Menzalimi dan Dizalimi

Menzalimi dari kata dasar zalim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menindas; menganiaya; berbuat sewenang-wenang terhadap;. Ingin membahas ini, karena teringat cerita seorang teman yang pernah merasakan seperti “dituduh” menzalimi sekaligus merasakan bahwa dialah sesungguhnya yang sedang dizalimi sekelompok orang.

Cerita seorang teman telah mengajarkan kepadaku bahwa menjalin silaturahmi dengan tulus tanpa basa-basi apalagi dengan menyembunyikan kebencian dengan sikap manis di depan seseorang adalah suatu yang bisa melukai perasaan orang lain. Di depan manis tapi di belakang mengumbar aib seseorang. Mungkin pada saat itulah telah ada yang terzalimi.

Suatu saat, sebut saja wanita 1 merasa ada yang berubah pada atmosphere dan suasana kantor. Perlahan dia merasakan teman satu ruangan kantor mulai menjauhi, entah kenapa. Saat makan siang yang biasanya bersama mulai terasa ada yang lain. Bahkan dia pun mulai tidak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan. Wanita 1 mulai merenung. Dia terus berpikir dan mencari penyebab kenapa wanita 2, 3, 4 dan 5 mulai menjauhinya. Dari hasil perenungan itu, mulailah dia menyadari bahwa nampaknya dia telah melakukan kesalahan sebagai tim yang selalu menolak tugas tim dan memilih-milih pekerjaan. Wanita 1 mulai mencoba memperbaiki diri, namun akses terhadap kegiatan kantor sepertinya telah diboikot suatu kelompok. Segala upaya telah dilakukan dan akhirnya wanita 1 pasrah “seolah-olah dikucilkan” kelompok yang sebetulnya dulu bersahabat. Lebih menyedihkan hatinya adalah ketika didengarnya sendiri dua orang dari kelompok itu bercakap dan mengatakan, “Sudah cukup kita dizalimi dia!” dan semakin sedih hatinya saat didengarnya tawa mereka dan tetap mengacuhkannya yang terdiam di meja kerja. Dia ingin memperbaiki kesalahan, namun nampaknya bagi kelompok itu tidak terpikirkan perubahan, mungkin yang terpikirkan adalah sudah terlanjur salah tetaplah salah.

Dalam keadaan yang tidak enak, dia mencoba menerima semua itu. Pelariannya adalah selalu menyempatkan sholat dhuha di mushola yang tidak jauh dari ruang kerja. Dia tumpahkan semua perasaan kepada Allah SWT dan memohon pengampunan atas segalah hal yang membuat suatu kelompok membencinya karena mungkin atas kesalahan yang pernah dilakukan. Tak lupa rasa syukur dia panjatkan padaNya dengan peristiwa “pengucilan” ini. Hatinya terus berdoa mudah-mudahan pengucilan ini adalah jalan yang diberikan Allah SWT agar dia dapat memperbaiki diri. Mencoba terus setiap hari bertegur sapa. Alhmdulillah ditanggapi walaupun terasa hambar dan formalitas satu ruangan saja.

Merasa sudah maksimal bertahan, maka diapun mengajukan diri ke HRD kantor dan mengutarakan rotasi di divisi lain dengan alasan sudah cukup lama berada di divisi yang sekarang. Tak diduga olehnya, malah dia mendapatkan promosi jabatan di tempat baru. Tempat baru, teman baru dan tantangan baru yang membuat karirnya melesat. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, dia dapat merasakan kasih sayang Allah SWT kepadanya. Limpahan kasih dan kemudahan atas kesulitan yang dia rasakan sebelumnya. Peristiwa itu mengajarkan kepadanya banyak hal terutama adalah untuk terus berpikir positif, berbuat positif dan seoptimal mungkin menghilangkan perbuatan dan energi negatif. Satu yang menjadi keinginannya bisa menjalin kembali silaturahmi dengan tulus dengan kelompok yang telah menjauhinya. Harapan itu dia wujudkan di berbagai kesempatan dengan bertegur sapa dan berjabat tangan serta doa yang terus dia lakukan. Alhamdulillah, atas beberapa event satu persatu personal kelompok menghubunginya. Tentunya untuk suatu pekerjaan secara professional. Kesempatan itu tidak dia sia-siakan. Menghilangkan perasaan negatif dan dengan Bismillah menjalin kembali silaturahmi.

Sesungguhnya segala peristiwa adalah atas izin Allah dan Dia Maha Tahu batas kemampuan seseorang. Allah mempunyai cara tersendiri untuk menyadarkannya. Tidak semua peristiwa yang kita anggap buruk adalah sesuatu yang buruk. Allah memberikan peristiwa buruk agar kita belajar sabar, belajar untuk menghilangkan penyakit hati dan belajar berpikir positif. Selain itu, peristiwa yang kita anggap buruk adalah cara Allah mengajarkan kita belajar melewati ujian dan percaya diri menghadapi keadaan dengan tetap di jalanNya.

Hal lain yang bisa kita ambil dari pelajaran peristiwa wanita 1 adalah janganlah selamanya menganggap buruk seseorang, maafkan dan berikanlah kesempatan memperbaiki. Jangan terus mengumbar aib seseorang yang pada kenyataannya orang yang diumbar aib telah menyadari dan memperbaiki diri. Manusia tempatnya salah, hanya Allah SWT yang Maha Sempurna.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *