Shin

Shin mengambil tab-nya dan duduk di kursi gamingnya di kamar. Ia membuka aplikasi game online yang memang populer di kalangan anak SMA. SMAN 5 Jakarta mewajibkan murid-muridnya untuk memilih minimal 2 ekstrakurikuler pilihan bebas. Selama seminggu ini banyak klub yang sudah dibuka pendaftarannya. Shin sudah memutuskan untuk ikut klub dance dan klub gaming. Dia dengan mudah diterima di klub dance, namun lain halnya dengan klub gaming. Klub favorit para anak laki-laki tersebut dibanjiri para peserta didik baru yang ingin tergabung ke dalam klub gaming. Tidaklah mudah untuk masuk dan keluar dari klub gaming. Setiap tahunnya, klub gaming mengadakan seleksi untuk menerima anggota baru yang benar-benar niat untuk amsuk klub. Tujuan klub ini didirikan untuk menciptakan prestasi di bidang e-sport dan membuktikan bahwa gaming bukan suatu pekerjaan untuk orang yang malas. Klub gaming bertekad untuk dapat menyumbangkan piala untuk sekolah. Hari Sabtu nanti akan diadakan seleksi penerimaan anggota klub gaming dan Shin sangat bersemangat mengikutinya.
Shin memang suka menari tarian modern namun tak menutup kemungkinan ia juga menyukai tarian tradisional. Baginya menari sama seperti berolahraga, ia bisa bergerak aktif sekaligus mengekspresikan dirinya melalui tarian. Beberapa lomba tari pernah diikutinya dan beberapa penghargaan juga telah diraihnya dari hobby-nya tesebut. Kebanyakan lomba yang diikutinya adalah lomba dance alias lomba tarian modern. Apalagi jaman sekarang sudah dipengaruhi grup band-band K-POP yang iramanya asyik, maka ada banyak lomba dance cover K-POP yang diikuti Shin. Eits, selain dance korea, Shin juga suka dance dengan lagu-lagu pop barat yang iramanya asyik yang bikin energik.
“Kamu kok main HP? Temenin kakak lari yuk di jalan pesawahan,” ujar Bastian setelah masuk ke kamar Shin tanpa ijin dan tanpa mengetuk pintu. Sambil menunggu jawaban dari adiknya ia berjalan menuju kasur dan merebahkan diri disana.
“Bentar kak, aku baru aja main game ini,”
“Oh ya, kamu ikut ekstra apa aja jadinya?” tanya Bastian masih sambil tidur-tiduran. “Dance sama gaming,” sahut Shin sambil fokus melanjutkan permainan. Bastian menghela napas pelan, “ngapain sih ikut klub gaming? Coba deh kamu pikir-pikir lagi, nggak dapat apa-apa dari main game. Yang ada malah kamu kelupaan waktu buat belajar, mata rusak, nggak ada waktu buat hal-hal yang bermanfaat. Ada banyak klub ekstra pilihan di sekolah Shin, kamu kan suka nyanyi, kenapa nggak ikut klub musik aja? Atau nggak ikut klub bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Jepang, dan klub lainnya yang lebih berguna,” Bastian sangat heran dengan Shin, padahal adiknya berbakat di bidang dance, akademik, dan juga beberapa olahraga. Kenapa harus klub gaming?
“Hehehe, aku lagi suka main game online nih kak, jadi kepingin aja masuk klub gaming. Tapi tenang aja kok, aku bakal atur jadwal main game aku. Oh ya, ngomong-ngomong soal nyanyi, aku sebenarnya pengen masuk klub musik juga. Besok aku bakal coba daftar klub musik juga deh, lagipula nggak ada batasan maksimal milih ekstrakurikuler,”
“Denger-denger, klub gaming ada sistem seleksinya ya? Kakak harap sih kamu nggak lolos. Klub itu pasti dominan laki-laki yang lolos,”
“Cowok sama cewek itu setara disana kak. Disana nggak ada ketidaksetraan gender walaupun cuma soal game,” jawab Shin agak kesal dengan kakaknya. Namun walaupun kakaknya seperti itu, Shin benar-benar sayang sama Bastian.
“Terserah kamu deh. Kakak mau siap-siap dulu, kamu juga harus segera siap-siap ya. Kita mau lari sore nih mumpung cuacanya lagi mendukung,” Bastian beranjak dari kamar adiknya menuju kamar tidurnya.
“Oke kak,” sahut Shin singkat.

Matahari sore perlahan mulai tenggelam menandakan sebentar lagi malam akan tiba. Bastian dan Shin menikmati pemandangan senja di pesawahan. Sinar matahari masuk ke dalam tubuh Shin dan memberikan kesan hangat pada kulit dan tulang-tulangnya yang seharian ini mendapatkan semburan angin AC di kamarnya.
“Oh iya, ini bulan puasa ya? Mau beli makanan nggak ke pasar nanti? Pasti ada banyak takjil sama makanan-makanan yang lain,” Bastian memulai percakapan setelah mereka cukup lama beristirahat dari pelarian yang sungguh melelahkan.
“Boleh deh, aku pengen makan martabak manis. Btw aku nggak suka takjil-takjil begitu,”
“Kakak malah suka takjil yang cuman ada di bulan puasa. Nanti mau berburu takjil deh, mau es pisang ijo, kolak, biji salak, es cendol, es kacang merah, pokoknya semuanya deh,”
“Iya deh, anti aku temenin”
Sepulang dari lari sorenya, Shin langsung membersihkan dirinya dan bersiap-siap untuk ke pasar bersama Bastian. Mereka sudah minta ijin pada orang tua mereka untuk pergi ke pasar dan membeli makan malam untuk mereka sekeluarga makan nanti.
Ada beragam takjil dan makanan-makanan lainnya di pasar. Shin dan Bastian memutuskan untuk membeli ayam geprek. Lalu membeli jajanan pasar lainnya seperti takjil, martabak manis, dan gorengan.
Selesai makan ayam geprek, di meja makan keluarga tersebut, mereka semua bercerita dan tertawa bersama. Shin mengambil tahu isi dan memakannya dengan lahap. Sementara Bastian asyik menikmati biji salak yang manis, lembut, dan gurihnya takjil tersebut.
“Kamu mau biji salak nggak Shin?” tanya Ayah karena saat mereka semua sedang menikmati hangatnya biji salak, Shin malah sibuk memakan tahu isi. Shin menggelang, “aku kan nggak suka begituan Yah,” “Coba kamu makan dulu sedikit, enak kok ini,” tawar Ayah sembari menyerahkan biji salak bagiannya. Shin menerima tawaran Ayahnya, ia mencoba mengambil sedikit dan merasakan hangatnya biji salak tersebut. Rasanya memang tidak buruk, malah sangat cocok di lidah orang normal. Namun, Shin tetap tidak mengerti apa yang enak dari biji salak, ia tidak tahu bagiamana definisi takjil yang enak.
“Gimana? Enak kan? Masih hangat loh ini,” tanya Bastian ketika Shin selesai mengunyah.
Shin hanya mengangguk pelan, pura-pura menikmati biji salak yang dimakannya tersebut.
Selesai makan malam bersama keluarga, Shin masuk ke kamar tidurnya dan melakukan rutinitas malam yang sering ia lakukan. Shin menuju kamar mandi untuk sikat gigi dan membasuh wajahnya dengan air keran. Shin tidak menggunakan skincare seperti pembersih wajah, toner, dan lain sebagainya. Setelah keluar dari kamar mandi, ia memakai pelembab wajah dan mengikat rambutnya dengan kuncir kuda. Jam dinding kamar Shin sudah menunjukkan pukul 20.12 malam, Shin memutuskan untuk memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas. Ia sudah mengerjakan tugas sekolah dan belajar sepulang sekolah tadi, sehingga ia hanya perlu untuk memasukkan buku saja. Tak lupa ia men-charger handphone dan tab-nya karena dirasa sudah tidak menggunakan barang tersebut malam ini.
Shin memang terbiasa tidur pukul 9 malam. Jangankan jam 9, jam 20.30 saja sebenarnya Shin sudah mulai mengantuk. Tak heran jika Shin sering ketinggalan informasi mengenai sekolah besok harinya karena ia sudah mematikan handphone-nya sebelum pukul 21.00!
Setelah Shin merapikan meja belajarnya, memasukkan buku ke dalam tas, kemudian mematikan gadget-nya, ia mengambil sebuah novel yang ia pinjam di perpustakaan sekolah. Shin memiliki banyak hobby sebenarnya selain nge-dance dan main game. Shin senang sekali membaca novel yang menginspirasi dirnya. Novel perjuangan seseorang untuk meraih mimpi adalah jenis novel yang paling disukainya. Ia jadi semangat meraih mimpi dan menatap masa depan setelah membaca novel motivasi tersebut. Selain itu, ia juga suka novel yang berbau horror, thriller, komedi, misteri, novel motivasi, novel teka-teki, dan buku pengembangan diri. Shin sangat tidak menyukai novel romansa! Baginya, cerita novel bergenre romansa sangat sulit untuk dimengerti. Pernah sekali dua kali ia membaca novel yang menceritakan kisah cinta di SMA, namun akibat novel tesebut, Shin selalu menguras otaknya untuk berpikir keras mencerna isi cerita novel romansa itu sehingga Shin sakit kepala hanya karena membaca cerita tersebut!
Selain mengambil sebuah novel dari rak bukunya, Shin juga mengambil buku Diary-nya. Ia biasa menulis curhatan beupa kegiatan apa saja yang ia lakukan hari ini serta merancang hal-hal yang ia akan lakukan besok. Intinya, besok Shin akan join ke klub musik, berjaga-jaga apabila ia tidak lolos masuk klub gaming. Kalau boleh jujur, Shin sebenarnya tidak tahu apa yang membuatnya ingun bergabung dengan klub gaming. Dia hanya main game online jika ia sudah bosan melakukan hobby-nya, main game online adalah pilihan terakhir kalau ia lagi berada di titik bosan paling bawah. Lolos atau nggak lolos, Shin akan tetap senang!
Di pagi yang cerah ini, Shin duduk manis di meja makan menunggu Ayah, Ibu, dan Bastian. Shin sudah menyiapkan roti panggang dan mengolesinya dengan selai kacang. Begitu ayahnya turun, ayah langsung mengusap lembut rambut Shin, kemudian langsung duduk di sebelahnya. Suasana sarapan sama seperti pagi-pagi sebelumnya, hangat dan penuh tawa.
Setelah selesai sarapan, mereka berdua pamit kepada Ayah dan Ibu, kemudian meluncur menggunakan motor menuju sekolah. Setelah sampai di sekolah, mereka berdua berpisah menuju kelasnya masing-masing. Shin ke arah Utara menuju kelas 10 IPA 2, sedangkan Bastian menuju kelasnya di lantai 2 yaitu kelas 11 IPA 1. Mereka berdua akan bertemu lagi di parkiran motor sepulang sekolah nanti.

Suasana kelas 11 IPA 1 masih belum ramai. Bastian duduk di bangkunya sambil mendengarkan lagu lewat handphone dan airpod-nya. Ginny, teman sekelas Bastian yang baru saja datang menyapa Bastian dengan lambaian tangan. Bastian tersenyum sebagai balasan sapaan Ginny. Ginny memandang Bastian dari belakang, ia sangat menyukai Bastian. Baginya, Bastian adalah cowok yang mandiri, ia juga selalu peduli pada adiknya. Dia tipe cowok yang suka melindungi! Makanya Ginny suka sama sikapnya yang selalu melindungi itu. Sebagai seorang perempuan, Ginny hanya bisa menunggu, ia tak mau menyampaikan perasaannya duluan.
“Bro, udah ngerjain PR matematika belum?” tanya Ram, teman sebangku Bastian.
“Udah dong,”
“Pinjem boleh ngga?
“Gak!”
“Pelit amat sih!” Ram kesal karena tak diberi kesempatan menyontek PR. Akhirnya, Ram mengambil buku tulisnay dan berusaha mengerjakan PR sendiri.
Melihat Ram mengerjakan PR, Bastian mencoba membantu Ram.
“Padahal lo bisa ngejain sendiri, kenapa nggak dikerjain?
“Lupa gue! Baru banget diingetin sama Tono,” jawab Ram sambil terus mengerjakan, ia harus buru-buru menyelesaikannya sebelum bel masuk berbunyi. “Btw, Shin bakalan ikut seleksi klub gaming ya? Asyik bakalan ada cewek cantik nih,” ucap Ram bersemangat. “Emang ngga ada cewek yang ikut klub gak jelas itu?”
“Wah lo jangan sembarangan dong ngatain klub gue kayak gitu. Di kelas 11 ada tiga cewek yang lolos masuk klub. Kelas 10 lumayan banyak juga cewek yang mau masuk klub ini, palingan cuman satu sampai tiga orang aja yang lolos karna cewek kan beban kalau main satu tim sama cowok. Gue harap sih Shin bisa lolos seleksi,”
“Gue harap Shin nggak lolos masuk klub. Bahaya banget keselamatannya kalau sampai dia lolos,” Bastian khawatir memikirkan adiknya.
“Bahaya? Semua anggota klub gaming baik-baik kok orangnya. Tenang aja, bro. Gue yang akan jaga Shin kalau dia lolos seleksi di klub gaming,”
“Gue gak percaya sih sama lo,”
Sementara itu, Shin yang sudah selesai mendaftar dari klub musik, kembali ke kelasnya. Shin mengobrol dengan Mika, teman sebangkunya, hingga bel masuk kelas pun berdering. Jam pertama diisi dengan bahasa Indonesia, kelas 10 IPA 2 sibuk belajar terkait teks prosedur. Waktu terus berlalu, hingga tak terasa jam pulang sekolah akhirnya tiba. Semua siswa-siswi SMAN 5 Jakarta pulang dengan hati gembira. Mereka ada yang berkumpul untuk sekedar nongkrong di mall, mengerjakan tugas kelompok, ataupun langsung pulang ke rumah untuk beristirahat. Tentunya, Bastian dan Shin segera pulang ke rumah.

Mereka berdua selalu mengerjakan tugas sekolah dan belajar setiap pulang sekolah setelah makan siang tentunya. Setelah belajar, mereka biasanya akan melakukan hobi mereka. Terkadang, mereka menghabiskan waktu dengan menonton film bersama atau jalan-jalan keluar. Sore harinya, Bastian akan mengajak Shin untuk jogging menikmati senja di jalan pesawahan. Jika tidak, mereka akan berenang di kolam renang belakang rumah. Ayah dan Ibu akan pulang dari bekerja di sore menjelang malam hari. Namun di hari libur, mereka sekeluarga akan menghabiskan waktu bersama-sama seperti piknik, ke pantai, ke mall, ataupun melakukan hal-hal yang seru di rumah.
Di Sabtu pagi ini, peserta seleksi klub gaming berkumpul di ruangan klub gaming yang lumayan luas. Sudah ada pembagian tim yang akan menentukan lolos atau tidaknya peserta. Satu tim terdiri dari 5 orang, tim yang menang melawan tim lain akan diambil hanya tiga pemain saja untuk maju ke babak selanjutnya. Benar-benar peraturan yang aneh! Jika hanya 3 pemain yang diambil dari satu tim, maka akan timbul ketidakpuasan dari pemain yang tidak lolos dan mengurangi tingkat kerjasama tim karena mereka semua harus bersaing menjadi yang terbaik. Peraturan seleksi tersebut membuat banyak yang keluar dan menyerah mengikuti seleksi masuk klub. Kira-kira hanya tersisa 58 orang (kelas 10 & kelas 11) yang tetap ingin mengikuti seleksi, termasuk Shin.
Setelah melakukan pengulangan pengelompokkan tim, seleksi klub gaming akhirnya dimulai. Untungnya, tim Shin mau bekerja sama untuk memenangkan pertandingan hingga menuju babak berikutnya. Mereka semua seangkatan kelas 10, namun beda kelas. Ada yang dari kelas IPS 5, IPS 1, dan IPA 4. Tim Shin berhasil memenangkan babak pertama, 3 pemain yang akan masuk ke babak final akan diumumkan setelah semua tim bertanding.
Singkatnya, Shin berhasil masuk ke babak berikutnya dengan tim yang baru lagi. Kali ini, timnya didominasi oleh kakak kelas 11. Mereka bertanding dengan sengit karena babak final ini menentukan satu tim yang menang akan langsung diterima menjadi anggota tetap klub.
Dan entah kehokian apa yang terjadi pada Shin akhirnya ia benar-benar menjadi anggota di klub gaming beserta 14 siswa lainnya!
“Kenalin nama gue Nanta dari kelas 11 IPA 4 selaku ketua klub gaming. Gue ngucapin selamat buat kalian yang udah lolos masuk klub ini. Karena kalian sudah resmi menjadi anggota tetap klub ini, tentunya untuk keluar dari klub ini nggak gampang. Jadi, sebelum itu, gue bakal ngasi kesempatan buat kalian semua disini, kalau mau ada yang keluar, silakan angkat tangan,” sambut Nanta sebagai pembukaan menyambut anggota klub yang baru.
Tidak ada yang mengangkat tangan. “Sekali lagi gue bilang nggak akan mudah keluar-masuk klub ini. Kalau nanti di tengah jalan tiba-tiba mau keluar dari klub gaming itu nggak akan bisa, karena anggota klub hanya dapat keluar apabila minimal sudah bertahan satu tahun di klub ini. Kami benar-benar mencari anggota yang niat masuk klub bukan yang hanya sekedar ikut-ikutan. Kami ingin membuktikan bahwa klub ini bisa bertahan dengan cara menyumbangkan piala untuk sekolah. Untuk terakhir kalinya, gue bertanya, apa ada yang mau keluar dari klub ini?”
Masih tidak ada yang angkat tangan. Nanta tersenyum, “Oke, karena nggak ada yang angkat tangan, gue bener-bener berterima kasih sama kalian semua. Kalian semua yang berada disini memiliki niat yang cukup kuat untuk mau membantu klub ini bertahan. Harapan gue semoga kalian bisa betah dan mengukir prestasi melalui dunia game,”
“Oh ya, disini nggak ada yang namanya ketidaksetaraan gender. Perempuan dan laki-laki disini mempunyai hak yang sama. Semua harus saling menghormati dan menghargai tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan agama,” ujar ketua klub dengan tegas.
“Ekstra akan dimulai tiap Minggu pukul 08.00-09.00 pagi. Klub gaming tidak hanya fokus bermain satu game saja, melainkan semua game. Semua berhak mengenalkan game yang disukai dan berbagi informasi terkait hal-hal mengenai game. Melalui game, kami berharap kita bisa menjalin hubungan kerja sama yang baik serta mengasah kemampuan otak dalam berpikir,”
“Itu saja yang mau gue sampaikan, sebelumnya ada yang mau bertanya?” Semuanya menggeleng, lalu Nanta segera memberi penutup berupa ucapan terima kasih dan membubarkan mereka semua karena seleksi penerimaan sudah selesai.
Beruntunglah Shin karena ketiga klub yang diikutinya mempunyai jadwal ekstra yang bebeda-beda. Klub dance dilaksanakan setiap hari Sabtu pagi dari pukul 08.00-10.00. Klub gaming hari Minggu dari jam 8 sampai jam 9 pagi. Serta klub musik yang diadakan hari Sabtu 10.00-12.00.
Ekstrakurikuler akan dimulai minggu depan, entah kenapa Shin menjadi begitu bersemangat. Shin menelepon Bastian, mengatakan bahwa ia akan diam di perpustakaan sambil menunggu Bastian selesai dengan urusan ekstrakurikulernya. Ya, hari ini semua orang disibukkan dengan pendaftaran klub ekstra. Bastian pasti sibuk membaca dokumen-dokumen terkait ekstra yang diikutinya apakah ada yang bertabrakan atau tidak. Hari ini juga merupakan hari terakhir penghuni sekolah untuk memilih ekstrakurikuler. Bastian dari dulu tetap bersedia duduk di klub bahasa Inggris. Dulu Bastian juga masuk klub jurnalistik, namun sekarang ia memutuskan keluar dari klub tersebut. Bastian memutuskan untuk mengikuti klub atletik dan klub melukis. Bastian pernah bilang pada Shin, kalau dia ingin ikut PORJAR di bidang lari, makanya tahun ini Bastian ikut atletik. Bastian juga baru mengetahui bahwa ternyata ia adalah pribadi yang lebih suka menggambar daripada menulis. Makanya sekarang Bastian ikut klub melukis dan keluar dari klub jurnalistik.
Setelah urusannya selesai, Bastian segera menuju perpustakaan untuk menemui Shin. “Darr,” Bastian menepuk pundak Shin dari belakang, mengagetkan Shin yang lagi seru membaca buku.
Satu pukulan mendarat di lengan Bastian yang hanya tetawa melihat reaksi Shin. Akibat keributan kecil itu, seorang pegawai perpustakaan menatap tak suka pada mereka berdua. Bastian hanya tertawa canggung menatap ibu pegawai tersebut, dan menarik tangan Shin agar keluar dari ruangan dingin dan lembab tersebut.
“Kamu lolos masuk klub itu?” tanya Bastian ketika mereka berdua keluar dari perpustakaan menuju parkiran. Shin hanya mengangguk pelan. Bastian cuma bisa mendesah pelan.
“Mau makan diluar nggak? Jugaan besok nggak ngapain-ngapain kan? Ekstranya dimulai minggu depan,” tawar Bastian. “Boleh deh,”
Disinilah mereka sekarang, di sebuah restoran ramen. Shin memesan spicy tonkotsu ramen, ramen yang cukup pedas dengan kuah yang tidak telalu kental. Sedangkan Bastian memesan spicy beef ramen. Mereka juga memesan tempura sebagai side dish. Selesai makan siang, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah.
Hari Sabtu berikutnya adalah hari yang paling ditunggu Shin. Sudah saatnya para penghuni sekolah mengikuti ekstrakurikuler yang mereka pilih. Dengan semangat Shin mengikuti klub dance yang belajar tarian tradisional untuk satu bulan ke depan. Hari pertama ini, klub dance sepakat untuk menari tarian yang berasal dari Bali yaitu tari Pendet. Anggota klub merasa kesulitan mengikuti gerakan tarian Bali sehingga semuanya harus belajar dasar-dasar tari daerah Bali dari nol. Sangat menyenangkan menari mengikuti irama musik dari Bali tesebut, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.00.
Selesai dari klub dance, Shin menuju klub musik yang ruangannya berada di lantai 3. Kebetulan sekali Shin berpapasan dengan Nanta di lantai 2, Shin tesenyum ramah padanya. Nanta membalas sapaan Shin dengan senyuman khasnya, “kalau nggak salah, kamu anggota klub gaming kan?” tanyanya basa-basi. Tentu saja dia sudah tahu karena Shin merupakan satu-satunya perempuan yang lolos kemarin. Shin mengangguk pelan, “aku ke atas dulu ya kak,” pamitnya. “Iya, jangan lupa hadir besok pagi ya,” Lagi-lagi Shin mengangguk dan berjalan menuju klub musik.
Shin sangat menikmati klub musik. Disini semua anggota memiliki bakat yang luar biasa dalam hal bermain musik dan benyanyi. Shin mencoba bermain gitar dan bernyanyi ketika semua sedang sibuk latihan mencoba beragam alat musik lainnya. Mendengarnya bernyanyi membuat seluruh perhatian mengarah kepadanya. Bahkan kak Melisa dan kak Putra, guru vokal dan musik di klub ini juga ikut memperhatikan Shin. Menyadari dirnya menjadi pusat perhatian, Shin menghentikan lagunya. Padahal dia sedang asyik menyanyikan lagu Photograph milik Ed Sheeran. Shin tersenyum canggung dan benar-benar malu, ia takut aksinya membuat orang-orang terganggu dengan latihan mereka.
“Keren, dimana kamu belajar main gitar?” celetuk seorang cewek, sepertinya ia seumuran dengan Shin alias masih kelas 10.
“Kamu suka Ed Sheeran ya? Aku penggemar berat Ed Sheeran loh!” sambung yang lain.
“Hei, mau jadi pacarku nggak?” celetuk seorang cowok yang sepertinya dia anak kelas 12. Celetukan cowok itu membuat teman-temannya tertawa. Suasana yang awalnya hening menjadi ribut gara-gara celetukan cowok tersebut disambut gelak tawa dan ejekan teman-temannya.
“Mana mungkin dia mau sama lo yang selengean gini,” salah satu ejekan temannya terdengar.
Shin hanya tesenyum simpul, ia tak tahu harus menjawab apa komentar dari mereka semua.
“Ayo, ayo, fokus latihan lagi. Yang mau belajar alat musik silakan tanya kak Putra ya guys,” teriak kak Melisa membuat semuanya fokus kembali. Kak Melisa berjalan mendekati Shin, “nama kamu siapa dik?” tanyanya begitu berada di depan Shin. “Shin kak,”
“Suaramu bagus Shin, kamu udah pernah ikut lomba nyanyi kah?”
Shin menggeleng, “aku cuma sekedar suka nyanyi kalau lagi gabut kak. Suaraku juga pas-pasan, jauh dari kata bagus,”
“Suaramu lumayan loh Shin. Banyakin latihan supaya makin kelihatan karakter suaramu. Btw, siapa yang ngajarin kamu main gitar?”
“Ayah sering ngajarin aku main gitar sejak SMP kak. Aku juga belajar lewat internet,” sahut Shin.
“Oh gitu ya, sering-sering latihan ya Shin, nanti bakal ada banyak festival kan di sekolah ini, klub musik sering nampilin acara hiburan seperti bernyanyi, siapa tahu kamu berminat buat manggung di acara-acara sekolah nanti,” ucap Melisa.
Shin mengangguk semangat. Pembicaraan mereka berdua di dengar oleh seorang perempuan yang sempat memujinya tadi. Ketika Melisa kembali ke aktivitasnya lagi yaitu melihat-lihat anak-anak lain yang belajar bemain alat musik, anak perempuan itu mencoba berbicara dengan Shin, “jadi namamu Shin ya? Ajarin main gitar dong,” pintanya. Shin tertawa kecil, “nama kamu siapa?” “Erika dari kelas 10 IPA 5. Salam kenal ya Shin,” Mereka banyak mengobrol hal-hal tekait musik.
“Kamu suka lagu-lagu Ed Sheeran ya?”
“Emmm, engga juga kok, aku suka lagu yang iramanya enak dan kunci gitarnya gampang buat dimainin,”
“Kamu keren banget Shin!” Erika terus memuji Shin. Shin menggeleng, “engga kok, aku masih belajar sebenernya,”
Keseruan klub musik masih terus berlanjut. Shin mencoba mengajari kunci dasar gitar pada Erika. Setelah beberapa menit berlalu, sebelum mengakhiri kelas, kak Melisa memberikan pengumuman pada anggota klub.
“Minggu depan kemungkinan kita akan karaoke bareng ya guys, jadi yang mau nyanyi dan tertarik di bidang vokal bisa banget nyiapin sebuah lagu. Kita bakal seru-seruan minggu depan,”
Menyenangkan sekali hari ini. Shin melewati kegiatan klub di sekolah dengan sangat gembira. Ia harap besok juga akan bersenang-senang di klub gaming. Shin melangkah ke perpustakaan sekolah untuk menemui Bastian. Bastian pasti sudah bosan menunggunya. Bastian hari ini hanya mengikuti klub bahasa Inggris, Minggu besok barulah jadwalnya cukup padat. Di Minggu pagi jam 9, ia harus mengikuti klub melukis dan di sore harinya pukul setengah 5 sore, Bastian akan ikut klub olahraga atletik.
Suasana klub gaming hari Minggu ini cukup ribut. Kami saling memperkenalkan diri dan menceritakan tentang game yang sering kami mainkan. Kebanyakan game yang kami mainkan adalah game online Mobile Legends. Game yang menjadi pertandingan seleksi kami kemarin.
“Tentunya kalian punya hero favorit kan di ML, nah sekarang ceritain dong kenapa kalian suka sama hero tersebut. Mulai dari yang cantik disana,” Nanta memberikan kesempatan pada Shin untuk mulai berbicara. Shin sebenarnya anak yang paling kalem disini karena ya dia memang agak kalem sih kalau nggak ada kakaknya.
“Emm, aku suka pakai Layla biasanya kalau main. Aku udah biasa pakai Layla kalau lagi main di classic ataupun di mode ranked. Aku make Layla karena dia emang gampang dipakai dan udah nyaman sama skill 2 dan juga ultimate-nya,” sahut Shin. Nanta mengangguk sambil tesenyum, “selain Layla, kamu bisa pake hero apa lagi?”
“Aku bisa main pake marksman aja sebenarnya kak. Sebisa mungkin aku bakal pick Layla, tapi kalau misalnya Layla udah di-pick sama yang lain ataupun di banned, aku biasanya pakai Wanwan, Miya, atau nggak Kimmy. Tapi terkadang aku juga suka pakai Saber, Kadita, sama Vale kak,”
Nanta manggut-manggut, lalu mempersilahkan anggota baru klub yang lain menjawab pertanyaan awal yang ditanyakannya.
Mereka asyik mengobrol dan berbagi cerita antar sesama anggota baru bersama ketua klub mereka. Sebelum kegiatan diakhiri, para senior di klub tersebut alias anggota kelas 11 dan 12 tahun-tahun sebelumnya memperkenalkan diri mereka.
Klub gaming selesai tepat pukul 09.00. Kali ini Shin yang harus menunggu Bastian selesai ekstra karena klub melukis selesai pukul 10.00.
“Shin, kamu mau langsung pulang?” tanya Nanta ketika mereka semua keluar dari ruangan klub gaming menuju ke segala penjuru tempat di sekolah seperti ruangan klub lain, halaman sekolah, aula, kantin, maupun tempat parkiran. Shin menggeleng, “enggak kak, aku mau ke perpustakaan. Mau nunggu kakak selesai ekstra,”
‘Oh, kamu punya kakak? Kalau boleh tahu, kakakmu kelas berapa?”
“Kelas 11 IPA 1 kak,”
“Wah seumuran sama aku ternyata. Kakakmu namanya siapa?”
“Kak Bastian,”
“Oh, sini aku anterin ke perpus,” tawar Nanta. “Gak usah kak. Aku nggak mau ngerepotin kakak,” Shin menolak.
“Nggak ngerepotin kok. Aku juga lagi pengen nongkrong di perpus,”
Akhirnya disinilah mereka berdua sekarang, di ruangan dingin dan hening. Hanya ada mereka berdua dan seorang ibu pegawai perpustakaan tempo hari. Suasana sangat canggung di keheningan yang menerjang memberikan kesan aneh pada Shin maupun Nanta.
“Shin, beberapa bulan lagi ada turnamen e-sport antar SMA se-Jakarta loh. Kamu tertarik nggak buat ikutan?” Nanta berusaha memecah keheningan suasana
“Pertandingan e-sport mobile legends?” Shin balik bertanya yang disusul oleh anggukan Nanta.
“Aku tertarik sih cuma aku bukan pemain yang pro kak, aku malah masih pemula. Mungkin aku bisa lolos masuk klub gaming gara-gara cuma lagi hoki aja,” jelas Shin.
“Kamu memang masih pemula, tapi semangatmu ngelakuin sesuatu itu kelihatan banget. Kamu orangnya senang berjuang dan suka belajar. Tadi aja kamu kelihatan enjoy banget ngobrol sama kita semua,”
Shin tersenyum malu, ia tak bisa merespon kalimat Nanta barusan
“Kalau kamu tetarik, nanti kita coba main bareng ya. Dari seleksi kemarin, aku sebenarnya sudah menentukan 5 orang- kamu diantaranya-yang cocok menjadi perwakilan turnamen nanti. Aku penasaran sama kemampuan kalian semua,”
“Turnamen-nya dimulai awal Agustus nanti, dan di-akhir Juli nanti akan aku umumin teknis pertandingannya,”
Shin tersenyum dan mengangguk.
Dua minggu ini, Shin bermain game online dengan teman-teman anggota baru klub gaming dan juga bersama Nanta. Sudah dipilih 5 orang yang akan menjadi satu tim mewakili sekolah dalam rangka turnamen e-sport antar SMA se-Jakarta. Kami latihan dua kali seminggu, satu kali saat ekstra dan satu kali secara online di rumah masing-masing.
“Kamu main HP mulu Shin. Tugas sekolah udah selesai belum?” Bastian kesal melihat Shin yang bermain gawai di kamar. Akhir-akhir ini, Shin selalu menolak saat diajak pergi keluar untuk jogging ataupun berenang. Bahkan Shin tak mau menemani Bastian keluar membeli makanan dan takjil kesukaannya.
“Udah selesai semuanya kok kak,” jawab Shin, ia tetap fokus pada permainan game online-nya. Bastian mendesah, “nanti temenin kakak ke pasar buat beli makanan ya?”
“Emm, gimana kalau kita pesan makanan online aja kak?”
Kali ini Bastian benar-benar lelah, “teserah kamu deh,” jawabnya ketus sambil meninggalkan kamar Shin.
Shin memandang kakaknya dan merasa sedikit bersalah. Ia melanjutkan kembali permainan game online-nya. Ia sedang berlatih untuk turnamen nanti.
“Good game” Revan, salah satu dari 5 orang yang akan mengikuti turnamen bersama Shin memuji Shin lewat aplikasi chat
“Thank you, kamu juga keren kok,”
“Besok mau nongkrong di ruangan klub nggak? Main bareng bentar pas pulang sekolah. Hari Minggu nanti udah cuti Ramadhan,”
“Yang lain udah sepakat buat latihan besok?” tanya Shin. Ia baru sadar hari Minggu sudah cuti Ramadhan.
“Udah kok. Kamu bisa nggak datang besok?
Shin belum bisa menjawab chat dari Revan, ia harus bertanya pada kakaknya apakah kakaknya bersedia menunggunya sepulang sekolah besok mengingat mereka berdua datang ke sekolah bersama-sama menggunakan sebuah sepeda motor.
“Kakak, besok aku bakal ada kegiatan di klub sepulang sekolah sebentar. Kakak mau nunggu nggak?” tanya Shin hati-hati. “Klub yang mana? Jangan bilang klub itu lagi?” Shin mengangguk pelan.
“Oke deh, kali ini aja ya?” Bastian mengusap lembut puncak kepala Shin dengan gemas. Shin mengucapkan terima kasih pada Bastian.
“Aku bakal langsung nunggu kamu di ruangan klub gaming sepulang sekolah ya?”
Shin mengangguk.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Bastian mampir ke kantin untuk membelikan mie, roti, dan air mineral untuk Shin.
Selesai berbelanja, Bastian segera menuju ruangan klub, tempat Shin berada. Ketika masuk ruangan tesebut, Bastian melihat adiknya tertawa bersama dengan seorang cowok yang sepertinya seumuran dengannya alias kelas 11 juga. Cowok itu tertawa sambil mengelus rambut Shin. Bastian menghentikan aksi cowok tersebut. Bagi Bastian, cowok itu sudah berani melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan orang lain. Bastian takut mereka melakukan hal seenaknya pada adik semata wayangnya.
Suasana ruangan klub itu tidak seperti biasanya. Bastian menenagkan dirinya sedangkan mereka tetap melanjutkan latihan mereka. Nanta sibuk mengawasi mereka semua. Ia sebenarnya merasa tak enak atas kejadian tadi, dimana Bastian tiba-tiba menarik tangannya dari puncak kepala Shin. Bagi Nanta, Bastian benar-benar kakak yang protektif! Nyalinya sedikit menciut melihat tatapan mata Bastian yang benar-benar kesal padanya.
Cuti Ramadhan dinikmati oleh banyak warga sekolah yang beragama Islam, maupun non-muslim temasuk Bastian dan Shin. Setelah kejadian di ruangan klub itu, hubungan Bastian-Shin menjadi kurang baik, Bastian tak mau berbicara dengan Shin dan Shin menyadari hal tesebut, maka Shin juga memutuskan untuk diam.
Selesai Ramdhan, pertandingan e-sport semakin dekat. Mereka tetap rutin berlatih. Dan akhirnya, mereka berhasil meraih juara 2. Walaupun tak bisa meraih juara pertama, mereka tetap bersyukur.
“Shin menang turnamen e-sport ya? Dia meamng hebat sih,” puji Ram saat mengibrol dengan Bastian.
“Pokoknya gue ingin dia keluar dari klub itu secepatnya,”
“Loh? Kenapa?” Ram heran dengan Bastian
“Dia nggak aman disana, banyak banget cowok-cowok yang gak bener disana,”
“Lo ngehina gue nih ceritanya?”
Bastian terdiam
“Bukannya gimana ya, tapi lo itu terlalu khawatir sama Shin! Lo terlalu ngelindungi dia, makanya lo selalu berpikir yang enggak-enggak setiap Shin dekat sama cowok lain,” celetuk Ram.
“Lo mau nyari gara-gara sama gue?” Bastian sepertinya marah
“Akhir-akhir ini lo cepat banget emosian. Udah lah mendingan lo buka mata lo, cari cewek yang bisa ngertiin masalah lo,” Ram memberi saran, namun Bastian menatapnya kebingungan.
“Selama ini, lo nggak sadar ya, Ginny terus natap lo. Ginny terus berusaha bersikap baik sama lo, ya Ginny memang baik sih orangnya sama siapa aja. Tapi, melihat lo yang sering emosian akhir-akhir ini, Ginny selalu khawatir dan selalu berusaha ngedeketin lo, berusaha buat tahu apa masalah lo!” jelas Ram.
“Ginny suka gue?” gumam Bastian. Ia baru sadar tentang keberadaan Ginny di kehidupan sekolahnya.
“Mending lo sekarang berusaha deketin dia, bersikap baik sama dia, kasih dia kesempatan berada di samping lo,” saran Ram.
“Enggak, gue nggak ada waktu untuk ngelakuin semua itu. Gue lagi ada masalah,” tolak Bastian.
“Masalah tentang adik lo kan? Cerita aja sama dia, siapa tahu dia bisa bantu,”
“Oh ya, FYI, kalau mau keluar dari klub gaming, minimal udah bertahan satu tahun disana, baru deh bisa keluar,”
Bastian menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dnegan kasar.
Bastian keluar kelas menuju taman sekolah untuk mencari udara yang segar. Disaat itulah ia melihat Shin lebih dahulu ada disana.
Melihat Shin melamun seperti itu, membuat Bastian merasa bersalah. Ia takut Shin kenapa-kenapa akibat laki-laki, tapi di sisi lain, Bastian benar-benar merasa bersalah karena mendiamkan Shin hingga beberapa minggu.
Pukul 19.30, Bastian masuk ke kamar Shin. Dia melihat Shin sedang duduk di meja belajarnya sambil mendengarkan musik lewat headset. Bastian memeluknya dari belakang, Shin nampak terkejut dan membuka headset yang ada di telinganya.
“Maaf ya sayang?” Bastian semakin erat memeluk Shin.
“Kakak?”
“Kakak minta maaf karena terlalu khawatir sama kamu. Kakak juga minta maaf karena mogok ngomong sama kamu. Kakak bener-bener kangen suara kamu, Shin,”
“Kakak nggak salah kok,” ujar Shin. Shin juga memeluk Bastian, ia kangen kakaknya yang seperti ini.
“Jadi, kamu mau keluar bareng malam ini?”
“Kemana?”
“Ke mall, ke taman kota, ke pasar, pokonya bebas mau kemana terserah kamu. Aku bakal traktir kamu Shin. Kamu bebas mau beli apa aja”
“Gimana kalau ke mall? Aku mau beli sesuatu, mumpung di-traktir sama kakak,”
Bastian mengangguk senang. Akhirnya ia bisa mendengar lagi suara Shin setelah hampir dua minggu tidak pernah berbicara.
Angin malam menusuk tulang Shin yang sedang duduk di bangku belakang jok motor. Namun, Shin tidak terlalu peduli, ia sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama Bastian.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *