Nikah Mudah

Namaku Syawal, mahasiswa Fakultas Hukum, semester 2.

Aku adalah tipe pria yang cuek dengan lawan jenis. Kenapa? Karena dari pengalamanku selama ini, dapat ku tarik kesimpulan bahwa mereka adalah spesies yang selalu merepotkan. Tetapi, kalau dengan sesama jenis!  Akulah happy virusnya, hahahha..

Di akhir-akhir masa semester 2 ini. Tiba-tiba, aku tertarik dengan seorang perempuan yang begitu anggun.

Aku jarang bertemu dengannya.

Aku pun menyadari kalau aku dengannya, hanya 1 mata kuliah dalam kelas yang sama, yakni mata kuliah Hukum Islam.

Namanya Aisyi.

Menurut teman-temanku yang mengaku sekelas dengan Aisyi pada semester 1, Aisyi adalah tipe perempuan yang baik, dia begitu menjaga interaksinya dengan lawan jenis.

Aku mengenal Aisyi sejak awal pertemuan perkuliahan, mata kuliah Hukum Islam. Tetapi, saat itu aku belum menyukainya. Aku mengenal Aisyi karena dia termasuk mahasiswi yang aktif.

Sampai suatu hari, tiba-tiba saja aku mulai memperhatikan gerak-geriknya. Ku rasa, aku mulai mengaguminya saat dia menjelaskan hal yang begitu banyak Umat Islam sendiri tak tahu.

Aisyi berpendapat bahwa Hukum Islam itu (Hukum Allah) tidaklah kejam. Allah adalah pencipta langit dan bumi beserta apa diantara keduanya, termasuk kita manusia yang diciptakan dengan sempurna, dengan di Karunia akal pikiran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Hukum Islamlah yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam hidup manusia. Allah Maha Tahu segalanya.

Hukum Islam itu sendiri, bertujuan untuk:
1.) Sebagai penebus dosa di akhirat. Contoh, apabila seorang pencuri yang memenuhi syarat untuk diberi hukumam potong tangan, dan tangannya pun di potong sesuai yang telah diajarkan. Maka di akhirat kelak, tidak dimintai pertanggung jawaban lagi atas dosa mencurinya tersebut. Wallahu alam.

2.) Untuk memberikan efek jerah kepada pelaku.

3.) Dilakukan di depan umum,  agar orang lain tidak atau takut melakukan hal yang sama.

Apabila manusia tidak menggunakan hukum Islam. Tetapi, mereka menggunakan hukum buatan mereka sendiri. Itu disebabkan karena paham sekularisme.

Sekularisme adalah memisahkan antara urusan agama dengan urusan kehidupan.

Mereka tidak mau di atur oleh hukum-hukum Allah selain dari hal peribadahan. Padahal kita tahu sendiri bahwa agama Islam dikatakan sempurna karena agama Islam mengatur segala urusan manusia tanpa terkecuali. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Mulai dari bangun rumah tangga hingga negara.

Di sistem kapitalisme sekarang ini kebanyakan manusia menyamakan dirinya dengan Allah. Kenapa sayang bilang begitu? Ya, karena mereka tidak mau di atur oleh hukum Allah. Mereka mengatur dirinya sendiri, membuat aturan bermasyarakat sendiri dan sebagainya. Padahal kita tahu bahwa pemikiran manusia itu terbatas karena manusia hanya mahkluk ciptaan Allah. Manusia hanya bisa memprediksi.

Aku benar-benar kagum mendengar penuturannya tersebut.

~~~

Sepulang Shalat Magrib, aku menatap seorang perempuan berbusana Syar’i (gamis + kerudung yang menjulur hingga menutupi dadanya), berdiri di bawah pohon yang berada di pinggir jalan, sambil memainkan ponselnya dengan serius. Ku rasa, perempuan tersebut mirip Aisyi!

Aku pun mendekatinya, dan dugaanku benar.

“Aisyi!” panggilku padanya setelah ku turunkan kaca mobilku.

Dia pun mengangkat kepalanya dan menatapku sekilas yang berada di depannya. Kemudian fokus ke ponselnya kembali dengan tatapan khawatirnya.

Melihat reaksinya yang benar-benar cuek. Aku pun turun dari mobilku dan menghampirinya.

“Hei! Ngapain di sini sendirian? Udah Magrib lohh!”

Dia tak memperdulikan pertanyaanku, dia masih tetap fokus ke layar ponselnya.

“Hei!” tegurku dengan refleks memegang tangannya.

“Kamu siapa?” tanyanya sembari melepaskan tangannya dari peganganku.

“Cihh” desisku merasa lucu karena dia tak mengenaliku.

“Aku Syawal.”

“Maaf, aku tak mengenal kamu. Jadi,  tolong jangan gangguin aku,” ucapnya.

“Ya elah. Aku Syawal, kita sekelas Mata Kuliah Hukum Islam.”

Dia mengabaikan ucapanku, dia hanya fokus ke layar ponselnya.

“Aku bukan orang jahat, dan aku nggak akan ngapa-ngapain kamu!”

Dia menggela napas berat.

“Jadi, bisa pergi dari sini sekarang?” tanyanya kemudian.

“Nggak.”

“Kenapa?”

“Aku nggak bisa ninggalin kamu sendiri di sini.”

“Kenapa?”

“Mana mungkin aku bisa meninggalkan seorang perempuan sendiri di malam hari seperti ini!”

Dia hanya menghela napasnya, tak ada niatan untuk membalas ucapanku.

“Kamu ngapain di sini?” tanyaku.

“Nunggu jemputan.”

“Mau aku antar pulang?”

“Terimakasih.” ucapnya menolak secara halus.

“Kamu nggak takut di sini sendiri?”

“Nggak.”

“Akhir-akhir ini banyak pencurian lohh,”

“Ada Mba kios!”

Aku menghela napas berat. Kemudian melangkah menuju mobilku.

Mana tegah aku meninggalkan perempuan yang ku kagumi begitu saja. Aku hanya memilih untuk memperhatikannya dari kejauhan agar ia tak merasa risih dengan keberadaanku di dekatnya.

Ini sudah setengah jam. Tetapi, dia masih berada ditempatnya juga.

Dia kelihatan begitu gelisah, sembari kakinya ia goyang-goyangkan. Dia pasti kecapean berdiri.

Tak lama kemudian ada seorang perempuan yang tak menggunakan hijab menghampirinya.

Aisyi begitu bahagia menyambut perempuan tersebut, dia pun pergi bersamanya.

Aku menghela napas legah.

~~~

Aku berjalan menuju kelas ku. Ku lihat, Aisyi sedang bersenda gurau dengan Reli temanku dari SMA.

“Wal!”

“Hm.”

“Kenapa berhenti?” tanya Oji sahabatku sembari mengikuti arah pandanganku.

“Ya elah. Aku udah saranin sama kamu,  jangan menyukainya. Dia cewek anti pacaran.” ucap Oji sembari mengajakku melangkah menuju kelas kami.

“Kamu nggak usah berharap ama dia. Dulu waktu semester satu nih, aku pernah chat dia nanya soal tugas!”

“Dapat nomornya dari mana?”

“Dari group kelas, Syawal bego,”

“O, iya.”

“Terus?” tanyaku meminta kelanjutan cerita Oji.

“Dia balasnya singkat, padat, dan jelas.”

~~~

“Reli!”

“Kenapa, Wal?”

“Aku mau nanya!”

“Soal apa?”

“Kemarin malam, aku ketemu Aisyi di daerah lampu merah bagian atas Jl. Tungku, sampai kios itu lohh!”

“Terus?”

“Aku lihat tadi di kelas kamu dekat dengannya!”

“Jadi?”

“Aku mau tanya!”

“Hm!”

“Ngapain dia di situ?”

“Oh. Dia habis dari kajian pekannya.”

“Terus kenapa dia nggak langsung pulang aja?”

“Kan Aisyi, nggak punya kendaraan. Dia cuman nebeng Kakak sesama kajiannya. Terus, lampu motor Kakak itu rusak, kalau Kakak itu antar Aisyi sampai kosnya, otomatis dia kemalaman pulangnya. Jadi, Aisyi cuman di antar sampai di situ.”

“Hm.”

“Aku salut banget ama Aisyi lohh, Wal. Dia nggak punya kendaraan tetapi dia usahain selalu ikut kajian pekanannya agar dia istiqomah di jalan hijrahnya. Aisyi cerita kalau ujian seperti kemarin malam itu, kadang membuatnya ingin berhenti mengikuti kajian rutinnya. Yang membut Aisyi lebih sedih lagi, karena yang jemput dia Lisa. Lisa kan non muslim, dan Aisyi pikir Lisa kos juga padahal Lisa tinggal di rumah Tantenya. Aisyi di antar ke rumah Tante Lisa, karena Lisa nggak bisa antar Aisyi langsung ke kosnya karena jauh dan Lisa juga nggak enak dengan Tantenya. Kegelisahan Aisyi makin menjadi-jadi setelah sampai di rumah Tante Lisa itu, Aisyi nggak bisa melaksanakan kewajibannya Shalat Magrib, ia merasa nggak enak banget karena melihat banyak poster-poster khas agama non di dinding rumah Tante Lisa.”

“Terus?” tanyaku tertarik.

“Aisyi chat Iin minta tolong untuk di jemput. Lama bernegosiasi, akhirnya Iin menjemput Aisyi.”

“Alhamdulilah.”

“Kamu mau tahu hal yang bikin Aisyi sakit hati selain nggak melaksanakan Shalat Magrib!”

“Apa?”

“Lisa ternyata mengambil gambar Aisyi secara diam-diam waktu Aisyi berada di rumah Tante Lisa. Terus Lisa posting di group kelas kami! Aisyi sangat malu, apalagi bukan hanya angkatan kita yang di group tersebut ada beberapa senior yang mengulang, dan juga Kakak senior angkatan 2017 yang baru program mata kuliah Hukum Tata Negara karena kita berbeda kurikulim dengan mereka.”

~~~

Setelah mendengarkan kisahmu mengenai hari itu, aku makin menyukaimu.

Senyumanku merekah setiap kali aku mengingat wajah indahmu.

~~~

Akhirnya hari yang ku tunggu-tunggu tiba juga, yakni hari Jum’at. Di mana mata kuiah Hukum Islam. Yupz, aku akan bertemu dengannya.

Sialnya aku terlambat datang karena harus mengantar Mama aku terlebih dahulu ke Acara Pernikahan sepupu aku.

Kini aku berada di depan pintu masuk BT 8 yang selalunya terbuka. Aku menghela napas panjang. Aku bertemu pandangan dengan Aisyi.

Tak ada ekpresi terkejut yang nampak di wajah. Ia pun mengalihakan pandangannya ke Dosen kami.

“Assalamu’alaikum!”

“Wa’alaikumsalam.”

“Silahkan masuk!” ucap Dosenku mempersilahkanku masuk setelah melihat jam tangannya.

“Makasih, Pak.” ucapku, kemudian melangkah menuju kursi yang kosong.

“Kamu kenapa duduk di situ?” tanya Dosen pada Indra temanku yang duduk di barisan perempuan.

Indra hanya gelagapan.

“Feminin kamu?” tanya Dosen ke Indra yang membuat kami sekelas tertawa.

“Dra, sini!” panggilku.

Indra pun berpindah tempat ke sampingku.

Setelah perkuliahan berakhir, aku langsung menghampiri Aisyi.

“Hei! Ingat aku kan?” tanyaku.

Dia hanya sibuk memasukkan alat belajarnya ke dalam tasnya tanpa menjawab pertanyaanku.

“Kita benaran sekelaskan? Benarkan aku bukan orang jahat?”

“Hm.” dehemnya sembari berlalu melewatiku begitu saja.

~~~

“Jengkel banget ama Dosen so suci itu!”

“Jangan ngomol gitu, Dra. Kan dari awal emang kontrak perkuliahannya gitu. Nggak boleh laki-laki dan perempuan duduk campur baur.”

“Tapi nggak sampai ngatain aku feminin juga dong. Malu gue tadi, sampai sekelas ketawain gue, termasuk luh berdua.”

“Hahaha.” Tawa Oji yang membuat Indra menghadiahinya tendangan.

“Santai bro.” ucap Oji.

“Pala luh santai.”

“Otak luh sih kepikiran Miyabi mulu. Jadinya, nggak fokus ama kontrak perkuliahan.” ejek Oji.

“Dra, berhenti deh nonton tontonan nggak betfaedah gitu.”

“Bilang aja kalau luh pengen nonton bareng, Wal!”

“Nggak, Dra. Bayangin konsekuensi luh nonton tontonan seperti itu!”

“Apa?”

“Allah tarik seri diwajahmu, doamu tidak akan dimakbulkan, Allah sempitkan rezekimu, kamu akan cenderung meremehkan derajat dan kehormatan lawan jenismu, setiap kali kamu nonton Allah akan memberi satu titik hitam didahimu, kamu akan mengalami kerusakan otak di bagian PFC dan fungsi-fungsi otak sebagai perencanaan keputusan dan pengaturan emlsi, kamu akan kehilangan kosentrasi, kamu akan mengalami penurunan menimbang benar atau salahnya sesuatu, dan berkurangnya kemampuan untuk mengambil sebuah keputusan.”

“Banyangin betapa ruginya luh, Dra.” lanjutku.

Indra terdiam.

“Kirimkan gue kata-kata luh tadi Wal, agar bisa gue jadiin wallpaper handphone, agar ke ingat terus!”

~~~

Nggak butuh waktu lama untuk memikirkan apa yang ku pikirkan.

Hari ini aku telah memantapkan diri untuk melamarnya. Aku datang lebih awal ke kampus karena kata Reli, Aisyi selalu datang pukul 7 ke kampus walaupun jadwal masuk mata kuliah pukul 8.

Betapa mendukung-Nya Sang Pencipta untuk menyatukan kami.

Aku menemukan duduk sendiri di Gazebo Fakultas kami. Aku pun menghampirinya dan duduk dihadapannya.

Dia begitu nggak peduli dengan sekitarnya. Bahkan untuk menatapku yang baru duduk dihadapannya pun tak ada niatan.

“Maaf sebelumnya mengganggu!”

“Aku duduk dihadapanmu karena aku ingin menyampaikan keseriusanku padamu.”

Dia masih tetap fokus ke layar ponselnya tanpa memperdulikanku.

“Aku tahu kamu perempuan yang nggak ingin menjalin hubungan pacaran karena kamu nggak mau berbuat dosa. Aku pun nggak ingin mengajakmu menjalin hubungan haram tersebut. Karena bagiku, seorang laki-laki yang mengajak perempuan untuk menjalin hubungan pacaran adalah laki-laki brengsek karena hanya mengikuti hawa nafsunya saja bukan cinta.”

“Aku benar-benar mencintaimu karena Allah. Maka dari itu, aku ingin menghalalkanmu dalam ikatan pernikahan. Bersediakah kamu untuk menikah denganku?”

Dia langsung beranjak pergi, tanpa memberikanku sebuah jawaban.

Aku pun langsung menarik tangannya hingga ia kembali menghadapku.

“Maaf!” ucapku sembari melepaskan tangannya.

Dia masih sama, menundukkan kepalanya.

“Maaf, aku hanya ingin kepastian darimu!”

“Aku malu!”

“Aku tahu itu, dan aku begitu deg-degan menunggu jawaban darimu.”

Dia pun menganggukkan kepalanya.

“Maksudnya?” tanyaku menginginkan sebuah ucapan.

“Iya.” ucapnya kemudian pergi.

“Terima kasih, Ya Allah.” syukurku.

~~~

Kami beserta keluarga kami hanya menghabiskan waktu 2 hari untuk mempersiapkan semua keperluan pernikahan aku dan Aisyi.

Selama masa persiapan pernikahan kami, kami tetap tak boleh berduaan karena kami belum mahram satu sama lain. Harus ada perantara antara kami berdua.

Aku menyebar undangan pernikahan aku dan Aisyi ke teman-temanku, begitu pun dengannya. Sih Oji dan Indra benar-benar kaget atas undangan pernikahanku, mereka pikir itu adalah sebuah lelucon yang aku buat.

Aku sengaja tak memberi tahukan mereka sejak awal karena ku yakin mereka bakal tak percaya.

“Datang saja besok dan pastikan!” ucapku menantang.

~~~

T

ibalah hari pernikahan aku dan Aisyi. Aku benar-benar bahagia.

Akad nikah pun telah selesai. Kini aku bertanggung jawab atas diri Aisyi sepenuhnya.

Aku pun menuju kamar pengantin dan ku temukan bidadariku yang telah menungguku. Dia mambalas senyumanku dengan begitu manis.

Setelah proses pemakaian cincin, Aisyi memcium punggung tanganku, dan aku pun mencium keningnya menyalurkan perasaanku padanya.

Kami pun melaksanakan shalat berjamaah terlebih dahulu, sebelum ke pelaminan.

Pelaminan kami berbeda dengan orang pada umumnya di sistem kapitalisme ini.

Pelaminan kami terpisah antara mempelai perempuan dan mempelai laki-laki. Begitu pun tempat tamu perempuan dan tamu laki-laki terpisah. Tak boleh ada campur baur, apabila ada maka dosanya akan kami tanggung sebagai penyelenggara acara yang menyebabkan seseorang bercampur baur.

Dapat ku lihat dari wajah Oji dan Indra kalau mereka salut padaku. Hahaha.

Niat yang baik ingin melaksanakan ibadah terlama dalam hidup yaitu menikah dan membimbing keluarga ke jalan yang benar, pasti akan Allah mudahkan.

~~~

Malam hari pun tiba, berlalulah masa-masa yang begitu melelahkan sebagai mempelai.

Kini adalah masa-masa indah, malam pertama pernikahan.

Aku tak ingin langsung melakukan ibadah suami istri malam ini juga. Karena, aku mengerti Aisyi pasti kelelahan. Aku saja pria merasa kelelahan, apalagi dirinya.

Setelah aku mandi, aku mendekati Aisyi dan duduk di kasur sembari memainkan ponselnya.

Dapat ku lihat semburat merah jambu di pipinya yang menandakan dirinya sedang malu.

“Nggak usah malu. Sekarang aku adalah suami kamu.” ucapku sembari mengambil handuk di pundaknya dan berusaha mengeringkan rambutnya yang basah.

“Terima kasih,”

“Sama-sama, Sayang” ucapku sembari memeluk tubuhnya dari belakang.

Dapat ku rasakan dia tersentak.

“Jangan tahan napas!”

Dia pun menghela napasnya.

“Santai aja ya. Kan kita Alhamdulillah udah halal. Jadi, apa-apa yang kita lakukan bahkan hanya memandang dengan penuh cinta pun akan membuahkan pahala untuk kita.”

“Hm.”

“Geli ya?”

“Hmhm.”

Aku tertawa bahagia.

“Nanti juga akan terbiasa.” ucapku sembari memeluknya lebih erat.

“Boleh ku tahu alasanmu menerima lamaranku!”

Aisyi mengangguk mengiyakan.

“Aku dari SMA memanglah ingin nikah mudah, tepatnya saat usiaku sudah 20 tahun,”

“Tetapi, sekarang kamu baru 19 tahun!”

“Aku begitu salut dengan pengakuanmu saat melamarku. Aku tak ada alasan untum menolak bahkan untuk mengundurnya setahun lagi aku tak bisa. Karena aku juga sudah mulai menyukaimu. Aku takut malah zina nantinya, karena aku tak pandai menyingkirkan perasaan cinta. Jadi, tak masalahlah lebih cepat setahun.”

“Terima kasih telah menerima lamaranku.” ucapku sembari mengecup puncak kepalanya dengan sayang.

“Terima kasih juga karena telah memilihku.” ucapnya sembari memegang tanganku yang memeluknya.

“Terima kasih atas segalanya Ya Rabb-ku. Semoga aku bisa menjadi suami sekaligus sebagai Ayah untuk anak-anak kami kelak yang selalu bertanggung jawab dan membimbing keluarga kecilku di jalan-Mu, Ya Rabb.” ucapku dalam hati.

~ ~ ~ END ~ ~ ~


Penulis

2 COMMENTS
  • Dia
    Reply

    Bagussss

  • Ima
    Reply

    MasyaaAllahhh salutt ??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *