Muslimah Inspiring

MUSLIMAH INSPIRING
Oleh : Nurul Mawaddah Syafitri

Malam itu, akhirnya hujan beristirahat, setelah hampir seharian sibuk mengguyur negeriku. Hujan yang menyisahkan hembusan angin itupun mulai menggerogoti kulitku. Aku menengok ke jendela sebentar. Tak ada lagi orang-orang yang berlalu lalang didepan rumahku. Malam yang sangat sunyi. Sejenak kupandangi langit. Langit pun terlihat sangat sepi, tak ada bintang yang bersinar satupun disana. Nampaknya hingga malam ini langit masih saja mendung. Malam itu, jam sudah menunjukkan pukul 23.15 Wita. Orang-orang rumah sudah terlelap dalam tidurnya, sedangkan aku masih menatap ini dan itu menunggu kantuk itu datang. Sebuah tulisan yang tertempel rapi di atas rak buku membawa aku pada lamunan yang sangat panjang. Tulisan itu mengatakan “Salah satu cara mengenal Allah adalah melalui ilmu agama. Ikhlaskan niat dan ikutilah petunjuk Rasulullah agar bisa menjadi golongan yang selamat”. Kemudian tulisan diatasnya tentang cita-cita dan impianku, salah satunya tertulis “aku ingin menjadi mahasiswi berprestasi dan wisudawan terbaik”. Dua tulisan itu menjadi pengantar dari lamunanku yang panjang malam itu.
Aku terbayang dengan sosok seorang muslimah yang juga merupakan seniorku di kampus. Aku tidak terlalu akrab dengan beliau. Namun, aku tahu banyak tentang dirinya sebab diam-diam dia juga menjadi salah satu inspirasi dalam hidupku. Sebut saja kak Safira. Tentang deskripsi orangnya aku tak mampu bercerita banyak karena dia adalah seorang muslimah yang sudah menggunakan niqob (cadar). Seperti beliau menjaga dirinya, aku pun tak boleh mengumbar tentang deskripsi wajah, tubuh dan lainnya.
Kak safira merupakan senior dua tahun dari tahun angkatanku. Aku mengenalnya pertama kali di taman fakultas. Karena masih berstatus mahasiswa baru, saat itu aku masih terlihat polos dan kaku ketika hendak melakukan sesuatu di depan keramaian orang-orang yang berlalu lalang di fakultas. Bagiku suasananya pun masih terasa asing. Saat itu, untuk pertama kalinya kak safira datang menghampiriku, mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan tatapan mata yang bersinar-sinar, seperti orang yang bertemu dengan adik kandungnya. Kerutan wajahnya pun terlihat kalau saat itu dia sedang tersenyum lebar denganku, walaupun aku tak tahu pasti karena niqob telah menutupi wajahnya.
Sebelum bertemu dengan kak safira, pandanganku tentang senior adalah mereka ”kejam”. Dia hanya mampu memerintah mahasiswa baru tanpa sedikitpun sikap yang diperlihatkan adalah patut kami contoh. Suara keras, tatapan tajam, larangan melewati koridor dan sebagainya menjadi hal-hal yang menegangkan saat itu. Namun, setelah bertemu dan berkenalan langsung dengan kak safira, aku pun mengubah pandanganku bahwa tak semua senior seperti itu. Aku diajak ke mushalla fakultas untuk berkenalan dengan beberapa kakak-kakak disana yang juga mengenakan khimar walaupun beberapa pula belum mengenakan niqob. Semuanya menyambutku dengan sangat ramah. Senyumannya yang terlihat begitu tulus membuatku betah berada dalam lingkungan tersebut.
Hari berlalu begitu cepat. Tidak terasa aku telah memasuki semester dua. Aku pun tidak sungkan-sungkan datang ke mushalla walaupun bukan waktu shalat, yakni hanya untuk bertemu dengan kakak-kakak disana. Aku banyak mendapat pelajaran darinya mulai dari ilmu akademik sampai kepada ilmu akhirat. Belajar Islam (Tarbiyah), belajar ilmu tajwid (Tahsin), kultum dan sebagainya mulai kukenal sejak akrab dengan kakak di mushalla. Mungkin karena itu pula, pertengahan semester dua, aku sudah diberi amanah untuk menjadi salah satu pengurus lembaga dakwah fakultas. Tentu saja aku sangat kaget saat itu. Aku merasa belum pantas menjadi tauladan muslimah-muslimah di fakultasku. Aku yang masih mengenakan jilbab sampai bahu serta kos kaki pun masih kupakai sesuka hatiku. Bukan hanya itu, aku punya impian besar untuk membanggakan orang tuaku yakni menjadi mahasiswa berprestasi. Namun hingga dua semester ini yang kulihat dari kakak pengurus adalah menutup dirinya dari kegiatan-kegiatan luar. Aku merasa tidak dapat seperti mereka yang hanya fokus dengan satu organisasi saja sebab dari SD-SMA, aku sangat senang dengan organisasi. Aku juga merasa jika seperti itu, maka kita tidak dapat mengembangkan bakat atau potensi yang dalam diri kita.
Berbagai penolakan muncul didalam pikiranku saat itu. Aku pun memberanikan diri memberi tahu semua uneg-uneg itu ke kak safira dengan maksud aku belum siap menjadi pengurus Lembaga Dakwah di fakultasku. Selama kurang lebih 15 menit mendengar uneg-unegku, kak safira hanya menjawab beberapa kalimat yang membuatku tak dapat berkata apa-apa lagi. Kalimat itu adalah “Barakallahu fik adikku, itu adalah pemilihan Allah Ta’ala kepada dirimu. Tidakkah engkau merasa bersyukur dari sekian banyak muslimah di fakultas ini, Allah menjatuhkan pilihannya kepadamu. Ketahuilah segala keresahan yang engkau pikirkan adalah bisikan syaithon laknatullah yang ingin menjauhkanmu menuju ketaatan kepada-NYA. Pilihan Allah Ta’ala tak dapat diragukan lagi, karena segalanya adalah yang terbaik untuk diri kita masing-masing”.
Sebulan kemudian, hari-hariku semakin disibukkan dengan akademik dan beberapa organisasi. Walaupun kemarin aku telah menjadi pengurus di Lembaga Dakwah fakultas, akan tetapi aku tetap saja menambah kesibukan dengan bergabung dalam organisasi kepenulisan serta bergabung di beberapa kegiatan lembaga mahasiswa fakultas. Sungguh mengherankan, dengan penuh kesadaran aku lebih senang dan suka menghadiri kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kepenulisan tersebut serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga mahasiswa dibanding ikut musyawarah dengan pengurus lembaga dakwah. Yah, aku menyadari hal itu, tetapi sangat susah pula untuk merubahnya.
Seminggu kemudian, aku mendengar sebuah pengumuman dari dekan III fakultas tentang ucapan selamat kepada sebuah tim yang telah mengikuti Lomba Research Nasional yang eksis diadakan setiap tahunnya. Tim tersebut telah berhasil meraih juara 1 dan berhak mendapat beasiswa dari pimpinan fakultas dan universitas. Sebuah prestasi yang cukup membanggakan dan telah menjadi bahan pembicaraan oleh seluruh warga fakultas mulai dari dekan, sampai kepada mahasiswanya. Setelah mencari tahu tentang info tersebut, ternyata yang menjadi ketua dari tim berprestasi itu adalah kak safira. Aku kembali terhanyut kagum dengannya. Seorang muslimah yang sangat tertutup kepribadiannya, ternyata memiliki potensi yang luar biasa.
Aku ingin juga seperti beliau, dengan begitu aku mampu mewujudkan salah satu impianku yaitu menjadi mahasiswa berprestasi. Aku penasaran dengan perjalanannya sehingga mampu menjadi juara di ajang lomba eksis itu. Kesimpulan yang kudapat setelah mendengar cerita dari kak safira tentang lomba itu adalah “Jika akhirat kita kejar, maka dunia akan mengikuti kita”. Ternyata kak safira dan timnya baru mengirim karya tulisnya sejam sebelum pendaftaran ditutup. Beliau sebagai ketua tim tidak punya banyak waktu untuk lomba ini karena selain tugas kuliah yang menumpuk, beliau juga tetap mengutamakan kesibukannya di Lembaga Dakwah yang mengharuskan untuk musyawarah ini dan itu. Bukan hanya itu, ia juga tetap mengedepankan jadwal-jadwalnya untuk tarbiyah, tahsin, mengaji satu juz dalam sehari dan lainnya. Sekali lagi kak safira bersyukur atas nikmat Allah yang tak disangka-sangkanya.
Prestasi yang digapainya tak cukup sampai saat itu saja. Kak safira pun menjadi wisudawan terbaik fakultas dengan IPK tinggi berstatus cum laude serta jangka waktu kuliah yang termasuk cepat yakni 3 tahun 3 bulan. Aku semakin kagum dengannya. Sepertinya aku memiliki impian yang sama dengannya. Kekagumanku semakin besar kurasakan, saat beliau naik ke mimbar untuk mengucapkan sepatah kata sebagai wisudwan terbaik fakultas dan dengan niqob diwajahnya serta pandangannya yang sesekali menghadap ke dosen kemudian tunduk lagi begitu seterusnya. Seorang muslimah berniqob untuk pertama kalinya menjadi wisudawan terbaik di fakultas dan menjadi satu-satunya wisudawan terbaik universitas yang berniqob. Prestasi yang telah digapainya tak membuatnya sedikitpun goyah dengan keyakinan yang diyakininya. Beliau masih terus menjaga kesholehannya dan istiqomah dijalanNYA.
Akhir cerita diatas menyadarkanku dari lamunan yang sangat panjang itu. Aku kembali teringat dengan kalimat kak safira bahwa jika akhirat kita kejar, maka dunia akan mengikuti kita, sebaliknya jika hanya dunia yang kita kejar, maka akhirat akan semakin menjauhi kita. Aku semakin sadar bahwa aku harus lebih mementingkan amanahku di lembaga dakwah tersebut yang juga menjadi wasilahku untuk meraih keridhoan Allah ta’ala. Aku pun tersadar bahwa aktif di lembaga tersebut bukan menjadi penghalang untuk mengembangkan potensi yang kumiliki karena organisasinya yang terkesan kurang eksis dan tertutup. Yah, sungguh pikiran yang sama sekali tidak tepat. Semuanya telah dibantah oleh jejak-jejak perjuangan kak safira yang juga sebagai aktivis dakwah, tetapi juga tetap berprestasi di akademik.
Malam semakin larut, aku membuyarkan seluruh lamunanku malam itu. Kantuk pun rasanya mulai menyerangku. Sebelum tidur, aku kembali berdoa dan berharap esok akan menjadi hari yang lebih baik dari hari ini. Aku harus memperbaiki niat sebelum melakukan sesuatu termasuk aktif kembali di lembaga dakwah agar Allah pun ridho dengan segala yang akan kukerjakan, karena impianku adalah menjadi muslimah yang Sukses Dunia lebih-lebih akhirat.

-Syukron-


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *