Bukan Amanah Biasa

BUKAN AMANAH BIASA
Oleh: Agustina, S.Kom.I

Terjal. curam, dan mendaki. Mugkin itulah kata-kata yang bisa mewakili ragam perjalanan menggapai cita. Terkadang sungguh menghentak batin. Inilah pelajaran yang saya sadari bahwa perjalanan hidup tak selalu manis, mulus, dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berbagai kisah perjalanan hidup yang Allah tetapkan amatlah sempurna. Diri ini dibuat takjub atas segala skenario-Nya. Sampai-sampai tertunduk malu. Malu karena dengan segala khilaf yang tak berkesudahan, tapi Allah masih mengizinkan diri ini untuk merasakan segala nikmat yang juga tiada berkesudahan.
Berasal dari keluarga sederhana, saya belajar tentang arti kesabaran, pengorbanan dan perjuangan. Perjuangan mengenyam pendidikan dibalik tajamnya hinaan. Perjuangan menggapai cita-cita dibalik derasnya hujan kata. Bersabar adalah pilihan terbaik dalam melewati itu semua. Bukankah Allah telah berpesan dengan sangat indah melalui firman-Nya: “Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat.” Ya, sabar adalah kendaraan yang tak kan pernah terjungkir. Sabar adalah gunung kokoh yang menjulang dan tidak pernah terguling. Sabar menjadi penghias diri paling indah bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh mengamalkannya.
Alhamdulillah, 20 Agustus 2015 satu amanah telah terselesaikan. Wisuda. Meraih gelar Sarjana Komunikasi Islam dengan predikat cumlaude. Bersyukur atas karunia-Nya yang begitu sempurna. Digenapi dengan senyum bahagia dari dua orang yang jasanya tak kan pernah terbalaskan. Orang tua.
Kini saatnya berkerja. Mengamalkan ilmu yang didapat dan menebar manfaat bagi banyak umat. Bermodal bismillah dan keyakinan pada-Nya, tepat bulan januari 2016, saya diterima di Badan Narkotika Nasional Kota Jambi dengan posisi sebagai penyuluh. Terkejut dan berkaca-kaca saat itu. Karna sebelumnya, hati saya terhujani dengan kata-kata yang bisa dibilang mematahkan semangat. “Mana bisa kerja kantoran. Butuh uang lho. Emang punya uang berapa?” Tapi Allah Maha Baik. Siapapun bisa saja berusaha mematahkan semangat, tapi keyakinan pada Dia, sang maha pengatur jalan kehidupan tak boleh menghilang, keyakinan itu harus hidup, tumbuh dan berkembang.

Siapa Penyuluh Narkoba Itu?
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata penyuluh berasal dari kata suluh yang berarti barang yang dipakai untuk media penerangan atau obor. Sedangkan penyuluh adalah orang yang bertugas memberikan penerangan atau petunjuk jalan. Sehingga, makna dalam kata penyuluhan yaitu suatu proses atau cara yang dilakukan oleh seorang penyuluh untuk memberikan penerangan atau informasi kepada orang lain dari semula yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tahu menjadi lebih tahu.
Lalu bagaimana dengan penyuluh narkoba? Penyuluh narkoba adalah seorang komunikator. Komunikator yang menyampaikan materi terkait narkotika dan dampak-dampak yang ditimbulkannya. Penyuluh narkoba harus multiscience. Dalam arti kata, tidak cukup hanya menguasai pengetahuan tentang definisi, jenis dan akibat dari penyalahgunaan narkoba saja. Namun lebih dari itu, penyuluh narkoba dapat berperan menjadi penyuluh kesehatan yang menyampaikan akibat buruk dari narkoba terhadap kesehatan; juga menjadi penyuluh hukum yang mampu memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat; serta juga menjadi penyuluh sosial yang mampu menggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; dan yang lebih utama adalah sebagai penyuluh agama yang mampu mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Ketika berbicara tentang penyuluh narkoba, sesungguhnya kita sedang berbicara tentang penyeru kebaikan yang menyeru, mengajak dan memanggil orang lain untuk menjauhi narkoba dan segala yang memabukkan agar selalu ingat kepada Rabb-nya, beriman dan taat kepada Allah. Bukankah narkoba adalah suatu jalan yang mengahalang-halangi manusia dari mengingat Allah? Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 90-91 “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dan minuman keras dan judi itu, setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?”
Inilah point termulia dan terbesar. Sungguh, terdapat esesnsi dakwah di dalam amanah pekerjaan sebagai penyuluh narkoba. Maka sudah seharusnya amanah ini dijalankan dengan penuh keikhlasan dan pengabdian. Agar kelak kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung di hadapan-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sang pemegang tombol kehidupan” telah berfirman dalam Al-qur’an: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104). Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga telah bersabda: “Barang siapa di antara kamu menjumpai kemungkaran maka hendaklah ia mencegah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia mencegah dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Jika amanah pekerjaan sebagai penyuluh narkoba adalah amanah mulia, maka sudah seharusnya kita memaksimalkan amanah tersebut dengan niat, cara dan tujuan yang mulia pula yang nantinya bisa menghantarkan kita pada surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karna niat itu adalah kuncinya. Cara itu bagaikan gerbangnya dan tujuan itu laksana cahaya, menerangi. Maka istiqomahlah dalam berbagi dan melayani. Dan agar bisa selalu istiqomah mohonlah selalu pertolongan kepada Allah sang penguasa dan penggenggam seluruh hati hamba-hamba-Nya.

Melayani Tanpa Tapi Tanpa Nanti
Selalu ada alasan yang mengharuskan kita untuk senantiasa bersyukur. Selalu ada alasan yang mengharuskan kita untuk terus berikhtiar, melangitkan doa dan meningkatkan keimanan. Jika semua hal memiliki alasan, maka begitu pula dengan pekerjaan. Selalu ada alasan yang mengharuskan kita untuk menjadikan amanah pekerjaan sebagai jalan jihad dan jalan dakwah. Tanpa tapi tanpa nanti. Saatnya berbagi. Kemudian istiqomahlah.
Pertama: Nikmat waktu muda. Usia muda identik dengan imunitas tubuh yang masih prima. Masa-masa muda biasanya tidak direpotkan dengan masalah kesehatan yang serius. Aktifitas untuk senantiasa belajar, berkarya, dan berkontribusi bagi umat bisa dilakukan dengan mudah ditambah lagi dengan nikmat teknologi dan komunikasi yang tidak bisa didustakan. Di usia yang masih tergolong produktif, harusnya semangat dan tekad untuk berbagi, memberi arti kepada orang lain kian menanjak. Apalagi ketika kita diberi tanggungjawab pekerjaan yang bisa dikatakan “wow”, lebih cepat dari yang difikirkan, diperkirakan, dan direncanakan. Saat itu pula kita harus percaya bahwa kita mampu menjalaninya. Allah tahu kadar kemampuan hamba-Nya.
Menjadi penyuluh narkoba, bukanlah amanah biasa. Bukan sekedar bekerja, menjalankan tugas kemudian menerima gaji. Lebih dari itu, didalamnya terdapat amanah kepada diri untuk bisa menjadi jalan kebaikan bagi orang lain, mengajak untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan narkotika, memberi nasihat kepada mereka-mereka yang telah terjerumus ke dalamnya, dan yang paling utama adalah mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk senantiasa dekat kepada Sang Khalik. Allah telah menjelaskan bahwa “Kamu semua (umat Islam) adalah umat terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyeru (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” Risalah ini adalah risalah mulia. Sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tujuan ini haruslah menjadi perioritas utama. Diawali dengan niat mulia dan diiringi dengan amal saleh penuh iman, insyaallah mampu mengundang rahmat dan berkah dari-Nya. Semoga tiap yang terucap kan terkenang manis dan semoga yang sedikit bisa menjadi pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak. Aamiin.
Kedua, Nikmat waktu sehat. Perhatikanlah saudara-saudara kita yang diuji dengan penyakit, sungguh dalam doanya mereka berharap kesembuhan yang dimana nikmat sehat itu akan mereka gunakan untuk beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Maka tidakkah kita berpikir? tentang ibadah dan amal saleh apa yang sudah kita perbuat. Jangan terlena, selagi diberi nikmat sehat gunakanlah sebaik mungkin untuk dekat dengan Allah. Ini Saatnya membuat resolusi kebaikan dan kebermanfaatan. Sungguh, sebaik baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Ketiga, Nikmat kaya dan cukup. Berbicara tentang kaya tidak hanya berbicara tentang materi semata. Karna dalam Sabda Rasulullah telah dijelaskan bahwa “Kekayaan bukanlah pada harta tapi kekayaan adalah kaya hati.” Yaitu hati yang senantiasa bersyukur, hati yang istiqomah mewaqafkan diri menjadi Employee of Allah, hati yang rindu untuk senantiasa berbagi manfaat pada sesama, dan hati yang selalu tertaut pada-Nya, merasa ada kehampaan tatkala menjalani tiap episode kehidupan tanpa sandaran keimanan kepada Dzat Yang Maha Rahman. Berbagi dan melayani tidak memandang apakah seseorang berasal dari golongan kaya atau papa, tua ataupun muda. Karna telah banyak ditemui kisah inspiratif tentang golongan papa yang ternyata bisa memberikan kebermanfaatan buat banyak orang. Pun sebaliknya, banyak pula yang berasal dari golongan kaya namun belum tergerak hatinya untuk melangkah. Menebar manfaat untuk umat.
Jika sudah membahas ini, maka persoalannya bukan pada materi yang dimiliki melainkan niat suci yang membuat Allah membentangkan jalan kemudahan bagi siapapun yang bersungguh-sungguh ingin menjadi insan terbaik itu. Maka, tidakkah nikmat kaya itu digunakan untuk bersyukur kepada-Nya? Saya teringat pada saat-saat ditugaskan memberikan penyuluhan narkoba baik kepada generasi muda maupun kepada masyarakat. Seketika setelah penyuluhan selesai, saya diberikan insentif sebagai narasumber kegiatan. Tangan saya, masih mampu menerima rizki-Nya, lisan saya masih mampu berbicara menyampaikan informasi bahaya narkoba, menyampaikan ilmu yang belum seberapa. Pada saat itu, saya berbisik dan membatin. “Ya Rabb, Engkau Maha Kaya, Engkau masih perkenankan hamba-Mu ini berbicara, Engkau masih perkenankan hamba-Mu ini menerima semua kebaikan-Mu. Maka adakah lagi nikmat Allah yang ingin kamu dustakan?” Sejak saat itu, saya berhujam dan bertekad melangitkan pengabdian. Menjadikan pekerjaan bukan sekedar tugas bekerja saja, tapi harus bernilai ibadah di hadapan-Nya. Istiqomah hingga akhir hayat memang tidak mudah. Akan selalu ada tantangan dan ujian. Tapi Ada Allah, maka jangan jauh-jauh dari Allah. Mohonlah kepada Allah agar hati ini selalu tertuju pada ridha-Nya semata. Ingin menjadi hamba yang biasa saja atau hamba yang bermanfaat dan mau menebar kebaikan? Ini pilihan. Yuk, bertekad bersama menjadi orang-orang yang istiqomah menolong Agama Allah, sebagaimana Allah yang tak pernah bosan menolongmu di kala susah dan senang.
Keempat, Nikmat waktu luang. Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan “Intinya, dunia adalah ladang beramal untuk menuai hasil di akhirat nanti. Barang siapa yang memanfaatkan nikmat waktu luang dalam rangka melakukan ketaatan, maka dialah yang akan berbahagia.” Semoga dengan ini, kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan. Insyaallah.
Kelima, Nikmat hidup. Kehidupan dan kematian adalah rahasia Allah. Tiada satupun hamba yang berkuasa akan hal tersebut. Orang-orang beriman tentu akan mempergunakan nikmat hidupnya untuk bersegera dalam meraih ampunan Allah, melaksanakan ketaatan dengan sebaik mungkin. Karna Allah ingin melihat siapa diantara hamba-Nya yang paling baik amalannya.
Jika ajal menjemput ketika segala hal baik sudah diniatkan, ketaatan sedang dijalankan, maka Allah sudah menuliskan amalnya sesuai dengan niat dan ikhtiar yang dilakukannya. Dalam hal ini, Allah berfirman: “Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: An-Nisa’ ayat 100).

Agar Berkah, Jadilah Employee of Allah
Jika ada rasa hampa dalam bekerja, bergaji tinggi tapi tak didapati tenang di hati, mungkin selama ini orientasi amanah pekerjaan kita hanya untuk dunia. Sehingga yang didapat tiada lain tiada bukan hanya rasa capek, malas, dan mengeluh. Mulai saat ini, berhijrahlah. Hijrahkan niat kita, untuk siapa kita bekerja, untuk apa kita bekerja, visi apa yang ingin dituju dan amal apa yang bisa kita bawa ke kampung akhirat dari pekerjaan yang telah dititipi. Gapailah rahmat dan ridho Allah. Karna sesungguhnya tak ada yang lain yang lebih kita butuhkan selain keduanya.
Bekerja dimanapun tentu ada pimpinannya. Bekerja dimanapun juga tentu ada peraturannya. Supaya bekerja menghadirkan rasa. Maka kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya perlu dimaksimalkan. Agar segala amanah menjadi berkah maka mulailah berniat menjadi Employee Of Allah dalam artian kita menjadi karyawan Allah, bekerja kepada bos yang Maha Tinggi, Allah. Ada beberapa hal yang perlu dipahami sebagai karyawan Allah: Pertama, sadar dan paham bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Apapun nikmat yang diperoleh di dunia ini, hakikatnya adalah pemberian dari Allah meskipun wasilahnya beraneka ragam. Bisa melalui teman, pimpinan kantor, anak, keluarga dan lain sebagainya. Kedua, meniatkan apapun yang kita lakukan hanyalah untuk mendapat ridho Allah semata. Penyuluh narkoba, selintas terlihat hanya posisi dalam bekerja saja. Tapi jika kita berazzam, “Ya Allah, saya bekerja karena Engkau dan hanya untuk Engkau. Membantu ayah dan ibu di rumah, membantu pendidikan adik dan agar bisa berkontribusi bagi banyak orang.” Maka jika niat ini juga dibarengi dengan perbuatan, maka Allah akan mencatatnya sebagai amal saleh yang bernilai ibadah. Ketiga, menjadikan amanah dan potensi yang Allah berikan sebagai jalan kebaikan bagi banyak orang. Orang lain tersenyum, orang lain bahagia, orang lain ikut merasakan manfaat dari diri kita.
Masyaa Allah, semoga dengan ini kita semakin yakin bahwa tak ada amanah yang biasa-biasa saja, semua punya pesan dan hikmah. Dan di akhir tulisan ini, akan saya tutup dengan salah satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. “Dari Anas berkata, ‘Seorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak melakukan perjalanan, maka bekalilah diriku. Rasulullah bersabda, semoga Allah membekalimu dengan takwa. Dia berkata, tambahkanlah bekal untukku, ‘Rasulullah bersabda ‘semoga Allah mengampuni dosamu.’ Dia berkata, ‘demi ayah dan ibuku, tambahkanlah bekal untukku, ‘Rasulullah bersabda, ‘semoga Allah memudahkanmu untuk berbuat baik kapanpun dan dimanapun engkau berada.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dengan demikian, kita mesti memahami bahwa salah satu bekal terbaik yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah kemudahan dalam berbuat kebaikan, mengajak beramar ma’ruf nahi mungkar. Hakikatnya, kedudukan, pekerjaan, ataupun amanah lain yang tengah diemban sesungguhnya adalah fasilitas dari Allah agar kita dapat meraih puncak kenikmatan “Bertemu Dengan-Nya di Tempat Terbaik Bernama Surga.” Semoga amanah ini dapat kita maksimalkan dengan penuh iman dan takwa. Istiqomah mengamalkan dan memperjuangkannya hingga nanti, hingga waktu untuk kita pulang itu tiba.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *