Keluh Membias Asa

Harapan demi harapan memuai begitu saja. Berlalu lalang layaknya burung merpati yang terbang di atas langit. Kendati, tak selamanya harapan dapat terwujud dengan mudahnya.
Seorang bapak dari tempat nan jauh menemui seorang yang teramat terhormat. Tindak-tanduk yang selalu dihargai oleh siapapun yang menemuinya. Seorang bapak pun mendekati seorang yang berwibawa itu dengan langkah asa. Berharap, seorang tersebut dapat membantunya dan menyelesaikan masalah si bapak tersebut. Rupanya, bapak tersebut bercerita tentang anaknya yang baru saja di tawan oleh seorang musuh saat ia sedang berjihad atas nama Allah. Sedang bapak yang menemui seorang berwibawa tersebut dalam kondisi miskin, tak memiliki harta, serta jauh dari kenikmatan duniawi.
Cerita yang telah disampaikan bapak kepada seorang tersebut justru tak mendapatkan hutang darinya, tak mendapatkan harta darinya untuk menebus anaknya. Bapak tersebut lalu bertanya berkali-kali hingga seorang tersebut memberi solusi. Hingga pada akhirnya, seorang tersebut meminta bapak untuk mengucapkan “laa haula wa laa quwwata illaa billah”. Kata seorang tersebut pada bapak, kalimat tersebut merupakan kalimat langit. Kalimat yang menjadikan sandaran setiap umat muslim saat ia terperangkap dalam masalah, sedang ia tak lagi mampu melakukan apa-apa. Dan pada akhirnya, bapak tersebut langsung meng-iyakan perkataaan seorang berwibawa tersebut tanpa rasa ragu dalam hatinya. Bapak tersebut berjalan pulang dan terus mengucapkan kalimat yang telah diberikan oleh seorang berwibawa tadi.
Sesampainya bapak di rumah hingga menemui sang istri, lalu sang istri bertanya pada suaminya, “Apakah engkau telah mendapat pinjaman uang darinya, Pak?” sesegera mungkin bapak menjawab pertanyaan sang istri dengan lantang, “Tidak.” Sang istri heran dengan suaminya yang begitu tenang menjawabnya tanpa membuahkan hasil baginya. “Lalu?” Tanya sang istri kembali pada suaminya. Sang suami lalu menjawabnya dengan penuh keyakinan bahwa ia mendapatkan kalimat langit tersebut. Dengan yakinnya, sepasang suami istri tersebut bersama-sama melantunkan kalimat tersebut hingga larut malam tiba.
Hingga pada sepertiga malam saat itu, mereka mendapati suara ketukan pintu dari luar gubuknya. Sepasang suami istri tersebut kemudian membukanya perlahan. Seorang yang mengetuk pintu tersebut adalah anak lelakinya. Seorang anak tersebut membawa seratus ekor domba dengan ramainya. Ia mengarahkannya menuju depan gubuknya dengan sangat mudah. Anak lelaki tersebut bercerita pada kedua orang tuanya, bahwa ia mendapati seorang lelaki bertubuh besar dengan jubah putih yang melepaskan tali ikatannya di tangan dan kaki seorang anak tersebut. Lalu menuntunnya keluar dari tempat ia ditawan tanpa membangunkan prajurit yang tertidur lelap. Seratus ekor domba pun tak berhasil membangunkan mereka.
Harapan yang seringkali menuai, tak sepatutnya untuk lepas begitu saja. Karena sejatinya, harapan yang terikat pada tali yang kokoh itulah yang akan terwujud, yakni berserah diri kepada Allah dalam hal kebajikan. Di setiap asa yang menyapa dalam perjalanan hidup, sebenarnya ialah jembatan menuju ridho-Nya.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *