Perjalanan Ini

Baiklah, ini memang tentang bulan Ramadhan, namun bukan sekedar cerita Ramadhan biasa. Kok bisa begitu? Penasaran? Izinkan aku untuk memberi bumbu kisahku agar Ramadhan  makin berasa nikmat. Hahaha.. maaf berlebihan. Singkatnya akan kuceritakan kenangan Ramadhanku, Ramadhan tahun ini, 1437 H. Semoga menginspirasi dan mengibur.

Hampir saja lupa, perkenalkan, namaku Zaky Abdurrahman. Kawan-kawan dekatku biasa memanggilku “Zabdur”. Aku menjalani pendidikan yang memberi bekas pengalaman beragam. Aku pernah mengenyam 6 tahun pendidikan dalam boarding school yang terletak di Kabupaten Bogor, Al-Kahfi Islamic Boarding School namanya. Kini, sedang menjalani studi S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Jawa Barat.

Seperti biasa, pagi ini ku terbangun kembali setelah tertidur pulas sepulang sholat shubuh. Bantal guling serta kasur, menjadi ujian tersendiri saat melawan kantuk. Jam telah menunjukkan jarumnya di angka 8. Gawat, aku kesiangan lagi! Idealnya, walaupun sedang dalam keadaan berpuasa, badan harus tetap fit. Olahraga setelah sholat shubuh seharusnya rutin kukerjakan. Baiklah, besok wajib bangun pagi tanpa molor lagi, insyaa’ Allah.

 Ramadhan 1437 H tahun ini kujalani dengan sedikit berbeda. Kali ini kutinggal bersama keluarga kakek di Bandung. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan yang biasanya kujalani bersama orangtua dan adik-adikku di rumah, kini hampir sebulan penuh Ramadhan kulalui bersama kakek nenek dan sepupuku Letak kampusku di Jatinangor, berdampak pada rute perjalanan yang tiap hari kutempuh.  Bila jalanan lancar, perjalanan memakan waktu setengah jam. Jika jalanan macet, bersiaplah ‘menikmati’ indahnya mobil-mobil dan motor yang berjubel membentuk orkestra klakson. Minimal dua jam yang harus kutempuh untuk sampai ke kampus

Dari notif chat yang kubaca semalam, hari ini adalah hari yang spesial. Seluruh kawanku,  alumni SMA boarding wilayah Bandung, mengadakan event buka bersama (bukber) yang bertempat di Panti asuhan, tak jauh dari Jatinangor. Susunan panitia dan detail acara telah dibentuk. Aku diminta untuk mengisi sesi do’a penutup. Tadi pagi, sebelum pamit dengan kakek, kusempatkan meminta saran padanya, kira-kira do’a apakah yang tepat untuk kubacakan nanti di penghujung acara.

Kucatat baik-baik saran kakekku dalam secarik kertas, lalu kulipat dan kusisipkan di kantung kanan bajuku. Tahukah kalian? Aku sedikit gugup.

Sambil mempersiapkan do’a itu, aku duduk dalam bus menikmati perjalanan. Tak terasa, bus telah sampai tepat di pangkalan Damri dekat  kampusku. Kulangkahkan kaki meninggalkan bus Damri, dan kutapaki aspal berdebu. Siang itu panas menyengat. Kawan, selain mempersiapkan do’a untuk bukber di panti asuhan, aku mengurus peralihan jurusan kampusku. Itulah yang membuatku menghabiskan Ramadhan di rumah kakek, dan membuatku merasakan  pulang pergi Jatinangor-Bandung.  Secara prosedur, memang proses administrasi kampusku terbilang panjang dan membutuhkan surat-menyurat antar pihak civitas akademika kampus. Hal itu menguji kesabaranku dan mengolah teknik komunikasi formalku. Singkatnya, seperti ungkapan, “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.”  Berbagai urusan dalam satu waktu harus kutuntaskan.

Sore hari, hujan perlahan turun. Rintiknya mulai membasahi ransel dan tas folder holder plastikku. Telepon genggamku berdering, kuangkat lalu temanku berkata,

“Dur (panggilan akrabku), udah di mana? Jadi ikutan kan bukber kan?”

“Iya, InsyaaAllah…sorry yah lagi ada urusan di dekanat bentar nih. Nanti langsung ke sana kok.” Jawabku dengan ringkas.

Sepatuku beradu dengan beceknya jalanan menuju minimarket, tempat dimana aku akan dijemput  menuju panti asuhan. Tak sebentar aku duduk menunggu. Kusempatkan untuk sholat ashar di masjid kampus. Seusai sholat kulihat dua temanku menyapa ku, memberi isyarat agar naik ke motornya. Kami berangkat menembus kemacetan akibat berlombanya orang-orang mencari takjil menjelang adzan. Lantas, jalan dibanjiri lautan motor dan ribuan mobil.

Sesekali kami menyalip truk besar, sesekali kami melambat di balik mobil. Akhirnya sampailah di tujuan.

“Ramadhan ceria!…Ramadhan ceria!” Teriak para penghuni panti menyanyikan yel-yel buatan temanku.

Wajah  ceria penuh tawa, terlihat jelas mewarnai ruangan kecil itu. Satu-persatu susunan acara berlalu, sampailah pada giliranku untuk menutup dengan do’a yang kutulis dalam secarik kertas. Kuucap basmalah, lalu kumulai bacakan do’a. Ya, sekali lagi kukatakan, aku gugup kawan. Lisanku sedikit gagap, namun lanjar juga. Alhamdulillah.

Kawan, di Ramadhan 1437 H tahun ini pula, ku bersabar tuk merawat jahitan operasi mata ikan di jari tengah tangan kananku.  Sejujurnya aku sedikit terganggu, terutama saat usai sholat, lalu ada yang meminta bersalaman. Perban yang mulai usang dan agak kehitaman karena debu, terasa mengganjal dan memberi kesan agak jorok. Ini tentang kesabaran kawan. Ada pula kekecewaan akibat tertundanya proses administrasi pindah jurusan, akibat cuti lebaran. Lagi-lagi satu kata : sabar. Pengalaman bukber bersama yatim piatu, memberi kesan juga. Aku belajar, betapa berharganya pendidikan. Kupelajari itu, saat kutanya salah satu anak panti yang harus bekerja, meskipun sebenarnya ia ingin kuliah. Kudapati pula, bahwa keluarga sangat berarti saat kulihat mereka yang telah kehilangan ayah dan ibu. Perjalanan pulang-pergi Bandung-Jatinangor juga mengajariku bahwa dalam perjalanan selalu ada hikmah. Dari perjalanan itu, kusadari bahwa banyak orang berbeda-beda dalam urusan, namun masih mementingkan orang disekitarnya. Terlihat jelas saat penumpang bus, anak muda, mengalah  memilih untuk berdiri dan memberikan kursinya untuk ibu dan anaknya yang masih belia. Para pengamen jalanan, mengajariku arti berbagi disaat mereka menyodorkan kantungnya pada penumpang.

Saat jus jambuku, takjil untuk berbuka, terjatuh dan bocor di lantai bus, seorang wanita memberikan tisunya untuk membersihkan jus yang tumpah di tanganku. Tahukah kawan?

Sedikit konyol penyebabnya.  Itu akibat serangan kantuk, genggamanku perlahan kendur, lalu jatuhlah kantung  kresek  berisi jus jambu itu. Secara tersirat, kejadian itu mengajarkanku bahwa hidup tak bisa berjalan tanpa saling membantu sesama.

Kusimpulkan kawan, bahwa hakikat Ramadhan adalah PERUBAHAN menuju taqwa. Ketika selepas Ramadhan tak tampak PERUBAHAN, maka bertanyalah  pada hati dan akal kita masing-masing. Apa gerangan, yang membuat diri ini tak mudah tuk kembali pada fitrah di hari yang fitri, 1 Syawal nanti? Agama Islam menitikberatkan para pemeluknya untuk berakhlak mulia. Yang patut kita renungi, mengapa negeri yang ‘katanya’ mayoritas muslim ini tak menampakkan Islam yang sejati? Menurutku kawan, yang bermasalah bukanlah agamanya, bukanlah Islamnya. Melainkan, para pemeluknyalah yang WAJIB berupaya memperbaiki akhlak dan menunjukkan pribadi-pribadi muslim dan muslimah yang kaffah (menyeluruh) dan berintegritas. Tunjukkanlah ! Bahwa Islam itu mulia, memuliakan pemeluknya serta menjadi rahmat bagi semesta alam.

Semoga bermanfaat. Terimakasih telah membaca.

Oleh: Zaky Abdurrahman

Dari: Bogor, Jawa Barat


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *