Puasa Di 3T

Inilah kisah indahnya toleransi agama yang kurasakan tiga tahun yang lalu, ketika pelosok Nusa Tenggara Timur menjadi tempat pengabdianku sebagai guru sarjana mendidik didaerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T).

Kesekolah itulah aktivitas rutinku, mengajar kegiatan utamaku sambil sesekali berinovasi dan mengajari para guru belajar menggunakan komputer. Bertuga di SDI Gololambo Kec. Satarmese Kab. Manggarai Nusa Tenggara Timur dengan empat guru asli warga sekitar sekolah.

Gambaran desa ini sesungguhnya jauh dari kata layak, jauh dari jalur kendaraan ke kota, dan dihiasi  jalan berbatu sisa rencana pengaspalan yang tak pernah kunjung direalisasi, desa yang kini dipisahkan sungai tanpa jembatan. Tenaga surya (matahari) dan mensin genset menjadi andalan sumber listrik antara pukul 18.00 – 20.00 WITA selebihnya yang ada hanya gelap gulita.

Didesa ini aku memilih hidup sendiri di rumah sewaan warga. Sebelum Ramadhan terbayang beratnya tantangan puasa tahun ini. Tantangan ketika berbuka dan sahur serta tantangan sebagai seorang muslim sendirian di desa ini.

Pagi menjelang, desa nan berhiaskan hijaunya persawahan kini telah bangkit dari tidurnya, para ibu dengan peralatan tani mengiringi para suaminya, anak-anak bersandal dan seragam putih merah berlarian sambil menenteng buku tulisnya, terlihat sederhana sesederhana gedung sekolahnya.

“Tabe gula (selamat pagi) pak guru!!!!” : Ucap mama bertha.

Tak kesekolahkah….?? : Lanjut mama Bertha

Toe Mande (tidak mama) ….. manga acara di kotakah…. jawabku sambil tersenyum.

Pagi ini ku putuskan izin tiga hari yaitu tanggal 4-6 Juli 2013 untuk tidak berangkat

sekolah untuk merayakan awal ramadhan karena di kalender akademik Kabupaten Manggarai tidak ada yang namanya libur awal Ramadhan karena muslimnya minoritas. Inisiatif untuk merayakan awal ramadhan bersama dengan teman-teman senasib yang ada di kota.

Singkat cerita waktu tiga hari dikota kurasakan begitu khidmat dan khusunya menjalankan ibadah puasa dibulan ramadhan karena lingkungan muslim yang cukup banyak serta fasilitas ibadah yang tersebar.

sudah waktunya untukku kembali ke desa pengabdian. Kendaraan khas truck otto kayu membawaku untuk sampai di perbatasan jalan karena harus dilanjutkan dengan jalan kaki. Dan Sepanjang perjalanan kembali terbayang tidak enaknya ramadhan di desa Pengabdian yang akan jauh dari layak. Imaginasi buruk kembali hadir di pikiranku yang membuat kekhawatiran-kekhawatiran makin membesar di kepalaku.

Lamunanku terpecah oleh hadirnya dua anak didik kelas 6 yang tiba-tiba menawarkan bantuan untuk membawa barang-barangku…. awalnya sungkan namun karena memaksa akhirnya kubiarkan mereka membawanya.

“Pak guru Tidak akan Makan sebulankah???…. tanya tiba-tiba si mungil Raflianus Bagur.

Kemarin pak marten bilang, katanya ibu ga makan sebulan…..imbuh rafli.

Sambil tersenyum dan kaget ku akhirnya ku jawab : “bukan Sebulan rafli, tapi tidak makan di siang hari selama satu bulan, tapi kalau malam ya makanlah….

Rafli seakan mengiyakan dengan jawaban : “ooooh…..

Malam menjelang saatnya berbuka puasa, dengan berpedoman sms dari teman di kota akhirnya pengalaman berpuasa pertama di daerah penempatan hari pertama ini dengan teh hangat manis dan makanan kemasan. Namun tidak berapa lama terdengar ketukan pintu dari luar setelah ku buka ternyata muridku mengantarkan jajanan khas buatan orang tuanya.

Pak… ini dari mama untuk bapak yang tidak makan sebulan : seru nuno

Dalam hati saya tersenyum ku jawab : “terima kasih Nuno”..

Sahur pertama serasa istimewa karena merasakan makan malam ditengah yang telah mati hanya ada aungan dan lalu lalang anjing-anjing warga yang menjaga desa ini yang membuatku semakin takut untuk beranjak keluar rumah.  Namun pertolongan makanan instan seakan menjadi berkah tiada tara bagi puasaku di tahun ini.

Rutinitas sekolah pun seakan ikut berbeda dengan hadirnya ramadhan, sekolah yang selalu tersaji ditiap harinya kopi dan makanan khas buatan guru selama puasa kebiasaan itu tiba-tiba hilang. dan setelah di telisik ternyata itu dalam rangka menghormati saya yang berpuasa selama satu bulan kedepan.

Keberkahan ramadhan juga kurasakan dalam bentuk banyaknya fasilitas gratis yang datang dari tetangga kepadaku seperti jatah pinjaman lampu yang sebelumnya di ces dengan tenaga matahari untuk bangun malam, sayur – sayuran, jajanan yang lebih banyak dari biasanya.

Sungguh membuatku tiada berhenti untuk bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan walaupun aku kini hidup jauh dari kaum mayoritas namun ditengah kaum minoritas seperti ini justru kami merasakan kenyamanan yang lebih, terima kasih Golo Lambo, Terima Kasih manggarai atas pembelajaran toleransi yang kau berikan di ramadhan kali ini yang mungkin takkan ku lupa hingga kapanpun…

Oleh: Jamaludin

Dari: Brebes, Jawa Tengah


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *