Ramadhan Penuh Dukacita

Assalamu’alaikum, teman-teman. Marhaban Yaa Ramadhan. Selamat menyambut bulan Ramadhan. Bagaimana perasaan kalian saat bulan ini tiba? Kalau aku merasa senang karena bulan ini sangat banyak keistimewaannya. Apa saja? Yuk, simak di bawah ini :

Yang pertama, Ramadhan adalah bulan Tarbiah atau bulan Pendidikan. Mengapa? Sebab berpuasa mendidik manusia untuk bersabar dan jujur. Sabar untuk menahan lapar dan haus serta mengendalikan hawa nafsu. Dan, kita pun turut merasakan penderitaan orang yang kelaparan di luar sana. Padahal, kita di rumah malah selalu membuang-buang makanan. Yuk, mulai sekarang jangan mubazir lagi!

Ada pula seseorang yang hendak melakukan salat. Sebelum salat, ia tak lupa berwudhu. Namun apa yang dilakukannya? Dia sengaja menelan air saat sedang berkumur-kumur. Kala itu, memang tak ada orang lain yang melihatnya, namun percayalah Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan hamba-Nya. Maka rugilah puasa orang tersebut karena perbuatannya. Jadi, bulan Ramadhan ini kita dididik menjadi insan yang jujur.

Selain itu, ramadhan adalah bulan Magfirah. Yang artinya bulan Ampunan. Yup, bulan ramadhan ini kan merupakan waktu terbaik untuk manusia bertaubat, memohon ampunan pada Sang Maha Pencipta. Berharap agar dosa-dosa kita yang telah lalu dapat diampuni.

Oh ya, ada banyak keseruan yang hanya kurasakan selama bulan Ramadhan. Membuat pancake cokelat saat sahur, sholat tarawih, dan tadarrus Al Qur’an, memasak omelet sepulang tarawih, ngabuburit di sore hari, serta buka puasa sekaligus reuni bareng kawan lama.

Akan tetapi, lain halnya dengan bulan Ramadhan tahun ini. Bolak-balik ke rumah kakek di Sidrap. Eh, bukan untuk mudik, melainkan karena kakek sedang sakit. Letaknya pun sangat jauh dari Makassar, tempat tinggalku. Ini pengalaman pertamaku melakukan perjalanan ditemani kegelapan malam. Butuh waktu lima jam untuk sampai di sana. Dan, aku tak bisa terlelap sedikitpun. Pikiranku terus tertuju pada kakek.

Sesampainya di sana, kamar kakek dipenuhi seluruh anggota keluarga. Lengkap. Ada aku, mama, papa, para sepupu, dan juga tante dengan omku. Ternyata, kakek mengidap stroke. Bagian tubuh sebelah kirinya tak lagi berfungsi.

Kami berkumpul dan mendoakan kakek. Aku turut berdoa menahan tetesan air mata. Ya Allah, Hamba memohon angkatlah penyakit yang di derita kakek. Aamiin.. Isyfii yaa Rabb (artinya : Aamiin…Sembuhkanlah Ya Allah).

Dua hari kemudian, keadaan kakek membaik. Aku beserta kedua orangtuaku pun pulang kembali ke Makassar. Keesokan harinya, aku mengikuti kegiatan amaliah ramadhan di sekolah. Sepulang sekolah, alangkah terkejutnya saat kudengar kabar bahwa penyakit kakek makin parah.

Kakek diberi rujukan oleh dokter untuk pindah di rumah sakit di Makassar. Setiba di Makassar, kakek langsung dirawat ruang ICU. Di ruangan ini, kakek dirawat lebih ketat dan intensif. Ada seperangkat alat yang menempel di tubuh kakek. Selain itu, makan pun memakai selang. Kasihan kakek, ia pasti tersiksa dengan keadaannya. Yang lebih parah, kesadaran kakek makin lama makin menurun.

10 hari di rumah sakit. Tepatnya pada Ramadhan hari ketiga belas, kakek menghembuskan napas terakhirnya. Sesuai kesepakatan keluarga, kakek akan dimakamkan di Sidrap. Kami berbondong-bondong lagi menuju Sidrap.

Aku sampai di sana sudah malam hari. Malam ini, aku dan sepupuku tidur berdekatan jenazah kakek. Ini adalah kesempatan terakhir untukku bisa melihat wajah kakek. Sungguh, tak kusangka. Di Ramadhan kali ini, kakek telah pergi. Bukan untuk sementara, melainkan pergi selamanya.

Pagi hari tiba, seluruh anggota keluarga kembali berkumpul. Untuk pertama kalinya, aku mengikuti sholat jenazah. Aku juga mengantar kakek hingga pemakaman. Sangat sedih rasanya. Ramadhan kali ini penuh dengan dukacita. Selamat jalan, kakek. Semoga kau tenang di alam sana.

Oleh : Ainun Mubin Misbah N

Dari : Makassar


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *