ketika air mataku kemarau, aku cari tausiahMu
yang terbawa angin lantas jatuh di atas batu
tapi lumut memendam cemburu
ia acungkan celurit agar aku terbirit-birit
aku duduk di teras bulan hingga lelap di ranjang pepohonan
barangkali nasihatMu menyempil di rongga kecil
tapi lumut terus berjaga
seakan tak pantas aku menangkup nasihat seputih kapas
hingga akhirnya aku bertanya
“adakah celah menadah sebab gua jiwaku kian pekat?”
lumut bergeming. ia mengusir, “dekaplah segala gulita!
barangkali itu jalanmu mengenal Lah Ta’ala”
aku pasrah di antara lelah dan tangis
entah berapa ratus gerhana aku mengemis
tapi lumut kian bengis
sampai-sampai petang tak tega
ia menemuiku di akhir tahun
“telah datang Muharram bulan kesucian. basuhlah tubuh itu
dan temuilah Tuhan di hatimu.”
Jember, 2021