Kenangan Mendung Dikala Hujan Yang Berubah Jingga Ketika Rindu Datang Bersama Senja

Senja dan jingga. Mendung dan hujan. Rindu dan kenangan. Kata yang saling berkait membentuk keindahan kalimat dalam setiap sajak-sajak penulis. Namun, bukan itu yang akan terjadi dan terlewat. Bukan hanya sekedar kata pemanis luka ataupun menjadi temara dalam gelap malam. Tapi ini adalah sebuah kisah perjuangan. Mereka adalah anak-anak dari desa Sumbawa. Hidup di sebrang pulau yang jauh dari kelap gemerlap cahaya lampu taman kota, tinggal di tempat dimana para anak katak berlari dan suara jangkrik yang mengerik dengan kelap-kelip tubuh kunang-kunang malam.
Berteman dalam tawa dan luka, bersahabat selamanya. Itulah semboyan mereka. Berkembang dalam kesederhanaan, pilu luka sudah biasa mereka rasa. Tinggal jauh dari kata sempurna, namun bermakna bahagia. Persahaban mereka sangatlah indah, serupa warna langit ketika cahaya matahari hendak berganti dengan bintang-bintang. Ikatan yang terjalin rapi dan terbalut indahnya dekapan ajaran islam.
Sore itu, sebelum langit berubah warna.
“ Jingga !!!!!” suara merdu rindu memanggil jingga dari kejauhan
“ iya Rindu “ sembari menoleh dan menatap Rindu yang datang mendekatinya
“ ah…ah…ah… sebentar, aku sangat lelah. Kau berjalan sangat cepat “
“ ha..ha..ha.. kamu sih, yang selalu terlambat untuk berangkat. Pasti kamu ketiduran lagi. Iya kan ? “
“ ah.. Jingga, kau seperti tidak mengerti aku saja. Tapi aku minta maaf ya “
“ iya aku mengerti Rindu. Tapi bukankah kemari sudah di jelaskan oleh ustadah Lia, bahwa kita tida boleh terburu-buru dalam melakukan sesuatu” tersenyum dengan manis
“ iya deh.. “ Rindu tersipu malu
“ ya sudah, ayo kita segera jalan, nanti takutnya kita terlambat “
Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju masjid. Sudah menjadi kebiasaan anak-anak untuk pergi kajian dan belajar ilmu agama disana.
“ assalamualaikum “
“ waalaikummussalam “ di jawab serempak oleh anak-anak yang sudah terduduk rapi.
“ Tumben kalian berdua terlambat ? “ tanya ustadah Lia
“ iya ustadah, kami minta maaf. Ini salah Rindu ustadah “ jelas Rindu
“ ah… sudah kuduga, pasti kau ketiduran ya? “ suara hujan tiba-tiba membasahi penjelasan rindu
“ sudah… sudah… tidak apa-apa Rindu. Yang penting kalian berdua tetap berangkat ke masjid. Dan kamu Hujan, ayo minta maaf kepada Rindu “
“ heh.. maaf rindu aku hanya bercanda “
“ baik anak-anak sekarang kita akan membahas hadits tentang kewajiban menuntut ilmu. Dari hadits ibnu majah menjelaskan tholabul i’lmi faridhotun a’la kulli muslim menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim “
“ maksudnya bagaimana itu ustadah ? “ pertanyaan yng muncul dari mendung
“ maksudnya adalah menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi kita seorang muslim. Sehingga kita harus selalu bersemangat dan jangan mudah menyerah dalam menuntut ilmu, karena ilmu itu sangat penting bagi kita”
“ oh… seperti itu ya ustadah. Berarti besok kita harus semangat kawan-kawan berangkat sekolahnya. Walaupun jalan yang kita lewati itu sangat jauh, kita tidak boleh menyerah” suara Kenangan menyemangati semua teman-temanya
Hari yang cerah, daun daun yang tunduk basah karena embun, kicau burung pemakan ikan saling bersahutan. Menjadi pembuaka akan adanya cerita baru untuk hari ini. Dimana terdapat perjuangan dan rasa senang yang terajut menjadi satu yang utuh.
Pagi itu, jinga, senja, rindu, kenagan, hujan, dan mendung sudah siap untuk pergi ke sekolah. Jalur yang mereka tempuh tidaklah pendek dan butuh waktu lamai utntuk sampai ke tujuan. Jauh di sebrang pulau. Mereka harus menaiki perahu bambu untuk smapai ke sekolah. Jika cuaca tak berpihak pada mereka, terpaksa mereka harus menggurungkan niat untuk tidak belajar ketika hari itu.
“ ayo nak!! Cepat.. nanti kalian terlambat “ suara Pak Karyo yang selalu semangat mengantarkan anak-anak menuju ke pulau sebrang untuk sekolah
Mereka mulai menaiki perahu bambu satu persatu dengan sangat hati-hati. Perjaanan berlangsung sekitar 20 menit. Mereka harus bertarung dengan gelombang dan angin. Namun itu semua tidak menyurutkan semnagat mereka dalam menuntut ilmu, karena mereka tau bahwa menuntut ilmu adalah wajib. Itulah yang menjadi semangat mereka.
“ lihat! Sebentar lagi kita akan sampai “ seru mendung
“ iya.. aku sudah nggak sabar, hari ini kita akan belajar apa ya”
“ betul itu hujan, aku berharap hari ini kita belajar matematika “
“ ah… ipa saja yang lebih menyenangkan “ sanggah rindu
“ sudah.. sudah… gak usah beradu argumen. Semua pelajaran itu sama saja, yang terpenting kita semua mempunyai niat yang tulus dalam melakukanya. Karena segala sesuatu yang di lakukan dengan tulus dan ikhlas akan meninmbulkan keberkahan “
“ nah.. benar itu kata jingga “
Semua pun tertawa. Memang sering kali mereka berbeda pandangan, namun pastilah salah satu dari mereka ada yang mampu memecahkan dan membuat suasana menjadi baik kembali.
“ jam berapa pak ?”
“ jam tujuh kurang jingga “
“ waduh.. ini sudah mau sampai belum ya pak. Nanti kami bisa terlambat”
“ iya sabar ya.. ini bapak sedang berusaha “
Waktu telah berlari tanpa menunggu mereka. Tepat pukul tujuh lebih lima belas menit mereka barulah sampai di depan gerbang sekolah. Gerbang telah di tutup lima belas menit yang lalu. Mencoba menerobos itu rasa bukan cara yang baik dan tidak seharusnya di lakukan. Kemudian mereka mencoba membuka bicara dengan satpam sekolah.
“ selamat pagi pak ! maaf kami terlambat datang ke sekolah. Bolehkah kami masuk pak. Kami mohon “
“ aduh.. mohon maaf nak, ini sudaj menjadi aturan sekolah. Bagi murid yang terlambat tidak di izinkan untuk masuk ke sekolah”
“ tapi kami dari sebrang pulau pak, jarak yang kami tempuh tidaklah dekat. Kami mohon pak izinkan kami untuk masuk dan belajar “
Terjadi perbedaan prinsip. Mereka sudah berusaha membujuk dan menjelaskan dengan jujur, tapi tetap saja mereka tidak di perbolehkan masuk sekolah. Berdebatan mereka tak sengaja terdengar dan dilihat oleh salah satu guru. Kemudian sang guru pun datang.
“ ada apa ini pak ?”
“ ini bu Lidia, anak-anak ini memaksa utuk masuk, padahal mereka sudah terlambat lima belas menit “
“ kenapa kalian terlambat ?” tanya bu Lidia dengan sangat lembut tanpa nada tinggi dan wajah muram
“ maaf kan kami bu. Kami anak-anak dari pulau sebrang. Kami membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke sekolah “ jelas kenangan dengan sangat sedih
“ iya bu, kami sudah berusaha untuk tidak terlambat, tapi tadi ada sedikit gelombang dan angin yang berlawanan arah dengan perahu kami, sehingga memperlambat lacu perhu kami bu” tambah senja menjelaskan
“ ya sudah. Kalian boleh masuk ke kelas. Pak satpam minta tolong untuk di buka gerbangnya”
“ sungguhan bu? Kami boleh masuk? “ tanya hujan merasa senang
“ iya”
“ horee!!!!! Terimakasih banyak ibu lidia “ sembari mencium tangan ibu lidia dengan sopan
Dengan perasaan yang sangat senang sehingga memicu kaki mereka untuk berlari dengan kencang menuju kelas mereka masing-masing. Senja, Rindu, dan Mendung menjadi teman satu kelas. Mereka bertiga duduk di bangku kelas lima. Sedangkan Jingga dan Hujan berada di kelas empat. Hanya Kenangan lah yang tidak mempunyai teman satu pulau. Dia berada di kelas tiga.
Satu jam pelajaran telah selesai. Namun bukan berarti tekan mereka padam. Dengan rasa sedikit malu mereka mencoba masuk ke dalam kelas. Mereka tidak sendirian, tetapi ibu lidia berada di belakang mereka untuk menjadi sayap pelindung. Ibu lilia menjelaskan semua yang sudah terjadi kepada masing-masing guru yang berada di kelas mereka. Hal tersebut tidak menjadi masalah. Mereka boleh mengikuti pelajaran selanjutnya.
“ beruntung saja ada ibu lidia yang mau membantu kita, jika tidak pasti hari ini kita tidak mendapatkan ilmu hari ini “
“ iya, kamu benar senja”
Mereka beljar dengn sungguh dan tekun. Setiap angka dan huruf yang tertulis di papan tulis sangat mereka perhatikan dengan baik dan teliti. Tulisan di buku-buku mereka pun sangatlah menarik untuk di baca dan meyenangkan untuk di pelajari.
Kring…. kring…. kring… suara bel sekolah pertanda waktu istirahat. Semua anak berhamburan menuju taman, kantin, perpustakaan dan tempat yang lainya.
“ ih… minggir dasar anak kampung. Kamu itu nggak pantes sekolh di sini “ ejekan anak SD yang mejadi teman satu kelas Kenangan
“ kenapa ? apa bedanya aku dengan kalian?
“ ya jelas saja beda, kamu itu seharusnya tidak ber sekolah tapi menjadi nelayan”
Semua anak kelas tiga tertawa mendengar kalimat itu. Kengangan sangat kesal, dia ingin sekali marah. Namaun ia teringat akan nasihat ustadah lia, bahwa kita harus bisa menahan amarah kita. Kenangan hanya bisa terdiam dan berdoa dalam hati, karena ia percaya bahwa Allah mendengar doa hamba yang terdhalmi. Suasana semakin gaduh dan ramai. Pada waktu yang sama jingga, mendung dan hujan melintas dan melihat peristiwa itu. Dengan cepat mereka menghampiri kenangan yang menangis di sudut kelas.
“permisi.. minggir semua !”
“ ayu.. kamu kenapa jahat sama kenangan ? “
“ nah… ini dia grombolan pulau sebrang, pulau kampung. Eh,, denger yaa kalian itu tidak pantas sekolah di sini. Kalian itu berbeda. Pakain kalian saja kusut, kusam, dekil dan itu tidak pantas di sini”
“ sebelumnya senja maaf jika nanti ada kata yang salah sama kamu. Kami, kalian kita semua itu sama. Sama-sama ciptaan Allah, sama-sama hamba Allah. Allah saja tidak pernah membeda bedakan umatnya karena kita semua sama hanya saja yang membedakan adalah derajat ketakwaan kita kepada Sang Maha Segalanya”
“ aku tambah lagi ya, kami di sini adalah saudara. Sesama saudara tidak boleh menyakiti perasaan saudaranya yang lain “
“ sekarang kamu harus minta maaf sam kenangan”
“ ih.. gak mau ya” ayu kemudian pergi menggilkan kenangan tanpa mengucapkan maaf
“ sudah kenangan, kamu gak boleh nangis. Kamu harus sabar, harus kuat, Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya melebihi kesangupan hambanya “ jelas senja menenangkan
“ iya kenagan, tenang saja Allah bersama orang-orang yang sabar. Innallaha ma’a shabirin sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. “ mendung sambil tersenyum menjelaskan kepada kenangan akan pentinganya sebuah kesabaran.
Hari sudah menjelang siang. Matahari terletak di atas ubun-ubun kepala. Sngatlah panas, sebab langit terlihat biru cerah. Ke enam anak yang tangguh dan selalu bersemangat akhirnya pulang kerumah mereka. Seperti biasa Pak karyo sudah menunggu mereka di seberang pantai.
“ bagaimana hari kalian di sekolah?”
“ ada sedikit masalah pak, tapi tenang saja kami bisa mengatasinya “
“masalah? Masalah apa? “
“ biasalah pak anak sekolah”
“ kalian ini ada-ada saja. Ya sudah, ayo naik “
Selama perjalanan pulang, kenangan hanya terdiam sembari mencelupkan tanganya ke dalam air. Tak ada suara untuk siang ini, padahal kenangan adalah anak yang paling cerewet di antara yang lainya.
“ kenangan? Kau baik-baik saja ? “ pertanyaan mulai menghampiri kenangan
“ aku baik “
“ ayolah kenangan, bukan berarti nama kau kenangan sehingga menyebabkan kamu untuk mengenang terlalu dalam peristiwa tadi “
“ benar itu kata jingga. Kamu tidak boleh sedih. Dan jangan terlalu di fikirkan”
“ iya makasih ya teman-teman. Kalian sudah selalu memberi ku semangat. Aku sudah tidak sedih lagi kok “ kenangan kemudian tersenyum
Perjalanan yang tidak terasakan. Mereka sudah sampai di sebrang pulau mereka. Seperti biasa mereka tak melupakan menggucapkan terima kasih kepada pak karyo sembari mencium tangan beliau. Itulah ajaran yang telah di ajarakan oleh islam, kita harus senantiasa hormat terhadap yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
“ eh.. sore nanti sepertinya tidak ada pengajian bersama ustadah Lia, bagaimana jika kita pergi ke dermaga “
“ ide yang bagus itu mendung “
“ bagaimana yang lainya ?”
“ oke. Setuju “ mereka menjawab dengan kompak dan tertawa lepas
Sore telah nampak di langit. Jingga, senja, hujan, mendung, rindu dan kenangan menuju dermaga. Suasana yang indah dengan balutan kebersamaan yang berkah. Langit yang biru menjadi jingga kelabu, dengan aksesoris dan pernak pernik burung pemakan ikan yang mulai berteerbangan pulang ke sarang. Jinga kini kiat jelas memikat mata, indah mempesona bak aurora di kutup utara. Di sini lah mimpi-mimpi mereka di gantungkan dengan indah dan akan berubah nyata.
“ akhirnya kita sudah sampai “ suara senja
“ eh.. lihat deh itu ada aku di langit “
“ iya deh percaya yang nama kamu senja “ sindir rindu dengan ekspresi bercanda
“ hahahhah… bercanda yaa “
“ tapi bukan hanya senja yang ada sore hari ini, lihat langitnya, warnanya kan jingga “
“ sudah..sudah… nama kaian semua indah “
“ di tempat ini kita bertemu, di tempat ini pula kita bercita-cita dan berharap bersama dan di tempat ini, di dermaga ini persahabat dan ukuwah kita akan tetap terjalin seperti air yang tidak bisa terputus mesti dia harus di paksa “
“ iya.. kamu benar hujan.. kita harus bersyukur kepada Allah, karena berkat nikmat dan kesempatan yang telah di berikan kepada kita, kita semua bisa berkumpul dan melihat indahnya senja bersama-sama”
“ pokoknya kita harus semangat dalam meraih cita dan mimpi kita. Dan jangan lupa selain kita berusaha kita juga harus rajin berdoa, karena jika usaha tanpa doa itu adalah sombong dan doa tanpa usaha itu adalah bohong. “
“ iya betul banget itu”
Persahabat yang sejati adalah persahabatan yang terjalin karena Allah. Dan ketika kita mempunyai shabat yang baik maka itu juga akan berpengaruh kepada kita. Baik atau tidaknya kita tergantung kepada dengan siapa kita merasa nyaman dan dekat. Untuk itu dalam islam sudah di jelaskan bahwa kita di anjurkan untuk mencari teman ataupun sahabat yang baik akhlak dan akidahnya. Supaya kita juga termasuk orang yang baik.


Penulis

2 COMMENTS
  • Rizky Prasertya
    Reply

    Rindu senja jingga ?
    Keren pi ditunggu karya selanjutnya

  • AHMAD AMIN
    Reply

    betul sekali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *