Kontribusi Perempuan Dalam Pengembangan Ilmu Keagamaan Dan Dakwah (2)

Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya. Pada zamannya tidak ada orang yang menandingi Aisyah dalam tiga bidang ilmu yaitu: ilmu fiqh, ilmu pengobatan, dan ilmu syair. Dan, Ia telah meriwayatkan hadits Nabi saw sebanyak 2.210. Beberapa perawi meriwayatkan hadits bersumber darinya. Sebagian besar sahabat juga biasa bertanya kepadanya tentang masalah ibadah-ibadah fardhu. Aisyah wafat dalam usia 66 tahun, pada malam Selasa 17 Ramadhan tahun 57 atau 58 Hijriah, setelah melaksanakan shalat witir. Sesuai pesannya jenazah beliau  dikuburkan di Baqi, bersama para istri Nabi yang lain.

Pada periode klasik perkembangan Islam banyak bermunculan tokoh-tokoh perempuan yang berpengaruh. Salah satu contoh, tokoh perempuan shufi yang sangat terkenal, Rabi’ah al-Adawiyah. Nama lengkapnya adalah Rabi’ah binti Ismail bin Hasan bin Zaid bin Ali bin Abi Thalib. Tidak ada telaah mengenai mistisisme Islam yang dapat dibayangkan tanpa menyebut Rabi’ah al-Adawiyah, yang telah sangat lekat dengan suatu cinta eksklusif kepada Allah swt. Ia dilahirkan tahun 717 M dalam sebuah keluarga miskin dan harus kehilangan kedua orang tuanya di usia dini. Tertangkap dalam sebuah perampokan, ia diperbudakkan. Sang tuan yang mempunyai rencana ambisius terhadapnya, bagaimanapun, menjadi sangat terinspirasi dengan kesadaran dan pengabdian religiusnya sehingga membebaskannya. Setelah menunaikan haji ke Mekkah, Rabi’ah tinggal di Basrah, belajar, mengajar, dan melaksanakan sebuah kehidupan esketis yang didasarkan atas cintanya kepada Tuhan. Di antara para sahabatnya, terdapat beberapa ulama dan sufi terkenal, seperti Sufyan ats-Tsauri yang biasa menantang Rabi’ah dengan pertanyaan-pertanyaan kompleks. Selain itu, ia juga memiliki beberapa murid pria dan perempuan. Sebagaian doa dan puisinya masih dapat dilihat hingga kini. Rabi’ah al-Adawiyah merupakan sosok pertama yang mengajarkan kemurnian cinta kepada Tuhan lebih demi keridhaan-Nya daripada demi pahala-Nya. Rabi’ah Al-Adawiyah dijuluki sebagai The Mother of the Grand Master atau Ibu Para Sufi Besar karena kezuhudannya dan meninggal pada tahun 801 M. Ia juga menjadi panutan para ahli sufi lain seperti Ibnu al  Faridh dan Dhun Nun Al  misri. Kezuhudan Rabi’ah juga dikenal  hingga ke Eropa.

Syuhda, yang merupakan nama panggilan Fakhr an-Nisa (kebanggaan kaum perempuan). Nama lainnya, al-Katiba (sang penulis), menunjukan kepiawaiannya dalam bidang kaligrafi; sebuah seni yang secara mendalam dipelajari dan diajarkan hanya oleh segelintir orang yang benar-benar ahli. Syuhada mengajar sejumlah besar pelajar pria dan permepuan pada Universitas Baghdad dalam beragam cabang teologi dan merupakan salah seorang ulama penting di masanya hingga ia wafat pada 1178 M.

Seperti contoh istri-istri Rasul yang memiliki kontribusi di dalam dakwah dan lebih dari 100 nama tokoh perempuan tercatat di dalam buku Ensiklopedia Nabi Muhammad saw yang memiliki peranan penting pada masa Nabi. Namun, literature Eropa abad Pertengahan secara umum menggambarkan bagaimana perempuan dipandang sebagai warga Negara kelas dua. Namun demikian, sumber-sumber sejarah Abad Pertengahan juga menyatakan bahwa intelektual-intelektual perempuan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peradaban dan memperkaya khazanah interlektual.

Pada abad pertengahan muncul tokoh perempuan Islam yang sangat berpengaruh yakni Fatima al-Fihria. Fatima al Fihri, seorang muslimah asal Maroko yang mencetuskan pendirian Universitas Al Qarawiyyin sebagai perguruan tinggi tertua dan pertama di dunia yang menawarkan gelar kesarjanaan. Fatima al Fihri (800 – 880 M) mendapat julukan Oum al Banine (artinya “Ibu dari Anak-Anak”) merupakan putri dari Muhammad al Fihri, yang bermigrasi ke Fes, Maroko dari Qairawan (terletak di wilayah Tunisia).          

Universitas Al-Qarawiyyin atau Al-Karaouine adalah universitas pertama di dunia yang berlokasi di Fes, Maroko yang didirikan pada tahun 859 M. Universitas ini telah dan terus menjadi salah satu pusat spiritual dan pendidikan terkemuka dari dunia Muslim.

Al-Qarawiyyin memainkan peran utama dalam hubungan budaya dan akademis antara dunia Islam dan Eropa di abad pertengahan. Al-Qarawiyyin adalah bagian dari masjid dan mendapatkan perlindungan dari Sultan. Dikompilasi banyak pilihan manuskrip yang disimpan di perpustakaan yang didirikan oleh Sultan Abu Inan Faris dari Dinasti Marinid pada tahun 1349 M. Al-Qarawiyyin dimainkan, di abad pertengahan, peran utama dalam pertukaran budaya dan transfer pengetahuan antara Muslim dan Eropa. Pelopor akademisi seperti Ibnu Maimun /Maimonides (1135–1204), Al-Idrissi (w.1166 M), Ibnu al-Arabi (1165-1240 M), Ibnu Khaldun (1332-1395 M), Ibnu al-Khatib, Al-Bitruji/Alpetragius, Ibnu Hirzihim, dan Al-Wazzan semua terhubung dengan Universitas baik sebagai mahasiswa atau dosen. Di antara cendekiawan Kristen mengunjungi Al-Qarawiyyin adalah tokoh Belgia Nicolas Cleynaerts dan tokoh Belanda Golius. Al-Qarawiyyin menjadi universitas modern pada tahun 1947 M, dengan memberikan gelar akademik.

Hingga saat ini, Fatima al-Fihri sangat dihormati dan menjadi teladan bagi para wanita Maroko karena kebijakan, kepedulian dan kebaikan hatinya. Pengorbanan personalnya lah yang menjadikan dirinya sebagai inspirasi bagi setiap wanita. Al-Qur’an dan Hadits (As-Sunnah) mengilhami setiap pria dan wanita untuk menuntut ilmu. Sejarah mengenai Fatima al-Fihri telah memberi penjelasan tentang peran dan kontribusi perempuan Muslim terhadap peradaban Islam. Peran penting ini diharapkan mampu menepis stigma buruk para cendikiawan Barat terhadap peran perempuan Muslim. Fatima telah menunjukkan kepada kita bahwa berabad abad dahulu, telah hadir seorang perempuan Muslim taat yang memilki kecerdasan tak kalah hebatnya dengan perempuan modern saat ini.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *