Harapan, Keputusasaan, dan Selebihnya

Hiks… Hiks…. Tangisku keluar dengan suara yang tersendat.
Air mata berlinang yang berusaha kututupi dengan tangan.
Tidak kusangka aku menangis, kukira aku akan lebih kuat lagi.
tetapi dengan tangis ini, mungkin tekanan yang ada dalam diriku akan mereda.
Hiks… Hiks… Mataku terasa pedih, hidungku berair, kuredam suara tangisku dalam kamar, yang pecah saat aku mulai memaki-maki diriku.
Benar, ini semua dimulai dari kesalahanku, tetapi aku tetap saja menuduh keluargaku, teman-temanku atas tekanan dan stres yang kualami. tetapi sebenarnya, bukankah yang menyebabkan aku merasa tertekan itu adalah egoku sendiri? Egoku yang membuat aku merasa tidak bersalah, bahwa semuanya adalah salah orang lain, bukan salahku. Di sanalah letak blunder sampai aku bisa jatuh ke dalam lubang ini, benar lubang depresi.
Semua ini dimulai saat aku berada di kediaman nenekku, aku adalah anak pertama, aku memiliki seorang adik perempuan. Saat itu bulan Ramadan, aku dan keluarga bertandang ke rumah nenekku. Di sana kami tinggal selama satu Ramadan penuh, mungkin kalian akan berpikir aku sangat bahagia saat bertemu nenekku dan kami menghabiskan waktu bersama dengan bahagia, tetapi anggapan itu tidak salah, hanya saja egoku lah yang menghalangiku untuk mencapai momen itu. Aku tergolong anak yang kurang pandai dalam melakukan tugas rumah, karena aku bisa dikatakan anak yang manja saat aku kecil. Saat itu aku disuruh nenekku untuk menuangkan minuman ke cangkir beberapa menit sebelum buka puasa.
“Van tuangkan es nya ke cangkir” pinta nenek.
“Baik nek” jawabku.
Saat ku tuangkan es itu , aku meleset dan menumpahkan sedikit air dari gelas.
“Van kok kamu begitu saja dak bisa?” Cepat ambil lap nya.” Ujar nenekku.
Aku bisa merasakan, nenekku tidak marah, tetapi nada di suaranya melambangkan rasa jengkel.
Di sana aku merasa sangat tidak berguna. Mendengar kata “dak bisa” membuat diriku merasa sangat kecil. Aku mulai merasa tertekan tetapi masih bisa kutahan. Kemudian ada lagi saat nenekku menyuruhku mencuci piring, aku pun mencuci piring, tetapi nenekku melihat bahwa aku tidaklah sampai pada ekspektasinya dalam mencuci piring.
“Cu, kok begitu kamu cucinya, begini biar nenek tunjukkan, cu.. cu… Kok begini saja kamu tidak bisa.” Ganggu nenekku.
“Nak, ini kamu harusnya dak mendidik Revan seperti ini, ini Revan jadi dak bisa kegiatan sehari-hari.” Lanjut nenekku.
“Mau bagaimana lagi Bu, udah terjadi juga. Kalau Revan memang dak bisa ya sudah.” Jawab ibuku.
Saat itu hatiku merasa tersakiti, betapa mereka mengatakan kepadaku secara gamblang bahwa aku tidak berguna dan tidak usah berubah tanpa memikirkan perasaanku. Saat itu aku merajuk dan memilih untuk masuk ke kamar, lompat ke kasur, dan pejamkan mata. Aku merasa sangat tertekan dan mulai merasa cemas. Aku sangat benci dikatakan tidak bisa dan tidak menerima kenyataan. Ini berlanjut hingga pada puncaknya, saat itu aku duduk di ruang tamu, menonton tv, ibu sedang memasak dan nenek sedang memotong sayur.
“Cu, kamu gak mau bantu nenek motong sayur?” Tanya nenek.
“Revan dak bisa nek” jawabku dengan nada jengkel.
“Masa dak bisa, itu sepupu mu saja udah bisa masak, terus dia bantu ibunya jualan makanan juga, kok kamu dak bisa.” Jawab nenek dengan nada kecewa.
“Bagaimana ini toh nak, Revan jadi kayak begini karena salah didik, masa yang satu ini gagal, bagaimana adiknya nanti.” Tambah nenekku.
Seketika saat itu aku merasa sangat terluka, amarah mulai memuncak, rasa muak sudah keluar, aku kemudian masuk ke kamarku dengan tenang agar nenekku tidak menyadarinya. Kemudian aku melampiaskan emosiku ke kasur, kutinju-tinju kasur itu berkali-kali hingga tanganku pegal. Saat aku sudah merasa lelah, aku terbaring bak orang yang tidak makan selama 3 hari, lemas lesu, semuanya terasa hitam putih, dibanding-bandingkan, dikatakan tidak bisa, semuanya membuatku muak, egoku tidak bisa menerimanya, aku sungguh ingin membentak mereka tetapi aku sendiri tidak ingin menyakiti mereka. Hah, sungguh menyedihkan bukan, walaupun mereka sudah menyakitiku tetapi aku tetap tak tega membalas mereka. Saat itu aku merasa terisolasi, ibaratkan semuanya menjadi musuhku. Aku merasa kesepian, sifatku mulai agresif dan aku mulai tidak sabaran. Dampak-dampak itu akan membawa kehancuran ke dalam kehidupan sehari-hari dan sekolahku. Dari rasa muaknya aku terhadap kata kata “dak bisa” membuat ku merasa malas, saat Ramadan kerjaanku hanya tidur, bermalas-malasan, main hp, sekali-kali aku sensitif bahkan kesalahan kecil dari saudara atau orang tuaku bisa membuatku merajuk. Rasa malas yang menumpuk mulai meruntuhkan semangatku untuk sekolah. Ibarat bola salju yang sudah sangat besar yang kemudian meluluhlantakkan istana kehidupan sekolahku, ya, aku adalah murid yang masuk dalam 3 besar dalam peringkat setiap tahun, akan tetapi rasa malas menghancurkan peringkat beruntun itu, aku yang memang kurang suka dengan tugas yang diberikan sekolah -karena dirasa kurang berguna untuk kehidupanku- makin terdorong oleh rasa malas untuk tidak mengerjakannya. Aku tahu itu bukan langkah yang tepat, suka tidak suka tugas tetap harus dikerjakan, tetapi aku tidak melawan, aku merasa sangat malas. Peringkatku turun jadi 5 di semester 1, dan akhirnya jadi 8 di semester 2, aku mulai kehilangan minat belajar dan aku sering malah membuat malu di depan kelasku karena kemampuan yang kumiliki sebelumnya perlahan hilang, rasanya seperti keluargaku dan temanku yang menjauhiku, entah mungkin sebaliknya, aku yang menjauhi mereka. Kehilangan minat belajar sangatlah gawat bagiku, bahkan melihat satu halaman buku sekolah saja sudah membuatku ngantuk, di sanalah aku mulai mencari hiburan, aku mulai menonton banyak anime, main gim, membaca komik, dan sebagainya. Kesempatan besar datang saat liburan pandemi tiba, walaupun bencana penyakit skala internasional menggoncang dunia dan menyebabkan banyak hal terhenti, tetapi dibalik itu semua ada hikmah, salah satunya aku mulai memiliki waktu tersendiri untuk memikirkan tentang diriku dan beristirahat. Kini aku kembali ke rumah nenekku, dengan alasan liburan pandemi walaupun sebenarnya masih ada pembelajaran daring. Di titik ini aku sudah tidak menyalahkan nenekku atau ibuku atau siapa pun lagi, di sini aku sadar bahwa aku punya dua masalah mendasar yang membuat hidupku terperosok masuk ke jurang.
Pertama, sekarang ini aku malas. Kedua, egoku terlalu tinggi. Dua masalah inilah yang harus kuatasi agar aku bisa bangkit kembali.
Di saat liburan pandemilah aku menangis, meratapi nasib, tetapi di saat ini jugalah aku akan membalikkan semuanya, akan kuraih kehidupan bahagia, akan kubuat terakhir kalinya aku menjadi pribadi seperti ini. Sudah waktunya, bagi Revan untuk berubah dan menyelesaikan masalah. Pertama, kemalasan, untuk menghancurkan rasa malas, aku memakai metode langsung yang keras, ya, selama ini aku menumpuk tugas daring sangat banyak sampai sampai orang tuaku ditelpon oleh guruku. Misi pertamaku adalah menyelesaikan tugas itu semua dalam satu Minggu, dan dimulailah pengerjaan tugas yang sangat menyiksa tetapi memberikan hadiah besar bagiku. Tidak disangka, walaupun ibuku sudah marah kepadaku karena tugas yang menumpuk, tetapi nenekku tetap berada di sisiku, bahkan mendukungku untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk, memijat kepalaku yang pusing dengan tugas yang banyak, saat itulah aku menyadari, bahwa orang-orang bisa membuat kesalahan, nenekku juga mungkin keliru dalam mengatakan aku tidak bisa melakukan sesuatu, tetapi bukan itu intinya, mau nenekku sengaja tidak sengaja menyakitiku, tidak akan berefek kepadaku jika aku tidak meninggikan egoku dan menolak kenyataan, ya, aku sadar, langkah pertama untuk berubah adalah menerima bahwa kau telah berbuat salah, dalang dari semua tekanan dan stres ini adalah diriku yang tak bisa menerima kenyataan, saat itu aku memaafkan nenekku, dan aku bisa menyelesaikan tugas-tugasku karena dukungan dari nenekku. Terima kasih nenekku, ucapku dalam hati. Setelah tugas-tugasku selesai, aku mempelajari satu hal penting yang berharga, jika kau terus menumpuk masalah dan terus lari darinya, suatu saat kau akan terpaksa menghadapi masalah-masalah itu dalam ukuran yang jauh lebih besar. Ibarat bola salju raksasa yang menghantam dirimu, belum tentu dirimu akan bertahan dari menghadapi raksasa masalah itu. Jadi hikmahnya adalah selesaikan masalahmu saat itu juga, demi kebahagiaanmu dalam jangka panjang. Rasa malasku sudah cukup tersiksa dan berkurang sejak menyelesaikan tugas-tugas itu. Setidaknya sekarang aku tidak malas untuk bergerak, dan akhirnya kunci kemenangan ada di tanganku, minat belajarku telah kembali, ya, ini kombinasi dari rasa malasku yang menurun dan istirahatku yang panjang termasuk mencari hiburan yang kemudian membuahkan hasil, penatku hilang dan aku rindu belajar. Inilah senjata untuk mengalahkan masalah kedua, egoku. Aku harus belajar cara untuk menahan egoku dan menerima kenyataan. Aku pun mulai berpikir di mana aku bisa belajar, ide pun muncul, aku akan belajar dari Yutub (plesetan). Saat itu aku mencari cara menghilangkan malas di Yutub, cukup banyak video yang muncul, ada yang berhubungan dengan agama, ada yang berhubungan dengan psikologi dan pendidikan, ada pula yang berhubungan dengan filsafat. Pertama-tama aku mencari solusi dari sisi agama, di sana aku memahami bahwa para ustaz menyarankan untuk memperbaiki salat, benar, selama ini salatku bolong-bolong bahkan aku mungkin hanya melaksanakan salat magrib, oke, langkah pertama adalah memperbaiki salat, saat itu juga aku memaksakan diriku untuk melaksanakan salat asar yang kutunda terus-menerus. Selanjutnya aku melaksanakan salat magrib, isya, dan yang paling susah adalah subuh, aku sering terlambat melaksanakannya, tetapi aku tetap berusaha memenuhinya. Setelah beberapa hari mulai menerapkan kebiasaan baru yaitu salat, aku mulai merasakan sedikit perubahan, setidaknya merendahkan diri dan sujud di hadapan Tuhan telah membuat egoku menciut dan aku mulai sedikit menerima kenyataan. Baiklah, ini berlangsung bagus, pikirku, sekarang aku hanya perlu menjaga dan mempertahankan salatku. Selanjutnya ayo pindah ke sisi psikologi. Aku pun pindah ke tontonan Yutub tentang psikologi manusia, di sana aku belajar bahwa ego yang tinggi muncul dari perasaan mendasar bahwa kita lebih baik dari orang lain, perasaan inilah yang terus-menerus memberi makan ego kita. Sekarang untuk meredam perasaan ini, kita harus menyadari dan memahami bahwa semuanya diciptakan sama oleh Tuhan, yang membedakan hanyalah tingkat takwa yang dimiliki seseorang, aku sedikit menambahkan bumbu-bumbu agama sehingga apa yang kupelajari saling berkaitan dan berhubungan. Aku menyadarinya, ini soal mindset, psikologi manusia merealisasikan sesuatu sesuai dengan kondisi mentalnya, dan kondisi mental manusia dipengaruhi oleh mindset atau pola pikir dari manusia itu, dengan mengubah pola pikir menjadi lebih menerima kesalahan dan kenyataan, egoku makin menciut, memang pada awalnya susah untuk mengganti mindset, apalagi jika kita menggantinya malah justru membuat kita makin tidak nyaman. tetapi inilah yang harus kulalui demi memutarbalikkan keadaan, aku juga menerapkan evaluasi diri di setiap hariku, sehingga aku tahu di mana salahku dan bisa memperbaikinya di masa depan. Yap, ini berjalan sesuai rencana, kini saatnya melakukan langkah terakhir sebelum sampai pada tujuan terakhir, ya, melihat dari sisi filsafat. Aku kemudian mencari video Yutub membahas soal ini. Kemudian aku menemukan sesuatu yang menarik, “stoikisme”. Hmm, setelah kucari cari tentang stoikisme, aku paham dengan maksudnya. Stoikisme adalah semacam aliran berpikir filsafat, mungkin bisa diibaratkan sebagai mahzab yang mengajarkan soal kepasrahan diri dan mengontrol apa yang bisa dikontrol, singkatnya mahzab ini mengajarkan tentang bagaimana kita seharusnya pasrah soal faktor eksternal karena itu di luar kontrol kita, seperti cuaca, pendapat orang, dsb. Dan justru kita harus fokus ke sesuatu yang bisa kita kontrol, seperti emosi, cara kita berpikir, singkatnya diri kita. Setelah memahami hal tersebut, sinyal elektrik dengan kencang menyambar otakku, yap, otakku menyadari, selama ini aku memakai stoikisme sebagai caraku menyelesaikan masalah, ini dibuktikan dengan aku yang tidak menyalahkan keluargaku atau temanku, dan fokus ke kesalahan diriku yang akhirnya kuubah atau ‘kukontrol’. Menyadari ini, sangatlah menyegarkan, tidak kusangka belajar bisa semenyenangkan ini. Stoikisme, sepertinya sangat berkesinambungan dengan Islam, karena bukankah mahzab atau filsafat ini justru muncul dari adanya keyakinan terhadap Tuhan yang maha esa? Atas hal ini, aku menyadari, ketiga sisi yang aku pelajari saling berhubungan dan berkesinambungan, kombinasi ketiganya benar-benar melenyapkan egoku. Aku merasa telah disucikan, pikiranku tenang, tidak kusangka aku bisa seperti ini. Saat aku berbicara dengan keluarga dan temanku, aku berbicara dengan tenang, tidak mudah tersinggung, dan aku menerima mereka apa adanya, sekarang mereka juga menerima aku apa adanya. Aku juga tidak merasa tersakiti lagi jika dikatakan tidak bisa, justru aku malah bersemangat untuk belajar dan memperbaiki kesalahanku.
“Van, tolong nenek cuci piring dong.” Pinta nenekku.
“Oke nek.” Jawabku.
Lalu kucuci piring.
“Begini loh Van, masa kamu lupa, jangan gak bisa cuci piring loh, nanti bagaimana nasib istrimu.” Ujar nenekku.
“Hehe, ohh begitu nek, okelah selanjutnya Revan nyucinya bakal seperti itu.” Jawabku dengan senang .
Nenekku terkejut melihat perubahanku, keluarga dan temanku juga, tetapi kusadari, perubahan itu memang mengherankan, tetapi setidaknya, perubahan itu membawa dampak positif bagi mereka, dan aku tahu mereka senang terhadap perubahanku. Tidak sampai di sana, dari perubahanku, aku memutuskan untuk mengembalikan posisi dalam 3 besar sekolah, awalnya memang susah, karena aku masuk ke kelas yang bukan unggulan dan bertemu orang orang baru, tetapi aku cepat beradaptasi dan terus belajar, perlahan tetapi pasti aku meraih juara 3, juara 2, dan akhirnya juara 1, aku menaikkan nama baik kelasku, aku mengembalikan minat belajarku, aku menjalin hubungan baik dengan teman baru dan berusaha memperbaiki hubungan dengan teman lama, dan aku membersihkan namaku di sekolah dan membuat reputasi baru, reputasi yang bahkan jauh lebih bagus dari sebelumnya. Setelah aku lulus dari jenjang sekolah menengah pertama, aku meminta restu orang tua untuk tinggal bersama nenek dalam rangka masuk ke sekolah menengah kejuruan ternama, aku pun diizinkan oleh orang tuaku yang sudah memahamiku, di sanalah awal baru kehidupan segarku dimulai, tidak bisa dipercaya, mungkin sebelum jatuh ke jurang itu aku tidak menyangka akan mengalami tekanan dan stres yang luar biasa, tetapi setelah melaluinya aku bahkan makin tidak menyangka berhasil mengubah diriku dan memutarbalikkan keadaan. Ya, ini semua sudah jelas, manusia adalah makhluk dinamis, makhluk yang berubah-ubah, dan kehidupan ibarat roda yang selalu berputar, mungkin kau merasakan kenikmatan saat ini, kau akan merasakan kesengsaraan selanjutnya, dan sebaliknya, tetapi yang pasti adalah roda kehidupan akan berputar sesuai dengan perilaku kita, jika perilaku kita buruk, maka roda kehidupan kita akan berputar ke bawah, dan sebaliknya. Semuanya terhubung, aku menyadarinya sekarang, jadi untuk kamu yang saat ini dalam masa sangat sulit bahkan jauh lebih sulit dari keadaanku dahulu, mungkin aku tidak bisa membantumu atau menyelesaikan masalahmu bahkan sedikit saja, tetapi aku bisa bilang bahwa, mulailah dari diri sendiri, mungkin dan mungkin saja mengubah dirimu, cara berpikir mu, akan membuka jalan baru bagimu untuk memutarbalikkan keadaan. Jadi, walaupun kau menyerah, jangan lama-lama berputus asa, istirahatlah dengan cukup, dan saat waktunya sudah datang, rencanakan perubahanmu dan selesaikan perkaranya, dengan cara itu, satu per satu, perlahan tetapi pasti, masalah-masalahmu akan meninggalkanmu, dan kamu akan melihat sisi baru dari dirimu dan kehidupanmu yang baik bagimu. Baiklah, itu saja mungkin yang bisa kubagikan kepadamu, jangan lupa, setelah bangkit kembali, tetapkan tujuan baru dan raihlah semampumu. Fyuhh…. Baiklah, akan kutetapkan, di sekolah menengah kejuruan ini, aku pasti akan menjadi ketua OSIS dan mengubah sistem pendidikan!

————-TAMAT————–

Halo, halo, perkenalin nih, aku Mad Scientist alias Raffy O. Aku suka nge-game, membaca, ngoding, berpikir wkwkwkwk, dan lain sebagainya. Aku punya mimpi mau jadi ilmuwan, programmer, dan GM catur nih, hehe banyak ya? Ya, walaupun banyak, setidaknya aku sudah menimbang mimpi itu tuh secara realistis, ya kemungkinan bisa dicapai walaupun kemungkinan tidak juga, tetapi gak apalah, yang penting bermimpi dahulu ye kan, kalau tercapai syukur Alhamdulillah, kalau gak ya sudah ;).
Jadi aku suka buat cerita bertema fiksi sains, psikologi, isekai, misteri, dan semacamnya. Yap, aku masih termasuk wibu, tetapi kuharap dengan menulis cerita-cerita dengan tema itu, setidaknya bisa membantu teman-teman sebagai pembaca untuk memecahkan masalah, belajar, dan merasa terhibur saja sudah cukup kok. Dan jangan lupa, Indonesia sekarang memiliki kualitas pendidikan dan literasi yang kurang, untuk itulah, mari kita sama-sama mulai gemar membaca, gak apa kok novel, komik, gak harus jurnal ilmiah atau semacamnya, apa pun jadi asalkan literasi kita bisa meningkat, yuk, kita sama-sama bangkitkan Indonesia melek literasi, gak ada paksaan loh, cuman ngajak saja, hehe. Semuanya kan dimulai dari sendiri ye, kalau dipaksa nanti ambyar.Oke, sekian dari aku, semoga bermanfaat ya! See you in the next story!


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *