Berbagi di Bulan yang Suci

Ku sanggupi ajakan temanku itu -yang tak bosannya mengajakku- untuk bergabung menjadi volunteer Jajan Pahala Bogor. Hari ini terlalu istimewa bagiku. Setelah banyaknya ujian yang perlu ku lalui agar bebas dari sekolah SMA. Sekarang saatnya aku mengikuti ujian untuk memasuki kawasan sekolah yang lebih tinggi. Semoga hariku penuh kegiatan-kegiatan positif mulai dari sekarang.

Sesaat, setelah aku sampai di lokasi ujian, ternyata temanku juga baru saja sampai. Fajar namanya, kami sama-sama akan mengikuti UTBK hari ini. Ujian Tulis Berbasis Komputer yang diselenggarakan oleh LTMPT ini sudah siap menyambut kami. Sambil berjalan dan memastikan tes belum dimulai, aku dan Fajar berjalan ke arah lapangan, beberapa orang sudah berkumpul di sana, dan sesampainya kami di lapangan panitia memberi pengarahan mengenai ujian. Tak sampai tiga puluh menit, kami-para peserta-dipersilahkan untuk memasuki ruangan tes masing-masing dengan diawali doa sebelumnya. Aku langsung saja berjalan, tak peduli kemana temanku itu.

Sesampainya di depan ruangan, aku cek dan terlihat namaku diujung paling akhir deretan nama di ruangan itu. Melihat jam di pergelangan tangan, masih cukup waktu bagiku untuk menunaikan solat, hati ini perlu ketenangan dan dengan berdoa kepada-Nya aku berharap Allah memberikan kelancaran tes terakhir ini. Sedikit khawatir karena Fajar tidak ada, aku putuskan berjalan saja sendiri ke mesjid dan ternyata Fajar sudah ada di sana. Malu aku kepada Allah, seolah berniat ingin mengajak Fajar solat tapi ternyata dia sudah duluan ada disana. Astagfirullah.

Dia tidak sendiri, ternyata ada Danil -teman kami- yang juga mengikuti tes, di ruangan yang sama pula. O ya Allah, luar biasa senangnya.
“Titipkan sini aja Gen, tasnya.” katanya menawarkan. Mengingat aku tak ditunggu oleh keluarga selama tes berlangsung, aku terima saja tawarannya
“O, iya.” kataku sedikit bingung, ternyata dia mengenali ku padahal kami jarang bertegur sapa, dan siapa itu? mungkin kakaknya Danil, aku tidak boleh bertanya-tanya jika ada bantuan kebaikan datang.
“Nitip y, terimakasih.” kataku, tersenyum sedikit dan langsung pergi.

Beberapa menit setelah tes selesai, azan dzuhur sedang berkumandang. Semua orang bergegas menunaikan solat, aku bersyukur ternyata mesjid ini masih bisa ramai dibalik tegangnya tes yang menguras semua pikiran yang menjalaninya.
“Ente pulang ama siapa Gen? ” kata Fajar sambil berjalan ke mesjid.
“Gak tau ni, nunggu kabar aja. Sekarangkan mau ikut Jajan Pahala” kataku, mengingatkan siapa tau dia mau bergabung.
“Oiyah. Untung Fajar mah gak ikutan” katanya sambil tertawa mungkin sedang menahan lapar karena sedang berpuasa dan telah dikuras energinya oleh soal-soal. Setelah solat aku memesan Grab-ojeg, menuju lokasi yang dikirim temanku itu. Saat sampai di lokasi ternyata teman yang mengirimkan alamat itu juga sedang melintas, langsung saja aku ikut. Qorina namanya, baik sekali Allah menakdirkan berhentinya aku dari Grab-ojeg agar bisa bersama Qorina karena ternyata tempatnya masih cukup jauh dari pemberhentian ku dengan Grab-ojeg itu.

Sampai di lokasi, aku dan Qorina, sedikit bingung. Tempat itu sepi, seperti tidak akan ada acara. Sejenak menghubunginya, ia berpesan tunggu saja sebentar di rumah berpagar hitam, sambil menunggu kami membantu teman kami yang juga mau ikut kegiatan ini, dia sudah berputar-putat komplek perumahan tapi tak menemukannya juga. Allah Maha Sabar dan kesabaran itu selalu menjadi kekuatan bagi hamba-Nya yang berserah. Akhirnya kami bertemu dan bisa memulai acara ini.

Ini kali pertama aku mengikuti suatu komunitas sosial. Jajan Pahala adalah suatu gerakan lanjutan dari para alumni ITB yang senang berbagi Iftar (makanan untum berbuka) bagi orang-orang yang pantas menerimanya.
“Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Diwaktu dzuhur itu aku, teman dan atau kakak baruku mulai berkenalan sambil menunggu pack takjil datang. Tak lama, takjil pun datang. Kami langsung memotong stiker-stiker identitas Jajan Pahala di bungkusan takjil yang akan dibagikan. Hanya sebentar, tepat sebelum ashar kami sudah menyelesaikan semua yang diperlukan untuk berbagi Iftar ini. Setelah semua packing-an takjil masuk ke dalam mobil, kami langsung menuju mesjid untuk solat ashar dan memulai kegiatan berbagi iftar, dengan rute jalan yang sudah dibagi.

Aku yang asing, memperhatikan jalan dan mana saja orang-orang yang pantas dibagi iftar ini. Berdasarkan SOP dari pusat Jajan Pahala adalah mereka-mereka yang sedang mencari nafkah, orangtua, manusia gerobak, pemulung atau siapapun yang sedang berusaha mencari rezeki dan tentu saja sedang berpuasa. Beberapa meter dari mesjid, mobil yang ku tumpangi mendapatkan manusia gerobag. Gerobag itu berisi barang-barang yang diperlukan seorang bapak tua yang sambil menariknya terlihat kecapekan. Aku turun dari mobil untuk memotret saat bungkusan takjil itu diberikan, seketika dadaku merasakan hal aneh, Allah, nikmat mana yang kami dustakan, sungguh bapak itu tersenyum dan aku seperti merasa menjadi manusia.

Betapa Islam benar-benar mengatur semuanya secara adil. Aku termenung meskipun berada dalam mobil bagus ini dengan orang yang cukup materi, aku tidak merasa sombong atau bangga. Ada rasa kemanusiaan dari teman baruku ini yang baru saja ia bagi, bukan kepada orang-orang yang menerima takjil untuk berbuka puasa itu tapi untuk diriku sendiri. Kata siapa orang yang kaya itu pelit, mereka yang berduit itu boros. Tidak. Lihatlah bahkan jika kita yang menyatakan hal itu, kita lebih rendah dari mereka. Mereka baik, masih ada orang baik seperti mereka yang melihat sekitar lingkungannya.

Menjelang maghrib masih ada 3 bungkus lagi di mobil bagian ku. Kami sudah hampir sampai di tempat memulai perjalanan sebelumnya, sambil menunggu azan, kami melihat-lihat sekitar. Sudah banyak pelajaran dan pengalaman yang ku raih dalam waktu kurang lebih 2 jam ini. Dari mulai seorang manusia gerobak, bapak tua, pemulung, penjual aksesoris, penyapu jalan, seorang ibu, bahkan pedagang cilok. Yang menjadi keuntungan bagi ku, mereka tidak menolak, mereka menerimanya dengan senang hati, dengan tangan terbuka, berbeda dengan cerita teman-teman ku saat pengalamannya di tahun kemarin. Ternyata, untuk orang-orang yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat masih memiliki harga diri, ada yang menolak iftar itu alasannya mereka masih mampu, mereka tidak mau menerima.
“Tidak Mbak, saya masih mampu ” katanya, mengutip kalimat orang yang menolak itu.

Aku tidak lelah dengan kegiatan ini, meskipun macet dimana-mana. Saat-saat terakhir, kami melihat dua orang bapak pemulung, mereka sedang duduk di samping trotoar jalan, mungkin sedang istirahat. Aku kebagian memberi takjil itu, dua bungkus untuk dua orang bapak itu. Masih cukup jauh aku berjalan, salah satu dari bapak itu sudah berdiri, wajahnya tersenyum tangannya sudah terbuka.
“Makasih Neng, semoga rezekinya semakin berkah dan banyak.” kata bapak itu, girang.
“Iyah pak, makasih pak, mari pak.” kataku sambil memberi satu bungkus lagi ke bapak yang satu lagi, ia baru menyadarinya. Aku berjalan menuju mobil, ya Allah sungguh hati ini lega dan tenang sekali, semakin aku memberi takjil itu semakin timbul rasa sebagai manusia pada diriku.

Aku memang tak punya apa-apa, baru saja lulus SMA tapi aku mendapat kesempatan berbagi takjil ini untuk mereka. Nikmat mana yang kamu dustakan? Aku bersyukur apapun itu jika kita berniat berbagi karena Allah, kebahagiaan yang mereka dapat adalah menjadi kebahagiaan bagi pemberinya sendiri, itu adalah benar.

Kami mampir ke Alfamart, membeli makan dan minum untuk berbuka. Aku sedikit panik tidak membawa uang, sengaja tas aku tinggalkan karena mungkin tak akan lama, apalagi berpikir jalanan macet.
“Kak, aku gak bawa uang.” kataku malu kepada teman baruku yang menjabat sebagai Ketua Region Jajan Pahala Bogor.
“Nggak apa-apa, pakai dulu aja ini.” katanya, Indri namanya.
Aku hanya membeli air mineral dan roti, cukup untuk berbuka.

Sampai di lokasi, kami solat maghrib berjamaah lalu bertukar cerita dengan teman lain yang berbeda mobil. Kebersamaan, kebahagiaan dan ketulusan. Aku baru saja mengenal lingkungan ini, yayasan ini, dan sungguh besarnya nikmat Allah aku ditemukan dengan orang-orang yang mengutamakan-Nya. Inshaa Allah.

Pukul tujuh malam aku dan teman ku -yang arah pulangnya sama- pamit. Sebelum salaman aku kembalikan uang kak Indri, tapi ia menolaknya.
“Nggak usah, gak apa-apa.”
“Yah kak, ya udah, makasih kak.”
“Iya, sama-sama.” katanya sambil tersenyum. Lagi dan lagi aku mendapat pelajaran berharga.

Kita memang tidak punya apa-apa. Hanya Allah Yang Maha Besar yang mempunyai segalanya. Jika kita mau, kita dapat berbagi dengan siapa saja, bahkan orang yang tidak kita kenal sekalipun atau baru saja mengenalnya. Dengan hati ikhlas karena Allah. Bukan kita yang bahagia karena telah menjalani perintah-Nya, tapi bahagia melihat dia, mereka, dan tentunya saudara kita bahagia.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *