Pelajaran Kehidupan (Lagi) Dari Makna Memberi

Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan, pada bulan ini kita saling berlomba-lomba untuk memperoleh pahala kebaikan dari setiap ibadah dan amalan harian yang biasa kita kerjakan. Amalan yang dalam pengerjaannya, pahalanya akan lebih dilipat-gandakan. Di bulan ini kita tak hanya lebih banyak saling menghormati dan berbagi antar sesama, tapi juga belajar untuk hidup lebih sederhana. Puasa mengajarkan kepada kita untuk mencoba empati pada mereka yang sehari-harinya harus menahan lapar, dahaga, dan keterbatasan lain. Sehingga kita bisa ikut mengambil hikmah pelajaran didalamnya, ikut merasakan keprihatinan mereka. Menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan, berbagi, dan saling kasih mengasihi. Meski sebetulnya tak hanya di bulan Ramadhan saja kita harus melakukan kebaikan, tapi diluar itu kita harus senantiasa melakukan banyak kebaikan. Puasa juga mengajarkan kita melatih diri, untuk menjadi pribadi yang tak hanya menahan lapar, tetapi juga bisa menahan segala bentuk uneg-uneg hati, yakni menahan hawa nafsu itu sendiri.

Ramadhan alhamdulillah kembali mengantarkan saya lagi untuk mencoba blusukan  ke kampung-kampung. Ya, saya memang hobi sekali melakukan perjalanan seorang diri atau bersama beberapa kawan muslimah lain untuk sekedar membantu alakadarnya bagi mereka yang membutuhkan. Di bulan lain selain Ramadhan biasanya setiap satu bulan sekali pada waktu weekend saya menyempatkan untuk mencoba menularkan kebiasaan saya yaitu membaca. Dengan dana pribadi seadanya dan beberapa buku-buku milik perpustakaan kecil pribadi saya, saya pun berangkat melakukan perjalanan blusukan kemana saja angin membawa, sekaligus menjadi momentum refreshing bagi saya yang sehari-hari berkutat dengan mata kuliah dan mengajar. Ya, ini semacam jalan-jalan bagi saya. Disamping berjalan-jalan, saya ingin juga bisa memberi manfaat bagi oranglain. Sebetulnya itulah tujuannya dan esensi dari sebuah perjalan kecil

Dina Hanifa1Awal pertama Ramadhan, saya nge-trip seorang diri seperti biasa dengan membawa beberapa makanan alakadarnya dan buku-buku untuk anak ke tempat yang biasa saya kunjungi. Tidak banyak memang, biasanya saya bawa juz amma dan iqro untuk sekaligus mengajarkan anak-anak di kampung yang berada sangat jauh dari kota, bisa dibilang pelosok sekali. Selain mereka bisa baca berbagai macam buku cerita anak yang saya bawa, saya juga mengajarkan mereka mengaji iqro dan hapalan Qur’an. Tak hanya anak-anak, ibu-ibu kampung disana pun saya ajak untuk belajar mengaji bersama dan sedikit kajian tentang ilmu agama. Ya, walau sebagian mereka masih malu-malu untuk belajar di usia yang tak lagi muda, namun semangatnya sangat luar biasa. Beberapa bulan ke belakang, saya aktif berkunjung ke sebuah Madrasah sederhana yang terpencil dan berisi murid-murid yang tak banyak jumlahnya, staf pengajarnya pun hanya satu orang, berdua dengan saya. Disitulah saya mengajarkan mereka. Saya kesana tanpa transportasi, alias jalan kaki pulang pergi sekitar 10 Km dari rumah. Mengajar bagi saya sebagai panggilan hati, membawa kebahagiaan tersendiri. Apalagi jika saya bisa membantu sedikit ilmu yang saya punya untuk mereka, rasanya bahagia sekali bukan main.

Ya, ceritanya hari itu saya mengunjungi mereka lagi. Sekaligus saya mau pamit dengan mereka. Karena Ramadhan ke depan saya ada di luar kota. Hari itu, mereka saya bagikan buku hapalan doa-doa sebagai kenang-kenangan dan beberapa snack cemilan alakadarnya. Betapa bahagia dan campur sedihnya mereka. Bahagia karena diberi hadiah, sedihnya karena harus berpisah dari saya. Ya, saya harus pindah keluar kota dan barangkali itu adalah hari perpisahan saya dengan mereka. Sedih sekali rasanya, mereka sudah seperti sahabat-sahabat kecil saya. Selama enam bulan saya mengajarkan mereka dan pada awal Ramadhan ini saya harus berpisah dengan mereka. Barangkali Alloh punya rencana lain untuk pertemuan kami selanjutnya dikemudian hari, dilain waktu dan kesempatan lain tentunya.

Mereka mengucapkan perpisahannya, dan juga memberikan saya hadiah. Sebuah hadiah yang bukan benda dan itu lebih dari apapun menurut saya. Yaitu hadiah mereka bisa membaca Al-Qur-an dengan baik dan benar, serta hapalan Qur’an mereka pun sudah lumayan, sungguh itu lebih berharga dari apapun. Dalam perjalanan pulang, mata saya sempat berkaca-kaca, langkah saya cukup berat. Yang berat itu adalah hati saya yang harus pergi meninggalkan mereka disaat saya sudah merasa sayang dan dekat dengan mereka. Ada mimpi dan tugas sosial lain yang harus saya kejar di depan sana, dan semoga kami dipertemukan lagi.

Setibanya di rumah, saya dikejutkan dengan beberapa bingkisan dari kerabat. Ada yang memberi buku bacaan yang sudah beberapa bulan kebelakang sebetulnya saya inginkan tapi belum kunjung bisa membeli, kerudung, cemilan berupa kue-kue dan sirup. Saya memang belum sempat beli makanan untuk persiapan menjelang Ramadhan karena berbagai aktifitas luar dan rasanya ini seperti hadiah kejutan. Masya Alloh, 24 jam belum berlalu, namun Alloh SWT telah mengganti semua pemberian saya itu dengan rezeki yang datangnya dari arah yang tak disangka-sangka. Saya hanya memberi bagian kecil dari apa yang Alloh titipkan pada saya untuk saya bagikan selama bersama mereka, namun saya percaya inilah balasan yang Alloh berikan, ini berkah Ramadhan. Dan barangkali inilah pelajaran kehidupan (lagi) dari makna memberi sesama itu. Sesuatu yang selalu membuat saya ketagihan untuk melakukannya, karena Alloh sungguh Maha Pemberi balasan yang sangat baik. Begitulah cerita menarik saya di Bulan Ramadhan ini, semoga bisa diambil hikmahnya dan bermanfaat untuk semua.

Oleh: Dina Hanifa

Dari: Kab. Purwakarta, Jawa Barat

Dina Hanifa2


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *