Sudahkah Kita Menjalani Hidup dengan “Beragama”?

Agama merupakan bagian dari kosakata dalam Bahasa Indonesia, yang definisinya adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan kepribadian kepada Tuhan Yang MahaKuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan lingkungannya. Sedangkan dalam Islam, terdapat istilah Ad-Din sebagai padanan kata agama, yang artinya taat dan tunduk.

Berdasarkan pengertian agama tersebut, dapat kita pahami bahwa agama sudah mengatur semua hal dalam satu kesatuan utuh, yang kelak harus dipatuhi semua pemeluknya. Hal itu pun berlaku dalam Islam, bahwa Islam sudah mengatur semua aspek meliputi akidah, fikih, akhlak, hingga tasawuf, dan sebagainya.

Namun, dari semua hal yang sudah diatur oleh Islam untuk kita tersebut, apakah kita sudah bisa mengamalkannya?

Islam dapat diartikan sebagai pasrah, berserah diri kepada Allah SWT. Apa kita sudah benar-benar pasrah terhadap ketentuan dan ketetapan Allah SWT? Lalu, dari mana asalnya gerutuan, keluhan, rajukan, bahkan kalimat-kalimat kasar yang kita lontarkan saat apa yang kita terima tidak sesuai dengan apa yang diharapkan?

Barangkali, di sanalah letak kekurangan kita. Saat kita jengkel, mengumpat, bahkan berkata kasar karena kecewa terhadap hasil yang kita terima, artinya, ada bagian dari hati kita yang tidak rela, tidak pasrah pada apa yang diberikan Allah SWT.

Islam mengajarkan pemeluknya untuk memiliki sifat qanaah dan husnuzan kepada Allah SWT. Artinya apa? Semua umat Islam harusnya memiliki hati yang lapang, yang rela dengan semua bagian yang diterimanya, serta berbaik sangka dengan menganggap semua itu adalah jalan terbaik yang diberikan Allah SWT untuk makhluknya. Dua sifat ini begitu penting karena penerapannya meliputi banyak hal dalam keseharian manusia.

Para pedagang yang sepi pembeli sehingga keuntungannya hanya sedikit bahkan cenderung rugi, para honorer yang gajinya jauh dari kata cukup, para pelamar kerja yang tidak lolos seleksi, para calon mahasiswa yang tidak diterima di kampus impian, dan berbagai contoh lain, sejatinya tak akan meradang. Jika memiliki sifat qanaah, maka hatinya akan lapang menerima apa pun hasil yang didapatkan, meskipun itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Ada satu keterangan yang menyatakan bahwa Allah SWT membenci tiga hal dari umatnya, yaitu mereka yang menyepelekan perintah Allah SWT, mereka yang tidak rela terhadap bagian yang diberikan Allah SWT, dan mereka yang membenci dan menyalahkan Allah SWT saat apa yang mereka peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Na’udzubillah.

Kita sudah tidak asing dengan istilah ikhtiar dan tawakal. Dua hal itu sudah menjadi bagian dari jalan hidup kita, bahwa kita sebagai makhluk hanya bisa berusaha. Adapun bagaimana nanti hasilnya, kita pasrahkan kepada Allah SWT, karena Dia-lah sebaik-baiknya pengatur kehidupan.

Kita paham betul bahwa hati yang lapang dan rasa rela terhadap semua yang didapatkan ini bukah sesuatu yang dapat lahir secara instan. Sifat ini akan tumbuh dan terpupuk dengan adanya husnuzan, berbaik sangka kepada Allah SWT. Awali semuanya dengan berbaik sangka dan meyakini bahwa apa pun yang dianugrah Allah SWT kepada kita adalah yang terbaik, yang akan menguatkan keimanan dan ketaqwaan kita.

Semoga dengan qanaah dan husnuzan ini tak ada lagi kejengkelan, gerutuan, dan ungkapan kekesalan lain, bahkan iri dan dengki terhadap sesama yang menerima hasil lebih baik dari apa yang kita terima. Semoga dengan sedikitnya membersihkan hati, kita diberi kemudahan untuk beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, agar kita bisa menjadi ‘umat beragama’ yang sesungguhnya. Amin.

Wallahu a’lamu bishshowab.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *