Peran Imam Malik Dalam Penetapan Hukum Islam

Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di Negeri Hijaz (wafat 179 H/798 M). Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu ‘Amir ibn al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa Arab dusun Zu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar, wilayah Yaman. Ibunya bernama Siti al-‘Aliyah binti Syuraik ibn Abd Rahman ibn Syuraik al-Azdiyah.

Imam Malik adalah seorang yang berbudi mulia, dengan pikiran yang cerdas, pemberani, dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Beliau seorang yang mempunyai sopan santun dan lemah lembut, suka menengok orang sakit, mengasihani orang miskin dan suka memberi bantuan kepada orang yang membutuhkannya. Beliau juga seorang yang suka bergaul dengan handai taulan, orang-orang yang mengerti agama terutama gurunya.

Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan Khalifa Sulaiman ibn Abd Malik dari Bani Umayyah VII. Pada waktu itu, hidup beberapa golongan pendukung Islam, antara lain golongan sahabat Anshar dan Muhajirin serta para ahli hukum Islam. Pelajaran pertama yang diterimanya adalah Al-Qur’an, yaitu bagaimana cara membaca, memahami makna, dan tafsirnya. Lalu ia mempelajari hadits Rasulullah SAW dengan tekun dan rajin, sehingga mendapat julukan sebagai ahli hadits.

Adapun guru Imam Malik yang pertama dan bergaul lama serta erat adalah Imam Abd.Rahman ibn Hurmuz, salah seorang ulama besar di Madinah. Beliau juga belajar fikih kepada salah seorang ulama besar kota Madinah, yang bernama Rabi’ah al-Ra’yi (wafat tahun 136 H). Selanjutnya, Imam Malik belajar ilmu hadits kepada Imam Nafi’ Maula Ibnu Umar (wafat 117 H) dan Imam ibn Syihab al-Zuhry.

Setelah mencapai tingkat tinggi dalam bidang ilmu, beliau mulai mengajar dan menulis kitab, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi pengetauannya kepada orang lain yang membutuhkannya. Metode Istidlal yang Imam Malik pegang dalam menetapkan hukum Islam adalah berpegang kepada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ Ahl al-Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar Ahad dan Qiyas, Al-Ihtisan, Al-Mashlahah al-Mursalah, Sadd al-Zara’I, Istishhab, dan Syar’u Man Qablana Syar’un Lana.

Di antara karya-karya Imam Malik adalah kitab al-Muwaththa’. Kitab tersebut ditulis tahun 144 H atas anjuran khalifah Ja’far al-Manshur. Ada dua kitab dari pendapat Imam Malik ibn Anas yang terjaga sampai saat ini, yaitu al-Muwaththa’ dan al-Mudawamah al Kubra.

Kitab al-Muwaththa’ mengandung dua aspek, yaitu aspek hadits dan aspek fikih. Aspek hadits yang mana al-Muwaththa’ banyak mengandung hadits-hadits yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari Sahabat dan Tabi’in. Hadits-hadits diperoleh dari sejumlah orang yang diperkirakan sampai sejumlah 95 orang yang semuanya dari penduduk Madinah, kecuali enam orang saja, yaitu Abu al-Zubair (Makkah), Humaid al-Ta’wil dan Ayyub al-Sahtiyany (Bashra), Atha’ ibn Abdullah (Khurasan), Abd. Karim (Jazirah) dan Ibrahim ibn ‘Abi ‘Ablah (Syam). Hadits-hadits yang terdapat dalam al-Muwaththa’ ada yang bersanad lengkap, mursal, muttashil dan munqathi’, serta balaghat yang artinya suatu sanad yang tidak menyebutkan dari siapa Imam Malik menerima hadits tersebut.

Kitab al-Mudawwamah al-Kubra merupakan kumpulan risalah yang memuat kurang dari 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik yang dikumpulkan Asad ibn al-Furat al-Naisabury, berasal dari Tunis.Al-Muwaththa’ dan ditulis oleh Asad ibn Furat ketika berada di Irak. Di Irak, Asad ibn Furat bertemu dengan dua orang murid Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad. Masalah-masalah fikih yang terjadi di jawab oleh Ibn al-Qasim. Jawaban-jawaban Ibn al-Qasim yang kemudian menjadi kitab al-Mudawwamah AL-Kubra.

Mazhab Imam Malik pada mulanya timbul dan berkembang di kota Madinah, tempat kediaman beliau, kemudian tersiar ke negeri Hijaz. Perkembangan Mazhab Maliki sempat surut di Mesir karena pada saat yang bersamaan, bekembang pula mazhab Syafi’i. Akan tetapi pada zaman pemerintahan Ayyubiyah, mazhab Maliki kembali hidup.

Di antara para sahabat Imam Malik yang berjasa mengembangkan mazhabnya antara lain; ‘Usman ibn al-Hakam al-Juzami, Abd Rahman ibn Khalid ibn Yazid ibn Yahya, Abd Rahman ibn al-Qasim, Asyab ibn Abd al-Hakam, Haris ibn Miskin, dan orang-orang yang semasa dengan mereka. Mazhab Maliki akhirnya dapat tersiar dan berkembang serta dikenal kaum Muslimin hampir di seluruh dunia. Sampai sekarang mazhab Maliki pun masih diikuti sebagian kaum Muslimin di Maroko, Algeria, Tunisia, Tripoli, Libia, dan Mesir.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *