“Brukkkk!” Lia melemparkan tas ransel yang dibawanya ke sudut kamar, lalu menutupi wajahnya dengan bantal, air mata yang sudah lama tertahan dikelopak matanya, tumpah membasahi pipinya yang putih merona.
“Lia, makan dulu, nanti magh mu kambuh.”
Lia tak menghiraukan pangggilan Ibu, kejadian yang terjadi di sekolah benar-benar membuat hatinya sakit, saat ini menangis, hanya itu yang ingin dilakukannya.
***
“Kamu jangan sok suci, kamu sama Ibumu sama saja, perusak rumah tangga orang, perebut suami orang, kamu rebut Dito dari Aku.” Mira yang marah berkata dengan kasar sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Lia.
Teman-teman Mira yang lain dengan kasar mendorongnya hingga jatuh ke lantai. Lia segera berdiri, tatapan matanya tajam, wajahnya tampak memerah, nafasnya cepat, Ia melangkah mendekati Mira, tangan kanannya secepat kilat melayang ke pipi Mira. Tak ada rasa takut dalam dirinya, walaupun Ia dikelilingi beberapa orang senior.
“Kalian menghina Aku boleh, tapi jangan pernah menghina Ibuku, Aku tidak akan tinggal diam, mengerti?” matanya menatap tajam pada Mira, dan berpindah satu persatu pada teman-teman Mira. “Aku tidak pernah suka pada Dito, silahkan Kamu ambil, harusnya kamu ngaca, kenapa Dito tidak suka sama perempuan centil, seperti kamu.”
Lia membersihkan debu yang masih menempel di roknya, lalu melangkah pergi meninggalkan gerombolan Mira CS yang tidak menyangka Lia akan berani melawan mereka, kini mereka yang terdiam.
***
“Lia.” Suara Ayah terdengar dari balik pintu
Dengan malas Lia mengangkat badannya, lalu melangkah perlahan dan membuka pintu kamar. Lia tersenyum malas pada Ayah yang kini ada di depannya.
“Kamu sakit?” Kata Ibu beberapa hari ini kamu malas makan dan keluar kamar.
Lia hanya menggelengkan kepala, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
“Yuk kita makan, Ayah sudah beli martabak telor kesukaanmu.”
Lia tersenyum lebar, lalu bersama mereka ke meja makan, Ibu sudah menunggu mereka. Di meja makan, Lia menyaksikan cinta yang tulus kedua orang tanya, mereka pun mencintainya, Ia tahu ayah tidak pernah lama bersama mereka, selalu ada saatnya ayah diluar kota, tapi ia tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang orang tuanya. Ayahnya berpoligami, tapi adakah yang salah dengan rumah tangga orang tuanya?
***
Ibu masih asyik membersihkan taman kecil di belakang rumah, hembusan bayu yang bertiup diantara dedaunan, berbaur dengan cahaya matahari yang bersinar hangat, membuat sore ini semakin indah. Ibu masih terlihat cantik dalam usianya, tidak ada gurat kesedihan di wajahnya, bahagiakah Ibu sebagai istri ke dua? Apa yang membuat ibu mampu menerima suami yang berbagi cinta?
“Bu.”
Ibu membalikkan badan mendengar Lia memanggilnya, “Ada, bolu kukus di dapur, ambil saja Lia, Ibu sebentar lagi selesai.”
Mereka duduk di teras belakang sambil menikmati keindahan sore, ditemani bolu kukus dan es sirup melon, Lia tak sanggup lagi menahan gejolak di dadanya, Ia memberanikan diri bertanya perihal poligami yang dijalani Ibu dan Tante Rita.
Wajah ibu sedikit berubah, Ibu hanya terdiam, tak berkata apa pun, sambil menarik nafas dan menyandarkan tubuhnya, Ibu meminum es sirup dengan sangat perlahan, seakan gelas itu hanya menempel di bibirnya.
“Hmmm.” Terdengar suara nafas ibu.
Ibu, Ayah dan Tente Rita satu kuliah, kami sudah saling mengenal, dari dulu ayahmu sudah menyukai Ibu, tapi Ayah dijodohkan dengan Tante Rita anak teman kakekmu. Kami terpisah jauh, dan menjalani hidup masing-masing sampai Ayahmu dipindah tugaskan ke kota ini. Tante Rita dan anak-anaknya tidak bisa mengikuti kepindahan Ayah, dalam kesendiriannya kami bertemu, kami tidak ingin berbuat dosa, walaupun berat tapi Ayahmu berkata jujur pada Tante Rita ingin menikah dengan Ibu.
Tak mudah mendapatkan izin, tapi akirnya, setelah menanti selama dua tahun Tante Rita bersedia untuk dipoligami, pernikahan kami dihadiri keluarga Ayah dan Ibu, semua terbuka tidak ada yang ditutup-tutupi, Ayahmu mencintai Ibu dan Tante Rita, Dia juga menyayangi kalian anak-anaknya tanpa membeda-bedakannya.
“Ibu tidak merasa bersalah kepada Tante Rita?”
Senyum lembut mengembang di pipinya matanya menatap teduh, “Siapapun pasti akan merasakan kesedihan saat suami yang dicintai meminta izin untuk berbagi hati, tapi Ayah yang jauh dari keluarga punya kebutuhan sendiri, kami sudah saling mencintai jauh sebelumnya, Tante Rita tahu itu.”
Cairan dingin didalam gelas bening yang membasahi tenggorokan Ibu, seakan memberikan kesejukan tersendiri, terlihat dari guratan-guratan ketagangan di wajah ibu yang mulai hilang, sejenak Ibu terdiam, menatap lurus ke arah kupu-kupu yang terbang mengitari bunga mawar kesayangannnya.
“Akhirnya Tante Rita menyetujui pernikahan kami, dengan syarat jangan pernah mempertemukan Ibu dengannya,” wajah Ibu kembali murung, “semoga suatu saat Ibu bisa bertemu langsung dengan Tante Rita, Ibu ingin berterima kasih, sudah mengizinkan Ayahmu menjadi bagian dari hidup kita.”
Ayah hanyalah karyawan biasa, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Ibu membantu dengan usaha cateringnya, usaha Ibu cukup maju dengan lima asisten yang membatu membuat kehidupan keluarga kami cukup. Ayah juga harus membagi waktu dan kasih sayangnya untuk dua keluarganya, tapi aku merasakan ketulusan cinta Ayah padaku dan Ibu. Aku merasa yakin ayah juga memperlakukan keluarga ‘disana’ sama seperti kami.
Aku adalah anak dengan keluarga berpoligami, aku merasakan kebahagian yang utuh, tidak kurang kasih sayang dan perhatian orang tua, semoga aku bisa segera mengenal keluargaku ‘di sana’ karena aku juga menyayangi mereka. I Love You, Please Don’t Hate Me.