Kaffah Yang Dirindukan

Kaffah Yang Dirindukan

Waktu merangkak meninggalkan sunyi, memintal benang hari dan menyulamnya menjadi lembaran baru. Waktu telah memberikan kesempatan, tetapi sekaligus mengajarkan betapa tipisnya hijab kesempatan terhadap kesempitan. Waktu memberikan umur sekaligus memendekkannya menuju uzur. Misteri waktu telah banyak menyisakan kekecewaan dan keputusasaan, sehingga yang tertinggal hanyalah ratap keputusasaan dan penyesalan, sekarang hari pertobatan dan esok adalah hari keputusan.
Tak terasa 3 tahun telah berlalu, telah ku tinggalkan rok mini ku, pakaian ketat ku, tanktop, bahkan blus lengan pendek dan celana jeans serba ketat dan modis. Lalu aku mulai berhenti menghabiskan waktu luangku untuk bermain-main. Dan entah mengapa aku merasa lebih nyaman dengan keadaanku yang sekarang.
Aku bukanlah orang salehah tapi aku mau berusaha untuk menjalankan agamaku dengan sebaik-baiknya agar menjadi muslimah salehah dimata Allah. Aku bukan ustadzah tapi aku ingin sekali mengajak saudara – saudaraku untuk sama-sama belajar dan menjalani agama Islam dengan baik karena aku sendiri masih jauh dari paham tentang agama, karenanya wajib buat kita belajar memahami agama kita dan menjalankannya dengan baik terutama tentang kewajiban sebagai muslimah, insaAllah.
Aku pun bukanlah dari keluarga yang paham betul akan agama, aku bukan dari lulusan pondok atau sekolah keagamaan. Aku hanyalah manusia biasa yang tidak tahu cara menyambung hidup kedepannya bagaimana. Kedua orangtuaku berpisah sejak aku kecil. Aku pun tinggal bersama bapak. Dan kakak laki-lakiku bersama ibu. Namun ntah skenario apalagi yang Allah berikan padaku setelah perceraian bapak dan ibu. Di usia ku yang masih kecil harusnya aku mendapat perhatian yang lebih dari orang tua namun hanya kudapat dari bapak. Sering ku merasa iri pada teman-teman saat melihat mereka bisa bercanda ria dan bercerita dengan orangtuanya. Aku selalu belajar giat supaya bisa membanggakan ibu dan bapak. Sering ku sedih saat pembagian raport akhir semester harusnya merekalah yang pertama kali tau bahwa aku menjadi juara, namun malah aku sendiri yang selalu mengambil raport karena bapak yang sibuk bekerja dan ibu sudah tidak mau ikut campur dengan urusan sekolah ku.
Dan di tahun 2015 bapak telah lebih dulu meninggalkan ku selama-lamanya. Saatku berusia 15 tahun. Beliau adalah satu-satunya pelindung dan penyemangat ku. Sebelumnya bapak sudah dirawat di ICU karena saraf otaknya pecah. Saat itu hati ku hancur. Tak henti aku lantunkan doa untuk bapak, namun belum ada tanda-tanda bapak siuman. Matapun tak mampu menahan tangis, kupegang erat tangan kiri bapak berharap ada keajaiban datang. Namun Allah berkehendak lain, tepat pukul 00.30 bapak telah pulang kepada-Nya, mungkin Allah lebih menyayangi bapak. Dan sejak saat itu Allah memberiku peran baru dalam kehidupanku. Nyaliku teramat ciut, hidupku hampa, seperti pohon yang tak lagi ada daunnya. Gersang nan kering. Aku berubah drastis, dari seorang yang periang menjadi pemurung. Dari siswi yang selalu memberi semangat kepada teman-teman kini lemah tak berdaya. Dari seseorang yang mandiri menjadi sangat bergantung pada kesedihan. Dari seseorang yang gesit berlari menjadi pesakitan yang hanya sanggup merangkak. Dari seseorang yang mempunyai sejuta mimpi dan asa menjadi pribadi yang mengubur dalam mimpi-mimpinya.
Berbagai tekanan dan tempaan hadir dalam hidupku. Satu demi satu menekan dan terus menghantam. Rasanya sudah jatuh, tersungkur, tak sanggup bangun, kemudian tertimpa tangga pula hingga nyaris kehilangan kesadaran.

Rembulan masih bergantung di cakrawala. Sesekali sinarnya tertutup awan yang berarak-arak. Bintang gemintang masih bertaburan. Angin pagi berhembus membawa udara yang dingin. beberapa kali terdengar kokok ayam dikejauhan.
Ku langkahkan kaki ini menuju lantai basah penuh gemercik air di sepertiga terakhir malam kala itu. Merangsang aura dingin yang menyentuh dari telapak kaki hingga pundak. Kuambil air yang mengalir memenuhi kedua telapak tangan yang mungkin tak lepas dari dosa. Ku basuhkan air suci pada wajah yang membuatku benar-benar tersadar akan berhadapan dengan yang maha Kuasa dishalatkan tahajud.
Genap 1 minggu setelah kepulangan bapak kepadaNya, Allah mulai mentarbiahku menjadi pembelajar disekolah kehidupan yang sesungguhnya. Allah telah mentakdirkan ku seperti ini, sekarang aku akan tetap seperti ini atau kan menjalani hidup sesuai dengan syariat Allah. Ya kini sudah ku ikhlaskan apa yang sudah terjadi. Mungkin Allah lebih menyayangi dan mencintai bapak. Meski ku tak tahu bagaimana cara membalas cinta dan tulusnya bapak. Aku juga tidak tahu bagaimana membalas kebaikan hatinya. Dan tak lagi bisa membahagiakannya di dunia. Namun Kini bukan saatnya aku menangisi yang sudah-sudah. Kini yang bapak inginkan hanyalah doa dari anaknya.
Disinilah ku mulai lembaran baru, kepergian bapak bukanlah akhir dari segalanya. Mungkin juga ini teguran buatku bahwa hidup didunia ini tidaklah kekal, hidup ini hanya sementara. Semua bakal kembali kepadaNya. Allah menciptakan bumi seisinya semata-mata hanya untuk beribadah kepadaNya. Hadapi dengan bijak dan tetap berdoa untuk hari yang baik ke depannya. Ibnu Atha’illah menuliskan dalam kitabnya:

???????? ???? ??????? ?? ??? ?? ??? ????? ????? ?? ????? ??? ?? ?? ????? ????? ????? ?????

“Jangan resah jika mengalami banyak ujian di dunia, sebab engkau akan mendapat balasan yang setimpal dari cobaan-cobaan itu (kelak di akhirat).”

Allah sengaja menjadikan dunia ini sebagai area khusus penggemblengan diri kita. Allah sengaja memaksa manusia agar menjalani hidupnya sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan. Allah mengatur dunia sedemikian rupa.
Tujuannya agar manusia terbiasa melakukan ibadah menurut usahanya sendiri. Allah senang pada keberhasilan yang dihasilkan dengan kerja keras. Maka sangat jelas, jika kehidupan di dunia ini tak akan luput dari cobaan-cobaan, namun tetap dalam kadar kemampuannya. Sebagaimana kalam Tuhan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 286:

??? ????????? ??????? ??????? ?????? ????????? ? ????? ??? ???????? ??????????? ??? ???????????

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya.“
Ya kehidupan di dunia ini hanya sementara. Segala macam ujian di dalamnya juga bersifat sementara. Sebab setelah itu Allah telah menyiapkan fase berikutnya, yaitu alam akhirat.
Ku ayunkan kaki untuk menemui Allah, kini bukan saatnya aku bersedih-sedihan dan mengharap yang tak pasti. Ketika Allah mengambil orang yang kita cintai/sayangi itu tandanya Allah lebih menyayangi dan mencitai nya. Bukan saatnya juga aku harus meratapi hal-hal yang tidak perlu dan membuang waktu. Langkah pertamaku yaitu mulai istiqomah mengenakan hijab. Aku ingin menjadi anak solehah. Aku ingin mencari ketenangan hidup didunia maupun di akhirat kelak. Aku ingin lebih mengenal Allah. Aku ingin pulang, kembali kepada jalan Allah. Sudah bukan waktunya lagi aku berlari-lari mencari kebahagiaan versi dunia. Setelah aku peroleh semuanya, lalu aku merasa bahwa bukan ini dan bukan itu arti bahagia. lalu dimana ?
Masih terekam jelas dalam benakku, bagaimana kaki ini melangkah, menuju jalan dengan hati yang tak berpengharapan. Lonceng waktu berdetak dalam jantungku dan menhasratkan rindu untuk belajar islam secara benar dan kaffah. Tetapi demi dia yang memintal benang waktu, aku masih belum memiliki kesiapan hati untuk sekedar memakai hijab yang pnjang dan lebar. Aku masih memakai hijab yang bukan menurut syariat islam, lebih tepatnya aku menggunakan kerudung transparan. Namun lagi-lagi masih salah kaprah. Aku mengikuti gaya-gaya jilbab yang ku dapat dari tutorial dunia maya. Bahkan akupun sempat membuat beberapa tutorial yang ku upload di dunia maya. Namun demi Dia yang memintal benang waktu, aku masih membutuhkan sedikit waktu, agar hatiku memiliki kemantapan untuk kembali.

Masih lekat dalam ingatanku bagaimana perasaan ku ketika seorang bidadari berengsel yang baru aku kenal itu memberitahu ku tentang maksud dari ayat ke 31 dalam surat an-nur. Gemuruh riuh dalam lubuk hatiku kala itu. Ya, kala aku tengah ingin belajar islam secara benar dan kaffah. Perkenalan kami mengantarkan kebersamaan dan keakraban selama ia ngajar di sekolah. Ia adalah perempuan baik, cantik, anggun, dan berhijab lebar nan panjang. Ia seorang mahasiswa, ia ditugaskan untuk mengajar disekolahku selama 3 bulan. Hingga aku waktu itu diutus sekolah untuk mewakili lomba pentas PAI tingkat kota, beliau lah yang selalu memberikan masukan padaku dan dengannya aku banyak belajar agama darinya. Awalnya, ketika guru PAI memperkenalkan ku dengannya, aku merasa canggung dan segan karena aku pikir ia orang yang sangat fanatik terhadap agama. Jujur saja, dulu aku sama sekali tak mengerti dan sering bertanya-tanya mengapa ia harus memakai hijab sepanjang dan selebar itu? Berlebihan rasanya, hingga aku menganggap ia sebagai salah satu golongan dari aliran yang selalu anarkis mengatasnamakan Islam.
Seiring berjalannya waktu, kami jadi dekat. Setiap kali ada pengajian ia selalu mengajakku. Aku merasa senang. Baru kali ini aku mendapatkan sahabat muslim yang senantiasa istiqomah. Ia menyalakan laptop putih miliknya dan menunjukkan tulisan-tulisan inspirati yang bagiku sangat menggugah. Setiap hari aku diceritain kisah-kisah yang menakjubkan. Ia pun meminjamkan buku-buku Islam koleksinya yang ringan dan menarik bagiku. Ia tahu dan mengerti bahwa aku sedang haus akan ilmu. Menariknya ia juga tahu bahwa aku sangat suka membaca.
Setelah aku banyak bercerita dan bertanya tentang hijab yang ia kenakan, ia akhirnya bercerita bagaimana perjalanan hijabnya hingga menginspirasi hijab ku. Dulu ia pun sama denganku, memakai hijab hanya sebatas memakai dan tidak sesuai syariat, hal itu ia tunjukkan dari foto-fotonya selama awal-awal masuk kuliah. Bahkan ia juga pernah pacaran saat awal kuliah, namun setelah tau kalau pacaran itu dosa ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya.
Subhanallah! Semenjak mengetahui cerita perjalanan hijabnya, aku mulai membenahi hijabku yang jauh dari kata sempurna. Namun semakin hari, aku semakin banyak sharing dan mencari tahu sendiri mengenai hijab. Aku mulai meninggalkan mode hijabku yang terkesan kekinian dan tidak menurut syariat islam. Aku mulai memanjangkan kerudung ku. Bahkan, karena keinginanku itu semakin memuncak. Aku merangkap kerudung Paris segiempat dengan kerudung pasis di dalamnya atau menyatukan dua kerudung menjadi satu. Tak ayal, aku pun mendapatkan tanggapan macam-macam dari teman-teman kelasku dan menyebutku dengan panggilan ustadzah dan bu hajah. Aku tahu betul itu memang berupa sindiran, tapi aku berusaha untuk berkhusnuzon bahwa perkataan mereka adalah sebuah doa untukku supaya aku lebih baik.
Ku ayunkan langkahku untuk mencari Allah. Langkah pertama ku adalah membenahi hijabku. Sumber idenya adalah dari sifat romantimisme ku. Jika aku ingin mendekat kepada kekasih Allah. Maka hal pertama adalah aku harus mempercantik diri. Allah menyukai perempuan yang menutup auratnya dengan hijab. Perhiasan seorang perempuan muslimah adalah akhlaknya yang salehah. Orang akan langsung mengenali aku bahwa aku adalah muslimah karena hijab dan akhlak. Jika tidak, maka itu tidak ada bedanya dengan yang bukan muslimah. Ya, hanya ini langkah awalku. Hanya ini.
Alhamdulillah, Aku senang sekarang namanya hijab bukan lagi hal yang asing, di mana-mana sekarang menggunakan hijab. Syiar islam semakin kuat. Semoga istiqomah, Aamin. Hanya saja kadang hatiku sedih ketika melihat ibu-ibu/teman-teman berhijab namun disaat waktu shalat banyak yang tidak mau menunaikan shalat malah asyik ngobrol. Apalagi para gadis di kota-kota juga tidak jarang berkeliaran saat waktu shalat terutama magrib. Mereka menggunakan hijab tapi berpelukan dengan yang bukan mahram nya. Mereka menggunakan hijab tapi dibonceng motor dengan seluruh rok ke atas. Astaghfirullah. Aku merasa sedih melihat fenomenal hijab sekarang ini. Disaat banyak orang yang berusaha memperbaiki citra muslimah namun disaat yang sama banyak juga yang merusak nya.
Bagiku Tanpa hijab, tidak ada daya tarik, tidak ada kerinduan. Bukankah Allah adalah misteri yang tersembunyi maka kita semua merindukannya? Bisa dibayangkan jika Allah terlihat oleh mata kita kan.

Ketika kening menyentuh sajadah, ketika air mata tumpah saat tahajud, ketika titik nol adalah titik kepasrahan ku batas semua yang Allah titipkan kepada ku, ketika tidak ada lagi jarak antara Allah dan aku, ketika hijab menutup dadaku, ketika rok panjang semata kaki yang menjadi pelengkap ku, maka inilah kebahagiaan yang sesungguhnya aku cari kemarin.
Kini Aku tenggelam di danau pengajian, aku terdampar di padang ilalang yang berisi dzikir. Aku bermahkotakan Al-Quran dan hadist. Aku tiba-tiba sangat mencintai tahajud. Aku menjadi seperti penari dalam kalimat taubah dan hamdalah. Kemudian tarikan-tarikan Allah terus membuntuti ubun-ubunku untuk melepaskan semua atribut kejahiliyahanku. Tanpa ku sadari, aku terbawa arus akan kebaikan.
Tapi, demi Dia yang telah memintal benang hari dan menyulamnya menjadi lembaran baru, aku sendiri sangat terharu dan bahagia masih diberi kesempatan untuk lebih memperdalam agama. Banyak mimpi dan cita-cita ku yang harus aku capai, aku ingin menjadi penghafal Al-Quran yang nantinya bisa memberikan mahkota surga kepada kedua orangtua. Menjadi anak dari keluarga broken home bukan alasanku untuk tidak menggapai cita, bersyukur masih diberikan kesehatan dan penghidupan yang layak lingkungan yang baik pun sudah cukup dibanding mereka yang terlantar dipinggiran jalan. Kini bukan saatnya aku bermalas-malasan dan bersedih memikirkan hal-hal yang telah berlalu. Cukup menjadi cerita dan jadikan pebelajaran.
Masa depan kita tergantung usaha kita. Tercapainya mimpi dan harapan adalah sebuah kebanggaan namun saat gagal pun jadilah kebanggaan juga, dengan gagal kita banyak belajar. Hargailah setiap proses. Selagi muda carilah ilmu dan Pengalaman sebanyak-banyaknya. Jadikan kekurangan mu sebagai penyemangat mu. Jadilah anak yang bisa berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Dengan ini Aku semakin yakin dengan kekuatan Allah ketika kita mau bersabar dan berusaha. Bismillah, semoga selalu istiqomah dijalan Allah dan selalu semangat dalam berjihad. InsaAllah hijabku juga selalu menutupi tubuhku sampai kapanpun, Aamiin.


Penulis

13 COMMENTS
  • Melinda Nur Khasanah
    Reply

    Wow keren mel. Ceritanya sangat menyentuh dan mempunyai makna mendalam. Menjadikan motivasi agar kita tetap semangat dan bersyukur.

  • Hevina
    Reply

    Cerita nya bagus?

  • Hevina
    Reply

    Typo *?

  • Tri umi Nurjanah
    Reply

    MasyaaAllah memotivasi sekali ukhti ceritanya.tetep semangat ya
    Ditunggu karya selanjutnya ??

  • Kuni sya'adatie
    Reply

    Masyaallah, cerpen nya sangat menarik kak. Cerita nya membuat saya bis lebih tau apa yang dilarang oleh Allah.Yaitu pacaran ??

  • Melani Septiani
    Reply

    Alhamdulillah, Terimakasih. Semoga bermanfaat (:

  • Hambaallah
    Reply

    Barakallahu fiikum?

  • Kurnia indah safitri
    Reply

    Subhanallah…
    Ini karyamu mel? Banyak makna yang terkandung, yang bisa diteladani untuk kehidupan sehari2..

    Semoga bukan karya yng terakhir. Ku tunggu karyamu selanjutnya ??

  • Kurnia indah safitri
    Reply

    Subhanallah…
    Ini karyamu mel? Banyak makna yang terkandung, yang bisa diteladani untuk kehidupan sehari2..

    Semoga bukan karya yng terakhir. Ku tunggu karyamu selanjutnya ??

  • Ahmad
    Reply

    MasyaAllah Ta barakallah ukhty

  • Hamba Allah
    Reply

    Cerita nya bagus dan menginspirasi, dikembangkan lagi ya kak.
    Semangat ?

  • Panca pratama
    Reply

    Barakallah,, semoga menjadi inspirasi untuk orang orang yang sedang dalam keterpurukan untuk kembali bangkit meraih kesuksesan dunia maupun akhiratnya…..

  • hamba Allah
    Reply

    Masyaallah sangat menginspirasi banget, tetep selalu istiqomah di jalan Allah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *