SEBUAH POHON

Khairun Nisa. Itu adalah nama yang diberikan oleh ayahku sewaktu aku bayi. Begitu istimewanya nama itu, sebab ia memiliki arti ‘Sebaik-baik Wanita’. Ya! Bukan tanpa sebab ayahku memberikan nama itu, melainkan sebagai do’a agar aku menjadi wanita baik dan shalihah.

Kala itu, ayahku akan pergi ke kebun. Akupun ingin sekali ikut dengannya, hingga ayah pun mengizinkan walau sedikit tidak yakin, karena usiaku saat itu sekitar 5 tahun.

Aku pergi ke kebun dengan wajah yang sangat riang, hingga ayah pun tersenyum melihatnya. Ayahku terus memegang erat tangan kananku selama dalam perjalanan, namun sesekali aku digendongnya karena aku merasa lelah.
Dan ketika di perjalanan, aku melihat sebuah pohon kecil yang bengkok. Lalu aku meminta ayah agar membuatnya menjadi tegap lagi, dan ayah pun berhasil meluruskan pohon kecil itu. Aku tersenyum senang.

Kami teruskan perjalanan, dan sampailah pada kebun milik ayah. Di sana terlihat deretan sayuran hijau yang segar, dengan pohon-pohon besar di pinggir kebun. Aku kagum melihatnya, karena ini adalah pertama kali aku melihat keindahan kebun. Sesekali aku mengamati semua pohon besar dan lebat itu, hingga netraku tertuju pada pohon yang tampak bengkok, persis seperti pohon kecil yang aku temui tadi bersama ayah. Lalu aku meminta kembali ayah untuk meluruskan pohon besar itu. Tetapi ayah hanya tersenyum kepadaku. Aku terus memaksa ayah untuk membuat pohon besar itu menjadi tegap. Kemudian ayah menghampiri pohon itu, dan ayah kesulitan untuk meluruskannya. Aku terkejut, mengapa ayah tidak bisa meluruskannya seperti pohon tadi yang aku temui sewaktu dalam perjalanan.
Akhirnya aku bertanya, “Ayah, kenapa engkau tidak bisa meluruskan pohon besar itu? Sedangkan pohon di perjalanan tadi, engkau mampu meluruskannya dengan cepat dan sempurna.”

Lantas ayahku kembali tersenyum dan berkata, “Nak, dua pohon itu laksana 2 keadaan. Jika sekarang kamu masih kecil, maka akan mudah bagi ayah untuk membimbingmu menuju jalan kebenaran, dan akan mudah bagi ayah dalam mendidikmu mengenai semua hal yang berhubungan dengan agama Islam. Kamu bagaikan pohon kecil yang kita temui di perjalanan.”

Aku terheran seraya menggelengkan kepala, tanda aku belum mengerti dengan apa yang diucapkan ayah.

“Dan jika kamu sudah dewasa nanti, kamu bagaikan pohon besar itu. Ayah akan begitu sulit untuk membimbingmu ke jalan kebenaran jika engkau melakukan hal yang tidak disukai Allah,” lanjut ayah dengan senyum yang taklepas dari wajahnya.

Dan sekarang, aku sudah mengerti apa yang diucapkan ayah kala itu. Aku tetap istiqomah dan selalu berusaha berada dalam jalan yang diridhoi Allah. Karena dahulu waktu aku kecil, ayah telah membimbing dan mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *