Hari demi hari, detik demi detik berlalu. Ini adalah perwakilan sebuah jeritan hatiku dari Palestina untukmu para tentara kejam Israel! Entah apa yang telah merasuki kalian sehingga begitu bencinya kalian pada tanah kelahiranku ini. Cukup sudah kau merenggut harta kami, memporak-porandakan fasilitas yang ada yang dulu terlihat indah namun sekarang hanya tertinggal puing-puingnya saja. Tak puaskah kau melihat banjirnya darah para manusia-manusia yang syahid di jalan Allah akibat ulahmu yang sangat laknat itu?. kau memisahkan kami semua dari keluarga yang sangat kami cintai, dan aku adalah salah satunya.
Aku tau, aku hanyalah seorang anak kecil yang tak mengerti apa-apa. Tapi berkat datangnya kalian, kini aku mengetahui banyak akan hal. Dimana biasanya anak-anak bermain diluar sana, kini kami hanya diam termenung, bersembunyi ditempat yang aman, berlari-larian sembari melihat langit yang biru nan mempesona itu, kini kelabu akan asap-asap kebul pengeboman.
Tapi kali ini, aku sangat tidak mengitu menyangka, sebuah tragedi itu tepat berada didepan mata kepalaku sendiri. Kini kulihat sebuah pistol tepat berada di hadapan ayahku. Aku teringat, aku pernah bilang ke ayah, ketika aku besar nanti, aku ingin menjadi polisi dan bisa memegang pistol yang pada aslinya. Apakah kalian tau? Pada awalnya aku mengira itu adalah sebuah pistol mainan, yah aku mengira tentara tersebut sedang bermain polisi-polisian dengan ayahku, seperti yang biasa aku lakukan dengannya. Tapi kali ini berbeda, bunyinya tidak seperti biasanya, dan ayahku pun terjatuh ke tanah, akan tetapi sangat begitu aneh, mengapa ayahku bergelimpangan dengan darah, aku pun membangunkan ayahku, namun entah mengapa ayahku tak menjawab panggilan dariku. Aku pun mengejar tentara itu, dan aku bertanya mengapa ayahku tidak bangun juga, namun ia hanya diam sambil tersenyum licik dan meninggalkanku, aku pun menghampiri ayahku, dan memeluknya sambil menangis.
“baba, yria alastigaz!” (ayah, tolong bangun!)
“bidawrih, ‘ana alshurtat wa’abi hu alsharir!” (gantian, aku yang jadi polisi dan ayah jadi penjahatnya!)
Disitu, orang-orang pun berkumpul mengangkat ayahku, dan disitu aku merasa panik, mau dibawa kemana ayahku. Dan seketika ketika kami pulang di tempat pengunsian kami, ibuku bilang bahwa ayah sudah tiada. Sontak saja aku menjerit menangis dan memberitahu ibuku bahwa ada seorang tentara yang bermain polisi-polisian dengan ayahku. Lalu ibuku menjawab “suatu saat nanti kamu akan tau sayang”.
Dan kini aku tau semuanya, aku merasa sangat bodoh. Bagaimana mungkin aku membiarkan ayahku sendiri di tembak oleh tentara Israel tersebut dengan mata kepalaku sendiri, setiap harinya aku selalu menyesali akan hal itu. tapi kini aku janji, aku akan meraih cita-citaku. Aku akan berusaha menjadi pemimpin yang baik terutama untuk ibuku dan bangsaku ini. Jika jiwa dan ragaku ini masih terpijak disini, aku tak akan membiarkan Masjidil Aqsa direbut oleh para tentara yang laknat itu. Ya Allah teruslah bersama kami, lindungi negara tercinta kami ini, balaslah perbuatan mereka dengan azabmu yang pedih. Tunggu kami Ya Allah, kami pastikan akan menghadapmu dalam keadaan memperjuangkan Islam ALLAHU AKBAR!!…..