Karena Cinta pada Allah

KARENA CINTA PADA ALLAH
(Alfiah Ariswati Sofian)

Hari itu suamiku pulang dari reuni SMA. Wajahnya nampak sumringah, Terlihat ia begitu bahagia usai bertemu dengan teman-teman yang sudah terpisah selama 30 tahun. Ia pun sibuk menebar cerita tentang teman yang dijumpainya, tentang serunya bertukar kabar serta meriahnya acara yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang di kota Semarang. Ia begitu antusias bercerita tentang temannya yang sukses menjadi pejabat, dokter, dan pengusaha. Apalagi di acara itu hadir bintang tamu kesayangannya, KLA Project. (Saking nge-fans dengan KLA, anak pertama kami diberi nama Bagaskara, salah satu personil KLA). Hingga tak heran, makin menggebu-gebulah ia bercerita. Dan aku, tentu saja menjadi pendengar yang baik, menyimak setiap ceritanya dengan penuh perhatian.
Dari sekian cerita yang sempat terlontar, ada satu cerita yang begitu menggelitik hatiku. Membuat perasaanku sangat tidak nyaman. Memaksaku berpikir lebih jauh tentang sosok yang disebut LELAKI.
Suamiku bercerita, bahwa di sela-sela acara sebelum reuni dimulai malam harinya, ia diajak oleh teman-temannya untuk ‘refreshing’. (Katanya untuk membuang kejenuhan makan sayur asem tiap hari). Awalnya kupikir acara itu adalah jalan-jalan menyusuri kota kenangan tempat mereka dulu bersekolah, atau menyambangi tempat-tempat di mana mereka dulu biasa nongkrong. Namun aku begitu terkejut dan terpukul saat tahu acara yang mereka bilang untuk membuang kejenuhan makan sayur asem tiap hari itu ternyata adalah pijat plus-plus! Tentu saja aku langsung terperangah dengan wajah memerah. (Bagaimana tidak. Apa yang terpikirkan olehku tentang pijat plus-plus tentu saja yang enggak-enggak!)
Aku mulai tak respek dengan cerita suamiku. Dadaku meletup-letup berdetak begitu kencang. Kepalaku tertunduk dalam. Kubayangkan bagaimana perempuan-perempuan muda cantik berkulit putih mulus mengenakan baju seksi dengan belahan dada rendah, menemui mereka di hotel. Kubayangkan bagaimana suamiku tercinta memeluk perempuan itu dan membawanya ke kamar. Kubayangkan bagaimana tangan lentik perempuan muda itu membuka baju suamiku, lalu memijit, ah, bukan….mengelus punggung ayah dari anak-anakku…..oh Tuhan…….Aku bahkan tak berani membayangkan bagaimana kelanjutannya….
Aku baru tersadar ketika kurasa sentuhan lembut singgah di bahuku. Sepintas kulihat suamiku tersentak menatap wajahku. Diusapnya air mata yang bahkan aku tak menyadarinya turun membasahi pipiku. Dadaku pengap. Sesak. Tega sekali orang yang begitu kucintai selama ini mengkhianatiku. Lupakah ia bagaimana kami melewati masa pacaran yang sangat fantastis. 15 tahun? Lupakah ia siapa yang begitu setia mendampinginya dalam biduk rumah tangga selama 17 tahun? Pernikahan memang tak selalu mulus. Ada kalanya kami berselisih paham karena sesuatu hal. Tapi kami selalu bisa menyelesaikannya bersama. Kami bukannya tak bahagia. Ada dua buah hati kami yang sudah beranjak remaja, yang makin memperkuat ikatan cinta kami. Lalu apa alasannya? Ataukah karena aku telah mulai terlihat tua, tak lagi segar seperti dulu? Tak lagi cantik dan menarik? Atau memang begitukah tabiat lelaki saat jauh dari anak dan istri? Tidak! Suamiku terbiasa jauh dari keluarga saat harus tugas ke luar kota. Namun tak pernah sekalipun ia bercerita hal seperti ini. Ataukah ini efek dari reuni? Mereka berpikir, mereka adalah lelaki bebas seperti saat SMA yang bisa berbuat sekehendak hatinya?
Suamiku merengkuhku dalam pelukannya.
“Kamu jangan berpikir macam-macam. Kamu nggak usah kawatir karena aku tentu saja nggak mau ikut. “
Dahiku berkernyit. Jujur aku tak seratus persen percaya padanya seperti biasanya. Bagaimana mungkin dia mampu menolak godaan seperti itu. Ada uang, ada kesempatan dan suasana yang mendukung. Mustahil rasanya ia bisa berkelit dari ajakan menggiurkan itu.
Aku tahu, dulu ketika SMA suamiku memang terkenal nakal. Siapa pun teman SMA nya pasti kenal karena dia langganan BP. Si Tukang bolos, perokok, tukang minum, juga jago berkelahi. (Untung saja meskipun nakal otaknya begitu encer sehingga ia tak pernah tinggal kelas. Bahkan begitu lulus SMA ia diterima di perguruan tinggi negeri favorit di kota Semarang). Maka wajarlah kalau sekarang teman-temannya berpikir suamiku pasti masih seperti yang dulu. Senakal ketika masih muda, sehingga mereka tak sungkan mengajaknya berbuat bakal lagi, dengan kadar yang berbeda tentu saja.
“Percayalah, Ie. Kamu tahu aku tidak mungkin mampu melakukannya,” kata suamiku sembari mengelus rambutku.
Aku sangat penasaran. Lalu apa alasannya menolak ajakan itu? Karena sangat mencintaiku?
Ah….lagi-lagi aku tertunduk. Sejuta perasaan resah, tak percaya, campur aduk di hatiku. Mengapa suamiku bercerita padaku kalau ia memang tak jujur? Ia pasti akan menyimpannya rapat hingga aku tak kan pernah mengetahuinya.
Akhirnya, kalutnya pikiranku pecah saat suamiku berkata, “ Aku tidak mau melakukan itu karena aku sayang padamu, itu betul sekali, Ie. Aku sangat mencintai anak-anak kita, itu sudah pasti. Kamu dan anak-anak kitalah ladang ibadahku. Aku sangat mencintai kalian sebab Allah menitipkan kalian padaku. Tapi lebih dari itu semua, aku tak mau menuruti ajakan teman-temanku, karena aku begitu mencintai Allah. Cintaku pada Allah begitu besar sehingga aku tidak ingin amal ibadahku rusak hanya karena kenikmatan duniawi sesaat.”
Mendengar penjelasan suamiku, sontak tangiskupun pecah. Aku sangat terharu. Cintanya pada Allah adalah sebuah alasan yang tak perlu lagi kuragukan kebenarannya. Bukan semata karena mencintaiku dan anak-anakku.
Subhanallah…..kupeluk erat suamiku tersayang. Bertambahlah rasa cintaku. Bertambahlah rasa hormatku, Bertambah pula rasa banggaku padanya.
(Sementara di sudut terkecil hatiku, terbersit rasa iba pada perempuan dan para istri yang lain, yang suaminya sempat tergoda pada tawaran menggiurkan itu….. )

Karanganyar, 12 Mei 2019


Penulis

1 COMMENT
  • Andie setyawan
    Reply

    1000 1 bu…
    Lelaki seperti itu…
    Kebanyakan lelaki jaman sekarang ngliyat betis mulus sedikit aja langsung dilirik…apa lagi belahan dada rendah…

    Nek bener enten tiang mekaten(RUMATONO TENANAN) soale mpun langka??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *