Seninya Ramadan

Senja sore menyuguhkan jingganya yang menawan. Fatamorgana membawa jauh lamunanku dan mengeksplore seluruh benak pikiran, mengkhayalkan masa depanku yang terang itu. Soreku kali ini tidak ku sandingkan dengan secangkir kopi hangat, namun hanya bertemankan perut kosong, bibir kering, dan badan yang lemas. Keadaan seperti ini melatih jiwaku agar kuat menghadapi hari-hari dengan segudang aktivitas. Maklum saja, aktivis kampus dengan sederet kegiatan. Kehidupanku sama seperti manusia pada umumnya, makan, minum, ibadah, tidur, makan lagi, minum lagi dan berulang. Tapi tenang, ini ramadan, semuanya ku tahan kecuali tidur dan meningkatkan ibadah tentunya. Benar saja, tidur saat perut kosong sungguh nikmat. Cobalah, candu haha!

Aku Hakim, pemuda rantau jarak tanggung. Kau tahu? Kota asalku tak begitu jauh, tapi tetap saja akan lelah dan pegal-pegal ketika ditempuh. Kota asalku dapat dicapai hanya dengan duduk manis di travel perjalanan selama 2 jam, ya tentu 2 jam kalau jalan lancar tanpa macet, kalau macet? Pikirkan saja. Perjalanan menuju kotaku kadang membuatku terlelap dan juga kadang terjaga. Entahlah, hanya sesuai mood dua hal tersebut dapat terjadi. Terlepas dari semua itu, beruntung nya adalah jarak rantauku sangat menghemat kantong karena tak perlu ku pesan tiket maskapai burung besi itu. Cukup melalui jalan darat, rumahku dapat dijangkau.

Walau sebagai perantau yang nanggung, tetap saja ada banyak cerita yang dapat ku sampaikan, banyak rasa yang dapat ku suguhkan, dan berbagai pelik yang bisa ku ceritakan. Apalagi momen ini, ramadan berkah untuk para anak kos sejati. Mengapa? Ya tentu saja, seni nya ramadan ku temukan di sini. Buka, sahur, buka bersama, sahur bersama dan lain sebagainya. Menyenangkan adalah ketika akan tiba adzan magrib untuk berbuka puasa, tanpa komando jamaah rombongan anak kos berburu takjil dan berbondong menuju masjid. “Keren, rasa idul fitri ramai seperti ini”. Gumam ku dalam hati. Buka puasa kami romanstis, harmonis, dan ekonomis tentunya. Namun jangan kau Tanya betapa nikmatnya kebersamaan. Kami bukannya tak punya uang untuk menjajal makanan di luar, hanya saja menjaga kantong untuk perjalanan sampai akhir bulan. Haha licik!

Buka puasa di kamar kos hanya saat stok pertakjilan masih tersedia. Kalau tidak? Opsi pertama tentu masjid yang hanya lima langkah dari pagar utama kos ku. Aku tak sendirian, dua orang temanku yang juga satu frekuensi dengan ku sudah stand by sebelum jam menunjukkan setengah enam. Aku biasanya pulang dari kampus saat sore hari, pukul lima tepatnya. Biasalah, organisator dan pejuang kegiatan. Kevin dan Andre, teman berburuku sudah menunggu dan siap dengan pakaian rapinya. Tanpa basa-basi langsung ku parkirkan motor lalu masuk ke kamar dan bersiap-siap. Mandi, ku kenakan sarung, baju koko lalu kopiah dan yang paling penting adalah alquran. 15 menit, selesai. “ Ayo gas bro!”. ajak ku pada mereka. Beranjak dari tempatnya dan bergegas menuju lokasi, masjid. Jangan kau tertawa kawan, biar ku ajak kau rasakan nikmatnya hidangan itu. Ayolah, kapan?

Kurma, kue bolu, gorengan, dan persediaan makanan lainnya siap santap saat azan berkumandang. Selain itu, kau tahu seninya ramadan para penghuni masjid? Memperkirakan waktu pembagian nasi kotak! Iya, nasi kotak dengan lauk yang seadanya tapi dengan ini lah yang menjadikan ku hemat sekian rupiah uang dalam sehari. Andai saja makan ku 10 ribu hanya untuk buka puasa, kau hitung saja sampai akhir puasa, hemat bukan? Memang anak-anak kos sepertiku seketika menjelma menjadi anak akuntansi, cermat dan cekatan dalam keuangan. Jangan lalaikan waktu sedikit saja, hilang sudah nasi kotak untukmu dan akan memaksa merogoh kantong menuju warung makan padang. “Bu, nasi telur dadar satu, bungkus saja”. Pesanku pada pelayannya. Mereka sudah hafal gerak-gerikku, datang motorku, turun dan mendekat ke etalase lalu memesan nasi telur. Ya memang itu yang terjangkau dan sedap disantap. Haha!

Ramadan tak selalu tentang buka bersama ataupun sahur bersama. Ramadan adalah bulan penuh berkah, segala ibadah yang dilakukan akan dilipat gandakan pahalanya. Tarawih, esensinya ramadan selalu menyulap masjid menjadi barisan agamis. Masjid tak lagi cukup membendung banyaknya manusia yang datang beribadah. Jumlahnya harus memaksa membuka lapak baru di teras masjid dengan menyiapkan ambal atau sajadah tambahan untuk mereka yang ada di luar. Tentu saja tarawih akan menjadi momen yang ditunggu, karena hanya dilakukan di bulan ramadan setiap malamnya. Hal yang paling disorot adalah imam sholat nya. Karena, dari imam nya para jamaah akan tahu pukul berapa tarawih akan berakhir.Belum lagi kalau dipotong dengan waktu kultum. Kultum judulnya, tujuh menit artinya, tapi jangan heran kalau para pemateri selau melebihi batasnya, setengah jam bahkan. Durasi lama itu akan membuat jamaah bosan dan tak jarang mengantuk. Seperti di masjid dekat kos ku contoh nya. Silih berganti orang-orang akan keluar untuk berwudhu kembali atau mengusap wajah minimal untuk mengilangkan kantuk. Bahkan ada beberapa oknum yang kembali ke rumah nya masing-masing. santai, itu hanya orang-orang yang sudah pada klimaks kantuknya. Pada saat seperti ini, aku selalu mencoba berdamai pada diri sendiri menahan rasa kantuk dan mencoba tetap fokus pada kultum yang disampaikan. Walau pikiran sudah ada pada ranjang kamarku. Setidaknya aku bertahan menyelesaikan tarawih malam demi malam.

Tarawih bukan satu-satunya amalan yang digaungkan saat bulan suci ramadan. Tadarusan. Orang-orang akan ramai melantunkan asma Allah pada setiap sudut tempat. Tidak hanya selesai solat, setiap waktu kosong dan tempat yang memungkinkan akan ada orang yang melafalkan ayat-ayat Allah untuk mengejar target khataman yang sudah direncanakan. Kata orang, ramadan adalah titik balik perubahan untuk menjadi lebih baik. Benar saja, akan terlihat semua umat yang menyongsong sebenar-benarnya perbuatan, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Aku sebagai mahasiswa yang cinta kampus, selalu berada dan menjadi bagian orang-orang yang ada di dalam masjid. Masjid kampusku begitu hidup, dihidupkan oleh nyawa-nyawa yang bersih, hati-hati yang suci dan mulut-mulut yang melantunkan kalam Allah. Banyak orang-orang yang setia menyebutkan dan bersuara untuk ayat Allah, 15 menit, 30 menit, atau berjam-jam bahkan. Saat-saat seperti ini, tak pernah kenal kata lelah untuk kebaikan, tak kenal kata nanti untuk memperjuangkan amal baik. Semua orang akan sadar bahwa hidup tentang kebermanfaatan, semua akan sadar bahwa berloma-lomba dalam kebaikan adalah hal yang menyejukkan.
Ramadan datang dengan sambutan meriah semesta. Orang-orang akan selalu senang pada euforia setiap harinya. Sore hari akan ramai dengan lalu lalang dan hilir mudik para pencari takjil,gorengan, dan nasi padang bahkan. Segala bentuk amal ibadah akan dilaksanakan tanpa kata malas para penggiatnya. Tapi itulah manusia, tetap akan ada sisi kecil dan cela sempit yang membuatnya goyah. Begitupun aku, sama. Hari bahkan minggu awal ramadan masjid masih ramai, lantunan ayat suci alquran banyak yang menggaungkan. Sayangnya, seleksi alam benar adanya. Allah menguji hambanya melalui semua nikmat yang diberikan. Allah berikan kebahagian pada mahluk semesta. Seleksi ini berdasarkan iman, naik turun, stabil, atau bahkan meningkat? Ironis nya semakin akhir ramadan masjid ditinggalkan. Masjid dekat kos ku, simplenya. 10 hari terakhir bukannya ramai mengejar Lailatul Qadr, malah kosong melompong tak seperti di awal. Yang awal nya memilih tempat solat saja susah sekarang datang setelah adzan pun masih dapat tempat. Mengapa? Haluan mungkin telat berputar menuju toko-toko baju lebaran, lapak-lapak kue hari raya. Oh iya, satu alasan lain yang mungkin dapat menstabilkan opini sepi nya masjid kos ku terutama, karena para anak kos penghuni masjid satu-persatu sudah mudik ke kampung halamannya. Tinggal lah tersisa para ayah dan ibu yang masih semangat meningkatkan keimanannya.

Aku menjadi salah satu penghuni terakhir kos ku sebelum mudik ke kampung halaman. Bersama dua temanku, kami konsisten dan istiqomah untuk juga menjadi penghuni terakhir masjid yang sangat dekat dengan kos, Al-hidayah namanya. Tetap saja masih ada beberapa remaja seumuran kami saat itu, namun kalau kami juga sudah pergi? Kemana penerus penghuni masjid selanjutnya? Ramadan setidaknya menyadarkan hamba Allah untuk beriman dari awal sampai akhir, bahkan iman harus selalu tertanam di luar bulan ramadan. Memang itu esensinya.

Besar harapanku pada ramadan kali ini. Sebagai anak kos sejati, aku akan selalu menjadi penggerak dan contoh di masyarakat untuk selalu melakukan kebaikan. Apalagi di bulan penuh berkah katanya, berusaha untuk selalu istiqomah beribadah dan beriman kepada Allah, bukan hanya konsisten untuk mendapat nasi kotak. Haha!


Penulis

3 COMMENTS
  • Corporal Cadet Ridho Heradios N
    Reply

    Rancak Bana

  • Annisa Dwi Kurnia
    Reply

    Kerennnn

  • Annisa Almira
    Reply

    KERENSIH!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *