.” Nabil menjawabnya dengan volume suara pelan.
Tanpa basa-basi lagi, bunda langsung pergi ke sekolahnya Nabil, untuk mencari dua anak yang namanya Nabil sebut tadi. Jarak dari rumah kami dan sekolah memang bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Beruntung, Andi dan Farhan masih ada di sekolah, sedang bermain bola.
“Andi, Farhan, kenapa kalian ngejek Nabil? Nabil itu lagi sakit, makanya cepet capek. Jadi, kalian tolong jangan pernah ngejek Nabil,” jelas bunda dengan tegas.
Kedua anak itu terdiam cukup lama, lalu akhirnya berkata, “maaf Mamah Nabil, kita janji gak bakal ngulangin lagi ….”
Setelah kejadian itu, teman-teman Nabil dan guru-guru menjadi tahu, kalau Nabil itu memiliki penyakit jantung. Nabil pun diperlakukan istimewa, dia diperbolehkan masuk terlambat dan tidak mengikuti pelajaran olahraga.
“Nabil, kalau kamu capek tinggal bilang sama aku, ya … ntar sama aku digendong,” tawar Aziz, salah satu teman Nabil.
“Gak apa-apa kok, aku mau istirahat aja bentar …,” kata Nabil sambil duduk, Aziz pun ikut duduk, menunggu Nabil sampai kembali kuat berjalan.
Semakin hari, kondisi Nabil semakin memburuk. Sampai-sampai, Nabil harus digendong jika ingin berangkat ke sekolah. Ditambah, kakakku itu pernah terbatuk dengan mengeluarkan darah, yang membuatnya harus meminum obat puyer merah pekat dari dokter. Nabil juga sampai diminta dokter untuk melakukan operasi di Jakarta.
Namun, meski dengan kondisi begitu, dia kukuh tetap ingin pergi, karena saat itu dia ingin melaksanakan ujian di sekolah. Padahal, gurunya memperbolehkan Nabil untuk melaksanakan ujian dari rumah.
“Ayah, maafin Nabil, ya … maafin Nabil kalau sering ngerepotin Ayah,” ucap Nabil yang sedang digendong oleh Ayah.
“Ngapain kamu minta maaf? Lagipula, Ayah sama sekali gak merasa direpotin sama Nabil. Bahkan mati pun Ayah rela jika itu membuat kamu sembuh.” Ayah berujar dengan mata berkaca.
“Makasih, ya, Ayah .…”
Ada satu cerita dari bunda yang selalu berhasil membuatku terenyuh ketika mengingatnya. Saat itu, di suatu sore yang santai, Bunda dan Nabil sedang mengobrol berdua di bangku teras.
“Bunda, Bunda. Surga itu ada berapa?” tanya Nabil memulai obrolan.
“Ada banyak, sih, cuma Bunda gak tau semuanya. Misalkan, ada surga Naim, surga Firdaus, surga Jannah, masih banyak lagi, deh, pokoknya. Emangnya kenapa Nabil tanya kayak begitu?” jawab bunda sekaligus bertanya ke Nabil.
“Kalau kita meninggal, kira-kira bakal masuk surga gak?” Kakakku itu malah balik bertanya lagi.
“Kalau orangnya baik, udah pasti masuk surga.” Bunda menjawab dengan lembut.
“Kalau Nabil yang meninggal, Nabil bakal masuk surga gak?” tanya Nabil lagi.
Bunda termenung mendengar pertanyaan dari anaknya itu, bunda juga pasti merasa sedih, takut, dan bingung, kenapa Nabil bertanya seperti itu.
“Bunda kok ngelamun, sih?” tegur Nabil pelan, membuyarkan lamunan Bunda.
“Oh, kalau anak baik kayak Nabil, sih, udah pasti masuk surga. Apalagi, Nabil itu belum baligh, jadi Nabil belum punya dosa. Emangnya kenapa Nabil nanya kayak begitu?” Kali ini bunda kembali bertanya.
”Gak apa-apa kok Bun, Nabil cuma penasaran aja,” jawab Nabil sambil terkekeh pelan.
Dulu, waktu itu kami semua pernah tinggal di Papua. Namun, lalu, karena pekerjaan Ayah di Papua sudah selesai, kami pulang kembali ke Sukabumi, tanah kelahiran bunda.
Waktu tahun 2017, kami sekeluarga berlibur ke rumah nenek di Sukabumi dalam rangka menyambut tahun baru, tapi Ayah tidak ikut karena harus mengurus kerjaan di rumah.
Nabil sangat antusias pergi ke rumah nenek, begitu juga dengan kami semua yang tak sabar bermain petasan di malam tahun baru. Rencananya, setelah berlibur, Nabil akan dibawa berobat ke Jakarta. Seperti yang telah dianjurkan oleh dokter sebelumnya.
Bunda terlihat sangat bahagia melihat Nabil yang sedang bermain dengan semangat, Nabil bahkan seperti tidak terlihat sedang sakit.
Nabil dipinjamkan handphone oleh Om Danu. Oleh karena itu, Nabil masih bermain game zombie sampai larut malam. Bunda juga sudah menasehati Nabil supaya tidur. Nabil pun menurut saja, tak lama ia pun lalu tertidur.
Begitu terbangun keesokan paginya, Nabil kembali bermain tanpa kenal lelah. Kami bermain kejar-kejaran dengan Nabil. Namun, Nabil tiba-tiba duduk di sofa, dia bilang capek, seperti ingin muntah. Setelah memanggil bunda, kami pun melanjutkan bermain kejar-kejaran tanpanya.
“Gak apa-apa, Nabil, muntahin aja,” ucap bunda sambal mengusap punggung Nabil.
“Iya, Bun …,” lirih Nabil sambil terbatuk. Terus batuk, sampai akhirnya Nabil mengeluarkan darah.
“Bun, tenggorokan Nabil gatel,” ucap Nabil.
“Nanti, bunda mau bikinin kencur dulu … Nabil tunggu, ya …,” pinta bunda, sudah mau beranjak dari duduknya. Namun, langsung ditahan oleh Nabil.
“Gak mau, Bunda jangan tinggalin Nabil.” Nabil memelas. Lantas, Bunda pun menyuruh kakakku yang pertama untuk membuat parutan kencur.
“Bun, teleponin Ayah dong, suruh ke sini … Nabil kangen …,” ucap Nabil. Lalu, Bunda pun menelepon Ayah. Tak lama, Ayah pun tiba. Sepertinya, Ayah sesegera mungkin berangkat setelah ditelepon Bunda.
Tak lama, setelah itu tangis Bunda pun pecah, mendekap keras tubuh kakak Nabil. Terisak, tersengal-sengal kudengar suara Bunda.
“Nabil, jangan lakukan ini, Nak.”
“Bernafaslah, Bunda nggak mau kamu begitu.”
“Jangan tinggal Bunda, Nak.”
Lalu, hening sepersekian detik. Kami semua tersadar bahwa Nabil telah pergi.
Dan rasanya, ada jutaan suara tangis susul-menyusul saat itu.
Begitulah, sore hari itu, tepat tanggal 3 Januari, Nabil menghembuskan nafas terakhirnya, awan kelabu seolah ikut bersedih atas kepergiannya.
Kami semua pergi ke pemakamannya, diiringi dengan air hujan. Sepertinya semesta ikut berduka, dan seperti air hujan yang terus jatuh membasahi tubuh. Begitu pun air mata terus jatuh membasahi mata dan pipi, kami terus berdoa supaya Nabil tenang di atas sana.

BIODATA DIRI
Dengan nama lengkap Malaika Minnaima Cintahati Maryam, dia biasa dipanggil Aika. Lahir di Papua, atau lebih tepatnya di Kota Sentani, pada tanggal 3 Oktober, tahun 2010. Setelah kurang lebih 7 tahun merasakan tinggal di tanah Papua, Aika ikut orangtuanya pindah ke Kota Sukabumi, lalu menempuh pendidikan formal pertamanya di sana. Sekarang, tepatnya di tahun 2023, Aika sudah duduk di bangku kelas 1 SMP. Aika mempunyai dua orang kakak dan juga tiga adik.
Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi membuatnya menjadi anak yang suka membaca. Mungkin, terinspirasi dari kakaknya juga yang merupakan penulis kelas teri di salah satu platform online, Aika jadi suka menulis juga, salah satunya buku harian. Selain membaca dan menulis, ada beberapa hobinya yang lain juga seperti menonton anime dan bermain game komputer.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *