Hati Masih Hampa di Bulan Ramadan

Hallo, apa kabar semuanya! Hohoho, kalian mau tahu bagaimana keseharianku di bulan penuh suci ini? Kalau kalian mau tahu, kalian penasaran, baiklah, aku akan menceritakannya.

Bulan puasa atau orang-orang menyebutnya bulan Ramadan kali ini sangatlah berbeda dengan bulan puasa tahun-tahun sebelumnya. Biar dikatakan berbeda, namun aku melakukan aktivitasku seperti biasa. Dari dulu hingga berganti tahun, aku adalah seorang jomlo dan pengangguran, yah bisa dibilang abadi. Saudara-saudara dan keponakanku sudah menikah, dan sudah mendapatkan pekerjaan. Sementara diriku bisa dibilang masih dalam sangkar. Bahkan adik sepupuku sudah memiliki teman dekat. Bayangkan!

Di bulan Ramadan, seperti biasanya, aku membantu orang tua di rumah. Kalau capek, ya istirahat. Namun, yang kurasakan berbeda di bulan Ramadan kali ini adalah tiadanya kehadiran sosok penyemangat dan pendukungku. Padahal sebelumnya dia ada selalu untukku. Dia bagaikan jiwa penyongkongku untuk terus hidup, terus mencapai apa yang kuinginkan, pendukungku untuk terus menulis dan berkarya. Ramadan tahun ini, aku tidak bisa bersamanya. Dia telah berpulang tepat bulan Juli lalu, bulan kelahiranku. Bulan yang menurutku adalah bulan malapetaka!

Ramadan kali ini aku mencoba sendiri tanpa dirinya. Dulu, saat Ramadan, aku sering sekali meneleponnya dan mengirimkan chat WhatsApp. Aku bahkan sampai sekarang masih menyimpan nomornya. Biarpun nomor itu sudah terhapus, tercabut oleh keluarganya. Aku tak peduli, asalkan aku bisa menuliskan chat untuknya. Chat keseharianku, chat rasa sayangku kepadanya. Jujur saja, aku masih belum bisa move on saat ditinggal pergi olehnya. Jujur, aku menangis saat dirinya pergi. Hatiku terasa hancur dan hampa menjadi satu. Ibarat Harry Potter ditinggal meninggal oleh Dumbledore.

Masih aku ingat, hari itu, Selasa, hari menjelang ulang tahunku. Dulu, semenjak ada dia, di hari ulang tahunku, dia pernah membelikanku cokelat favoritku. Bahkan di bulan puasa, aku sering menanyakan kesehariannya.
Kini, aku mencoba tanpa ada dirinya.

Walau hati Masih hampa, sama seperti dulu, aktivitas yang sangat kusukai adalah membaca dan menulis cerita. Dengan menulis, aku bisa mencurahkan curhatanku, isi hatiku yang tidak bisa kuutarakan secara langsung. Ramadan kali ini, kuhabiskan hari-hariku selain menulis untuk membantu orang tua. Biar jomlo, ngenes, dan pengangguran abadi, aku tetaplah seorang anak yang memiliki kewajiban untuk membantu orang tua, walaupun kecil.

Aku bukan gadis manja, bukan gadis yang selalu meminta. Dulu, ketika masih ada dia, meminta pun diperbolehkan. Di sana, di Balikpapan, aku malu untuk meminta apa pun kepadanya. Tetapi, dia malah menawarkanku terlebih dahulu dan marah jika aku membeli apa saja tanpa sepengetahuannya. Dia bilang, “Kok enggak bilang Tante sih, kalau kamu mau beli itu.”

Terkadang, bila ia membelikan sesuatu untukku, dan uangnya kuganti, seperti untuk membeli baju, dia bilang, “Enggak usah. Uangmu kamu tabung saja.”

Ah, memang baik dia. Aku jadi makin merindukan sosoknya. Bila kupikir-pikir lebih jauh, sebagai keponakan yang dekat dengannya aku sama sekali tidak bisa membahagiakan atau membanggakannya. Dia sangat tahu aku suka menulis dan membaca. Dia pernah membelikanku manga dan novel. Pernah juga menyinggung soal pacar. Dia menyinggung apakah aku pernah punya teman cowok, walau itu hanya sebatas teman. Hanya itu. Anak gadisnya, anak pertamanya sudah memiliki teman dekat saat masuk jenjang SMP. Sementara aku hanya begini-begini saja. Pernah sekali aku dikenalkan oleh salah satu teman di chat WhatsApp dengan seseorang secara taaruf. Sayangnya, orang yang dikenalkan itu tampaknya tidak bersungguh-sungguh.

Ramadan dan hari Raya Idul Fitri kali ini menurutku tidak ada hal yang istimewa bagiku. Ramadan kali ini aku hanya melakukan aktivitas yang sama seperti sebelum Ramadan datang. Benar-benar, datangnya bulan Ramadan bagiku terasa biasa saja. Sebabnya karena dia sudah tidak ada. Sudah tidak ada di dunia ini lagi. Ketika ada dia, sekalipun hari biasa maupun pada bulan Ramadan, aku merasa bahagia dan banyak tersenyum setiap hari. Sejak dia berpulang, banyak masalahan kerap muncul. Entah yang sepele hingga yang besar.

Andai saja Yang Maha Kuasa mengabulkan doaku agar aku bisa bertemu dengan kembarannya saja, aku merasa senang. Aku akan merasa penyemangat hidupku masih hidup. Kapankah aku bisa bertemu dengan kembarannya? Orang-orang di sekitarku, bahkan ketiga anak dan suaminya telah melupakannya. Padahal semasa hidup, menurutku dia adalah pribadi yang baik dan loyal kepada siapa pun. Apalagi kepadaku. Aku sering mengirimkan chat berupa curhatan kepadanya. Aku sungguh menyesal dia tidak ada lagi. Tapi, aku masih ingat rupanya, tawa, senyuman, dan suaranya. Rasanya ada yang hilang, ada yang berbeda.

Manga dan novel pemberiannya masih kusimpan hingga kini, sebagai apa ya, seperti barang kenang-kenangan darinya untukku. Aku tidak mau membuang barang pemberian dari orang yang kusayangi. Kuingat sekarang, hal lain yang membuatku terkesan. Dia pernah mengajakku ke Jatim Park 3. Di wahana wisata itu, dia tahu aku sangat suka dengan bocah penyihir imut, Harry Potter. Dulu sewaktu diajak jalan-jalan ke mal, di sebuah toko buku di Balikpapan, dia tahu aku ingin membeli buku novel Harry Potter. Sejak itulah aku bertekad menjadi penulis.

Autobiografi
Nama saya Bella Eka Rameswara. Jika dilihat lebih jauh, nama Bella berarti dalam bahasa Prancis cantik berasal dari kata Belle, dan banyak yang memakainya. Saya dipanggil Bella. Saya lahir di Kalimantan Timur, tepatnya di Kota Balikpapan. Jauh, bukan? Saya hingga kini masih menjadi seorang pengangguran. Yups, pengangguran abadi sekaligus jomlo yang mengenaskan. Miris, kan? Walau miris, saya tidak mau terjatuh lebih dalam lagi. Bahkan, saya rajin dalam latihan menulis. Sudah banyak puluhan cerpen yang saya tulis. Sejak kecil saya sangat suka berkhayal. Dengan berkhayal, sering diejek oleh saudara-saudara keponakan maupun saudara sepupu, suka berkhayal, saya bisa merasakan sebuah kenyamanan dalam bercerita. Entah berkhayal sosok pria baik hati, atau seorang pangeran dari kerajaan besar, dan berkhayal dalam ketidakpastikan atau tidak mungkin di dunia ini. Saya aneh, kan? Selain suka menulis dan berkhayal, saya suka sekali membaca buku. Entah itu manga atau novel. Saya lebih suka mengurung diri di kamar. Saya termasuk seorang introvert lebih tepatnya. Saya juga pecinta kucing. Walau di rumah sudah ada 17 kucing, walau keadaan terbatas, sebisa mungkin saya berusaha merawat mereka semua bersama adik kembar saya yang juga seorang pencinta kucing. Saya juga menyukai hal berbau Jepang dan seorang Potterhead atau sebutan untuk penggemar Harry Potter. Saya suka sekali dengan cerita fiksi karya J.K. Rowling. Dari situlah, saya bertekad menjadi seorang penulis hebat dan hidup dalam kesederhanaan.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *