Kia As’ad Salah Satu Mediator Berdirinya Nahdlatul Ulama

Kiai As’ad Syamsul Arifin bersama K.H. Ali Maksum Krapyak Yogyakarta (kanan) dan K.H. Mahrus Ali Lirboyo Kediri (kiri) di sela-sela acara Munas Alim Ulama’ NU di Situbondo, 18 – 21 Desember 1983. | Sumber Gambar: Alfikr.co.

Ketika menjadi santri K.H. Muhammad Kholil Bangkalan, Kiai As’ad mulai berperan menjadi mediator didirikannya Nahdlatul Ulama (NU). Sebagaimana disebutkan dalam banyak literatur bahwa NU lahir setelah terjadi pergulatan pemikiran panjang di kalangan ulama muda yang dimotori oleh K.H. Wahhab Hasbullah. Sebagai tokoh muda yang sangat mengenal tradisi di Pondok Pesantren, pemuda Wahhab Hasbullah menyampaikan gagasannya kepada sang guru, K.H. Hasyim Asy’ari, tokoh paling berpengaruh saat itu. Namun gagasan pemuda Wahhab Hasbullah ini tidak serta merta diterima oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Sebagaimana tradisi di kalangan para ulama, secara terus menerus K.H. Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT. Setelah cukup lama ditunggu-tunggu akhirnya petunjuk yang diyakini itu datang melalui gurunya, yaitu seorang ulama terkenal asal Bangkalan, K.H. Muhammad Kholil melalui dalalah (petunjuk) yang dibawa Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Belakangan, isyarat yang dikirim K.H. Muhammad Kholil Bangkalan ini ditangkap sebagai restu dan persetujuan untuk mendirikan jam’iyyah. Sejak itu, keinginan untuk mendirikan organisasi para ulama ini semakin imatangkan. Namun, setelah setahun berlalu, jam’iyyah yang diidam-idamkan belum juga lahir. Di saat itulah Kiai As’ad muncul lagi membawa amanat K.H. Kholil Bangkalan. Al-kisah, Kiai As’ad kembali dipanggil oleh K.H. Kholil Bangkalan. Kali ini Kiai As’ad disuruh mengantarkan seuntai tasbih kepad K.H. Hasyim Asy’ari. Seuntai tasbih tersebut  ikalungkan di leher Kiai As’ad sembari dibacai doa “Ya Jabbar Ya Qahhar” sebanyak tiga kali. Dengan isyarat inilah K.H. Hasyim Asy’ari merasa mantap untuk mendirikan jam’iyyah NU.

Setelah mengalamai kedua peristiwa tersebut, Kiai As’ad akhirnya mondok di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Suatu hari, bersama santri Tebuireng yang lain, yaitu Kiai Mahfudz Shiddiq dan Kiai Asnawi, Kiai As’ad diberi tugas oleh K.H. Hasyim Asy’ari untuk mengantarkan surat undangan. Kiai Mahfudz Shiddiq dan Kiai Asnawi ditugaskan mengantar undangan kepada para Kiai di pulau Jawa, sedangkan Kiai as’ad di wilayah pulau Madura. Belakangan Kiai As’ad tahu bahwa undangan pertemuan yang ditempatkan di Surabaya tersebut berisi rencana pembentukan organisasi para ulama yang kemudian populer dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU).

Sumber: K.H.R. AS’AD SYAMSUL (008-204-010-0)


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *