Aku Muslim bukan?

Aku Muslim bukan?

“Pokoknya hari senin, gak ada alasan, semua yang belum ngumpulian tugas harus dikumpulkan! Kalo tidak? Kalian sudah tahu akibatnya”, jelas pesan pak Rahmat di dalam grup.
Perkataan dosen ini yang telah mengganggu pikiran Achmad selama beberapa hari ini. Seorang dosen Sastra Arab yang terkenal killer dimata para muridnya sendiri, terlebih dimata anak ini, guru ini…. monster, pikirnya. Coba kalian pikir? Jika ada mahasiswa atau muridnya di kelas yang tidak atau bahkan telat mengerjakan tugas darinya walau hanya satu detik, wassalam sudah. Ada dua pilihan yang akan diberikan oleh beliau, mau mengulang kelas semester depan dalam kata lain ‘tidak lulus’ atau tugas akan dilipat gandakan menjadi tiga kali lipat, yang menjadi pertanyaan adalah, siapa yang waras disini? Dan mengapa universitas ini masih memperkerjakannya, sungguh mengerikan, dan sungguh hal yang tak bisa dipercaya.
Achmad tahu bahwa hari ini kereta pasti ramai, tapi apa boleh buat, dari pada berurusan dengan tumpukan tugas atau bertemu dengannya lagi di semester depan dengan tugas yang sama, lebih baik mati terhormat dengan tugas diterima, walau harus menerima celotehan tak penting dari beliau sebab tugas yang kurang cakap, semoga saja itu mati syahid, pikirnya.
Dan kalian mau tahu? Hal apa lagi yang paling dibenci oleh murid-muridnya, selain dari pada waktu telat satu detik? Pengumpulan tugas dikumpulkan pada waktu dan tempat yang ditentukannya, semuanya adalah semaunya, sungguh menggelikan dosen ini. Pernah satu waktu, beliau meminta kami mengerjakan tugas dengan komposisi waktu yang sangat singkat, dua jam setelah kelasnya selesai, dan beliau menyuruh Achmad dan teman-temannya untuk mencarinya, jika tidak ketemu maka tugas tak tekumpul dan wassalam.
Kali ini pun tak jauh berbeda, ditambah hal yang mengesalkan lagi ialah ini bulan ramadhan, benar-benar dosen yang aneh. Achmad sudah sampai di stasiun, tanpa banyak pikir ia langsung mengeluarkan e-moneynya dan pergi ketempat pengecekan saldo, sambil berharap saldonya cukup untuk keberangkatannya. Antrian panjang tak luang pun terbentuk, dipenuhi umat manusia macam nak lari dari kiamat, panjang tak terkira, tentu saja, inikan hari aktif, senin. Banyak kepentingan yang terjadi hari ini, ada yang berangkat bekerja, mencari kerja, sekolah, mencari sekolah, berangkat hajatan, mencari hajatan, dan macam-macam kegiatan dari yang penting seperti rapat para petinggi perusahaan terkemuka, pertemuan rutin preman seJabodetabek (memang ada ya?!) sampai hanya untuk sekedar kumpul sama teman, semua ada.
Saldo tertulis delapan ribu rupiah, terhitung pengisian terakhir….. satu tahun yang lalu, mohon dimaklumi, inilah kehidupan para mahasiswa, apalah daya dan harap untuk uang selalu ada di dompet, jika setiap jarak tugas antara para dosen selalu mepet, duit lagi, duit lagi. Tanpa butuh waktu lama Achmad langsung mengejar kereta tercepat arah tujuan Depok, kereta berhenti tak lama setelah Achmad datang, ia pun segera masuk dengan jutaan orang lainnya(banyak sekali ya?!), dan berangkat.

Jam menunjukkan pukul setengah delapan. Kau tahu jam berapa tugas itu harus dikumpulkan? Jam delapan tepat, gak kurang gak lebih. Kereta bergerak secepatnya ia bergerak, berharap untuk bergerak lebih cepat tak mungkin, ini bukanlah kendaraan umum macam angkot, senggol pundak abangnya bisa minta tambah cepat, tidak.
Ting, suara gawai Achmad, tanda satu pesan masuk. Achmad segera melihat pesan yang masuk, itu…dari pak Rahmat. Pesan itu tertulis, ”Oke, terimakasih untuk semua yang sudah mengumpulkan tugasnya, saya ingatkan yang belum mengumpulkan untuk segera mengumpulkan, untuk @achmad dan @farid segera kumpulkan ke kantor saya, jam delapan tepat, jangan telat, kalian sudah tahu efeknya, ingat itu, SEGERAA!!!!”, jelasnya didalam pesan itu, benar-benar dosen yang gila, tak perlu kalian ragukan lagi, jika kalian bertemu orangnya silahkan laporkan kepada penjinak hewan buas lokal.
Kaget tak kepalang Achmad, hanya dia dan Farid yang belum mengumpulkan tugas.
“ wah gila ini yang lain, gak bareng-bareng ”, gumam Achmad dalam hati. Segera ia langsung mengabari Farid melalui gawainya.
“ assalamualaikum, rid ente belum ngumpulin tugas? ”, tanya Achmad yang saat itu Farid pun tengah aktif.
” waalaikumussalam, masih tanya lagi ente!! ya belum lah. Jakarta macet men “, ujarnya singkat.
“ ya maaf rid. Sama ane gek, gila itu pak Rahmat, segala disebut lagi. Ane yakin pada ketawa itu yang udah “, lanjut Achmad.
“ ini dari tadi ane diledek mulu sama Yono, songong banget itu orang, awas aye sampai kosan, ane habisin bener dah “, ujarnya, sudai mulai kesal ia, inilah efek tugas pak Rahmat, sedikit ekstrem.
Achmad langsung menyudahi percakapan itu, Farid sudah naik pitam, bahaya untuk dilanjutkan. Ia langsung kembali fokus pada jalur perjalanan. Sebentar lagi kereta berhenti di stasiun manggarai dan ia harus transit di sana, lalu melanjutkan perjalanan menuju stasiun Depok. Tak lama kemudian kereta sampai, Achmad turun, kemudian berganti kereta dan melesat menuju depok.
Di kereta selanjutnya pun Achmad masih tidak tenang, tugas ini benar-benar mengganggu pikirannya, selama tugas ini belum sampai kepada sang pemilik tugas. Tapi ia sedikit tenang, berhubung masih ada yang belum mengumpulkan. Hal seperti ini memang selalu terjadi, ada saja yang belum mengumpulkan tugas sampai waktunya, tapi kali ini Achmad masuk didalamya, ini merupakan hal yang baru baginya, teringat ia adalah anak yang cukup rajin dan pandai di kelasnya.
Biasanya ia bisa menghemat waktu dengan mengerjakan tugas di kosannya yang dekat dengan universitas. Tapi semenjak minggu kemarin laptopnya bermasalah dan berakhir di tukang service, sampai hari ini. Sehingga ia terpaksa untuk menggunakan komputer rumah yang biasa digunakan adiknya. Biasanya ada kakaknya dirumah dan ia bisa menggunakan laptopnya, tapi minggu ini kakaknya sibuk dengan kuliahnya, memang keadaan suka tak terduga, tapi kenapa harus dengan pak Rahmat, hadeuh, keluh Achmad dalam hati. Nasi sudah menjadi bubur, dan bubur sudah menjadi ampas di kamar mandi (memang ada ya peribahasa macam ini?) sudahlah, hanya ia, Tuhan dan kita yang tahu.
Kereta terus bergerak dengan kecepatannya yang ya…..segitu-gitu saja, membawa berbagi penumpang yang pusing dengan urusannya masing-masing, termasuk dengan anak ini. Achmad kembali mellihat jamtangannya untuk melihat waktu. Waktu menunjukkan pukul 07:45, lima belas menit lagi?! Gila cepet banget, ujar Achmad dalam hati, keadaan semakin genting dan hati semakin keriting, tanda tak tenang.
Tak lama setelah itu kereta ini sampai pada tujuannya, stasiun Depok blablabla……., suara pusat kereta terdengar keras didalam gerbong kereta. Achmad mengangkat kakinya, bersiap berangkat. Ia pun segera turun dan melesat macam kilat dalam film Anak Haram Dewa Petir, film apa lagi ini?
Tak pikir panjang Achmad langsung memesan ojek online. Waktu terus berjalan, dan aplikasi itu terus mencari driver yang peduli pada anak ini untuk mengantarnya. Kembali ia lihat jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07:50, aduh…….sepuluh menit lagi? Mati aku, bisa-bisa panjang urusan ini, keluh hatinya, keadaan semakin tak terkira, apakah Achmad akan bisa mengumpulkan tugasnya dan selamat dari pada takdir bertemu dengan dosen ini di tahun berikutnya, ataukah takdir akan berkata lain? Saksikan kelanjutannya hanya di ‘ Pak Rahmat ‘Dosen atau Iblis?’, hanya disaluran tv jin (aduh makin kacau saja ya?!).
Akhirnya ada driver yang mau mengambil pesanannya, ia datang cepat, tanpa lihat depan belakang Achmad langsung menaikinya.
“ mas? maaf, kan saya yang driver, kenapa mas yang didepan? “, tanya driver itu melihat Achmad panik tak karuan sampai salah tempat duduk.
“ pak, hari ini alien dari Mars datang mau menginvasi dunia ini. Tadi saya sudah lihat beberapa pesawatnya sudah mendarat, dan saya mendapat perintah dari SHIELD dan SUPERHERO lainnya untuk membawa suatu barang ke salah satu universitas di dekat sini, karena disana lah pusat Alien itu berada, bapak paham? Ini perintah penyelamatan dunia bapak!? Jadi biarkan saya yang menyetir, dan menyelamatkan dunia ini. Bapak paham kan?! Ini perintah dari IRONMAN dan kawan-kawannya “, jelas Achmad, inilah efek kelanjutan tugas pak Rahmat, kegilaan yang muncul perlahan menghilangkan kewarasan.
“ tapi….sebelumnya maaf mas, saya mau tanya boleh? “, tanya tukang driver itu.
“ aduh bapak, kita akan mati! Bapak mau tanya apa sih? “, lanjut Achmad.
“ bukannya ironman sudah mati kan? Itu loh, film end game, ya kan?! Pas lawan Thanos, masnya belum nonton ya? “, tanyanya polos.
Achmad hanya diam dan menatapnya, dan driver itu hanya senyum mengesalkan, ha…ha.., tawa driver itu, dan berangkat.

Hanya butuh empat menit untuk menempuh dua kilometer jika keadaan sudah segenting ini, tenyata fakta baru efek tugas pak Rahmat ialah, semuanya mampu menjadi pembalap yang handal jika rutin ngumpulin mepet-mepet macam ini, insyaallah.
Achmad langsung mengeluarkan uang, tak peduli kembalian ia langsung melesat cepat menuju ruang yang dituju. Dari jauh driver itu memanggil.
“ mas! Ini kembaliannya!! “, teriak tuka driver itu.
“ sudah ambil saja, itu buat bapak “, teriak Achmad dari kejauhan tanpa melihat kebelakang sedikit pun.
“ oh ya! Makasih mas, semoga mampu menyelesaikan tugas dari ironmen nya, semoga kita semua selamat, keselamatan dunia ada di tangan mas! Semangat!! “, teriak driver itu dari jauh.
Achmad hanya menghela nafas, dia percaya? Makin aneh saja dunia ini, memang sudah mau kiamat kayaknya, ujarnya dalam hati.
Waktu terus berjalan, ia kembali lihat jam di tangannya, menunjukkan pukul 07:58, ia percepat jalannya, setidaknya butuh hampir empat sampai lima menit untuk mencapai kantor beliau jika berjalan santai.
Keringat sudah membasahi tubuhnya, banjir meluap macam sungai ciliwung. Ia terus berlari cepat macam pelari Olimpiade, kalau begini jadinya, lagi lomba bisa dapet medali emas ia, mengapa tak pak Rahmat saja yang melatih atlet lari nasional, sungguh negeri yang membingungkan? Bukan begitu.
Masa-masa kelam akan segera berakhir, kau tahu, ia sudah sampai di depan pintu kantor pak Rahmat, semua kekacauan ini akan berakhir, mimpi-mimpi buruk akan segera usai, baiklah bapak driver, saya akan menuntaskan semua ini, Alien ini akan segera pergi dari dunia ini, ujarnya dalam hati dengan tubuh tegap, basah, lembab dengan keringat, bintik biang keringat mulai terlihat keluar dari tubuhnya, tangan sigap menggenggam tugas dari sang Dosen yang……ini.
Tangan kanannya diangkat siap memegang engsel pintu dan membukanya. Namun, sebelum tangannya sampai, pintu itu pun terbuka terlebih dulu, ada orang dari dalam yang membukanya, dan itu ialah pak Rahmat.
Nampak beliau hendak masuk ke kelas dan ingin mengajar, ini sudah mau masuk jam pertamanya. Ketika keluar beliau kaget melihat Achmad yang ada di depannya, begitu pun sebaliknya.
“ mau apa kamu Achmad? Saya mau masuk kelas “, tanya pak Rahmat.
Achmad bingung, bukannya tadi beliau yang nyuruh kumpulin tugas di kantor ya?!, pikirnya.
“ oh ya pak, saya mau ngumpulin tugas bapak, kan bapak yang bilang yang belum ngumpulin, dikumpulin di kantor bapak, iya kan?! “, tanyaku memastikan.
“ oh…..tugas ya “, jawabnya singkat. Oh alhamdullillah, untung beliau inget, bisa mati aku kalau salah, atau kalau pikunnya kambuh, ucapnya dalam hati, akhirnya.
“ iya…..itu sudah lewat lima detik yang lalu. Kamu telat “, lanjutnya. Astaghfirullah , telat? Oh my god!!! Majnun, sumpah! Ini gila banget, ada apa ini ya Allah…..? cobaan macam apa yang kau berikan padaku, keluhnya dalam hati, dia benar-benar tak menyangka, dia kecewa, pada semuanya, pada dirinya.
“ tapi….tapi pak, saya ada alasan untuk menjelaskan keterlambatan saya “, mohon Achmad.
“ mad, kamu tahu saya paling gak suka terima alasan, apapun alasannya, kau tetap telat bukan? Jangan suka mencari alasan, bertanggungjawab lah, paham kamu? “, ujarnya, menjelaskan. Achmad hanya mengangguk, tanda bahwa ia paham apa yang terjadi dan ya….tentang beliau yang tak terima alasan, dia pun sudah tahu.
“ nah seperti biasanya semua murid yang telat untuk mengumpulkan tugas saya. Abis ini kamu kabari saya, hukuman apa yang kamu pilih. Kalo mau lanjut semester depan ya…..kamu bisa santai tak mengerjakan tugas dari saya di semester ini, tapi semester depan seperti beberapa temanmu. Atau kamu mau tetap lulus semester ini, dengan mengerjakan semua tugas tambahan yang saya berikan, tentu jika kamu mampu dan tak mengganggu kelas kuliah kamu yang lain “, jelas pak Rahmat diiringi anggukan singkat Achmad.
“ kalau begitu saya pergi dulu, tugasnya bisa kamu taruh diatas meja saya di dalam, saya mau masuk kelas dulu, assalamualaikum “, ucapnya seraya perlahan pergi meninggalkanku.
“ waalaikumussalam “, jawab Achmad singkat.
Ia pun izin masuk kantor dan segera meletakkan tugasnya diatas mejanya pak Rahmat dan segera pergi ke kelasnya karena jam kuliah sudah mau dimulai.
Kau tahu? Dunia ini begitu unik dan indah, tapi tidak hari ini, khususnya bagi anak ini. Dan biasanya murid-murid yang telat mengumpulkan akan diumumkan di grup, aduh…gimana ya? Biarin sudah, emang kadang lagi sial, mau bagaimana lagi atuh, keluhnya, ia masihbelum bisa menerima ini semua. Sepanjang jalan, sepanjang waktu kuliah, hanya itu yang ia pikirkan, perasaannya sudah buruk sejak matahari terbit, itu tanda bahwa seseorang akan seharian penuh merasakan perasaan yang sama, bahkan bisa berlarut-larut, semoga hal itu tak terjadi pada anak ini, semoga saja.

Hari sudah mulai sore, langit sudah mulai menguning, matahari hendak menarik dirinya untuk bergantian dengan sang bulan. Achmad sudah berada di kosannya semenjak siang tadi, kepalanya pusing, dan ia hanya tidur seharian, berharap pusingnya bisa hilang dan ia bisa tenang kembali.
Ia pun terbangun, langsung ia tengok jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 17:30, lima belas menit lagi sudah buka, cari bukaan ah, pikirnya. Ia pun langsung mengambil uangnya dan berjalan mencari makanan untuk bukaan. Ia lihat isi dompetnya, hanya ada uang dua puluh ribu, aduh… kayaknnya cukup sih kalau buat beli gorengan sama es teh, ujarnya dalam hati, mencoba menenangkan hatinya yang hancur.
Biasanya uang beasiswa yang ia dapatkan sudah turun tanggal segini, tapi sedari kemarin tak ada kabar turunnya uang itu, dan tak mungkin ia menunggu atau meminta uang dari orangtaunya, mengingat bahwa keadaan orangtuanya yang sedang tak sehat dan tak bekerja, ia harus mampu untuk menghidupi hidupnya disini. Dan hari ini terasa sepi sekali, kosan terasa sepi, padahal Achmad tak tinggal sendiri, ada dua orang yang menemaninya di tanah yang bahkan lebih luas parkiran mobil presiden dibandingkan itu (memang parkiran mobil presiden sebesar apa ya? entahlah). Ya cukup luas untuk tiga orang itu, ada satu kompor, minyak bekas dua bulan yang lalu, belum diganti, satu kamar mandi, sabun cair sudah kurus kerempeng kosong melompong, belum diganti sebab tak ada yang punya uang.
Dua temannya itu bernama Naufal dan Rizal, untuk nama panjangnya sepertinya tak penting. Mereka saling mengenal semenjak waktu ospek mahasiswa baru. Naufal adalah orang asli Boyolali, jawa tengah. Dia termasuk kategori orang yang cukup mampu, jadi sebenarnya, dia adalah penopang kelaparan di kosan itu, ibarat akhir zaman, ia adalah imam mahdi yang siap membantu umat, ya…tak lebih macam tuh. Sedangkan Rizal memiliki nasib yang hampir sama dengan Achmad, kurasa tah harus dijelaskan lebih lanjut, bahkan terkadang ia bisa lebih buruk nasibnya dibandingkan Achmad, khususnya masalah keuangan, ia asli Kalimantan, untuk tempatnya….kalau gak salah yang banyak harimaunya(dimana itu ya?), tapi ia sering membantu warung mak Nemin untuk sekedar tambah uang jajannya dan berbagi bersama, dan inilah mereka tiga sejoli Gabus Pucung.
Dan yang menjadi masalahya adalah sekarang Naufal pergi pulang kampung karena orangtuanya pun sakit, jadi tak ada yang menghandle kelaparan di kos ini. Dan si Rizal tak ada kabar sejak pagi tadi, entah ia sibuk, mungkin mengerjakan tugas kuliah atau ikut kegiatan mahasiswa, entahlah, tapi percayalah, Achmad pun tak yakin dengan itu semua. Palingan juga lagi sibuk diwarung, kan sudah mau maghrib, pasti banyak yang beli makanan buat buka puasa, insyaallah sudah, semoga saja balik bawa makanan apa gek, harap Achmad dalam hati.
Setelah Achmad selesai dengan tukang gorengan dan es teh itu, ia segera kembali ke kosannya.
“ assalamualaikum “, ucapnya seraya masuk kedalam kos.
Baru saja ia masuk, gawainya berdering, tanda masuk pesan, ternama Ibu kos, waduh… ada apa ibu kos ngechat?, tanyanya dalam hati. Permisi, untuk ananda Achmad, Naufal dan Rizal, hendak melunasi bayaran kos bulan ini, terhitung sembilan ratus ribu rupiah, akan saya tunggu, besok siang ya?! Saya datang, jelas Ibu kos dalam pesan itu. Ya Allah……cobaan apa lagi yang kan kau kirimkan kepadaku setelah ini?, keluh Achmad dalam hati, dia tahu hal itu salah, mengeluh, apalagi terhadap Tuhan. Tapi…..kepalanya sudah pusing tak karuan.
Ia pun langsung merebahkan tubuhnya dikasur yang tipis miliknya, menutup mata, membukanya kembali, dan sadar bahwa hal itu nyata, semua hal yang terjadi hari ini adalah nyata. Ia berpikir, jika uangnya pun sudah turun, ia mungkin bisa melunasi bayaran kos bulan ini, tapi ia juga tak akan bisa jajan satu bulan kedepan, apalagi buat ngerjain tugas, menjilid dan lain-lain, bukankah itu semua butuh uang?.
Achmad langsung menghubungi Naufal, berharap ia punya uang walaupun hanya jatah bayarannya, karena itu semua kan dibagi untuk bertiga.
” assalamualaikum fal, antum ada uang buat kosan bulan ini gak? Ane sudah ditagih barusan “, minta Achmad padanya.
“ waalaikumussalam mad, gua belum ada. Ada juga uang abis buat pengobatan ibu gua. Nanti kalau ada langsung gua transfer, insyaallah “, jawabnya singkat. Achmad hanya diam dan tak membalas, dia menghela nafas, berusaha tenang untuk berpikir. Naufal saja gak bisa, ya semoga saja si Rizal lagi banyak pelanggan, jadi buat uang awal mah ada, harap Achmad.
Kali ini ia beranikan diri untuk bertanya kepada orang tuanya, apakah ada uang yang bisa ia pinjam terlebih dahulu untuk bayar uang bulanan kos, ia ambil gawainya dan mengirim pesan.
Assalamualaikum mah, maaf ngerepotin. Mamah ada uang pegangan gak? Mau aku pinjem dulu buat lunasin uang bayaran kos aku, soalnya uang beasiswa aku juga belum turun, Naufal juga belum ada uang, apalagi Rizal. Mungkin kalo ada nanti aku pinjem dulu baru kuganti, pesan Achmad tertulis. Yang tak lama kemudian langsung dibalas.
waalaikumussalam mas Achmad, mamah bukannya gak mau bantu. Tap, dirumah mamah juga gak ada uang, om Gono juga belum ngasih uang hasil bengkel, dan bapak masih belum kuat untuk bekerja. Mas Achmad, lagian kalaupun ada uang mamah bakal ngasih itu Cuma-Cuma, karena itu ialah tanggungjawab orangtua pada anaknya, jadi kalaupun seperti itu gak harus diganti. Tapi, mamah beneran gak ada uang, atau mau mamam pinjemin?, tanya mamah dalam pesan itu?.
Gak usah mah, kalau memang gak ada gak usah dipaksain. Achmad juga ada jalan lain buat dapetin uangnya insyaallah, jawabku seraya kututup langsung gawaiku. Memang gak mungkin, gumam Achmad dalam hatinya.
Tak lama kemudian gawainya kembali berbunyi, ia pun segera mengambilnya, terasa ingin menghancurkan gawai itu, sebab ia sudah lelah dengan semua hal semenjak pagi tadi. Tapi, ia paksa dirinya, ia lihat pesannya, bukber yuk! Kamu lagi gak ada uang kan?! Hahaha aku tahu loh, aku tunggu ya, ditempat biasa saja, oke bye, pesan itu tertulis. Oh alhamdulillah, untung ini cewek pengertian, bener sudah gak salah milih orang, syukur Achmad dalam hatinya, itu teman dekatnya, atau mungkin hampir mirip dengan pacar, hanya mereka berdua saling menjaga satu sama lain saja, saling mendukung, dan salin mendoakan, ya….seperti itu lah, dia….syifa.
Ia pun langsung mengambil motor Naufal, satu-satunya harta berharga yang mereka miliki di kos ini, dan berangkat.

“ bagaimana kuliahmu mas? “, tanya syifa.
“ ya….begitu sudah, kamu kan tahu sendiri pak Rahmat “, singkat Achmad.
“ hahahaha ya gapapa mas, yang penting kamu rajin saja, semangat terus, pantang menyerah “, lanjutnya menyemangati.
“ makasih ya, kamu ngebantu banget dari dulu. Lagian kenapa kamu masuk kesini? Kan kamu dulu maunya di jogja? Jadi ketemu aku lagi, jadi diledek-ledekin lagi, kan kamu yang malu juga dikatainnya sama aku!, coba kalau kamu mau deket sama ketua tim basket itu, keren kamu nanti, bisa famous hahaha “, jelas Achmad. Syifa hanya menatap tajam, wajahnya mulai kesal, waduh….bahaya, pikir Achmad.
“ vino? Mas kalau aku mau deket sama dia dari dulu aku pasti sudah deket mas!. Tapi lihat aku? Enggak kan?! Lagian mas saja yang kepedean dikatain, aku mah biasa saja wee… “, ujarnya diiringi tawa kecilnya.
“ iya maaf atuh, kepedean mas hahaha “, jawab Achmad diiringi tawanya.
“ lagian kan memang rezeki aku nya disini. Aku itu bukan orang pinter kayak kamu mas, kan kamu tahu sendiri rangking aku dulu jelek “, lanjutnya dengan raut wajah menyedihkan, berusaha mendramatisir keadaan, memang sudah menjadi kebiasaan dia sejak dulu.
“ kamu itu ya, bagen bilang bodoh kek apa kek, dulu juga kamu yang diakuin pinternya. Kamu memang gak pinter, tapi kamu jenius, hadeuh kamu omelin aku gak boleh ngomong gtu, sekarang kamunya begitu. Terserah kamu dah bagaimana, yang penting aku akan terus berusaha hahaha, buat dapetin kamu “, ujar Achmad diiringi tawanya.
‘Kamu gagal mas maaf’ , ujarnya pelan sehingga tak terdengar oleh telinga Achmad, hanya sedikit, itu pun samar. Gagal, apa maksudnya?, pikir Achmad dalam hatinya.
Tak lama kemudian dateng temannya Syifa, Rika namanya.
“ wah….mas jacky sudah dateng rupanya, asyik sekali kayaknya, maaf mengganggu….ini minumnya Raden….Ratu..hahaha “, ujarnya seraya memberikan minuman yang dipesannya barusan.
Achmad dan Syifa hanya menatap suram Rika.
“ wah wah iya maaf maaf, orang canda kok hahaha “, ujarnya menjelaskan.
Mereka pun berbicara berbagai macam hal, tertawa, berbagi ilmu dan banyak hal lainnya, sampai tak terasa adzan maghrib pun berkumandang. Allahuakbar …… allahuakbar…., suara keras terdengar dari masjid.
Mereka pun menikmati berbagai macam hidangan yang sudah mereka pesan, waktunya berbuka puasa. Ditengah waktu makan, Syifa mengabil gawainya dan memberi pesan kepada Rika.’Kamu ngerti kan apa yang harus dilakuin? Give me time, okey’, isi pesannya. Rika pun segera melihat gawainya yang berbunyi karena masuk pesan.
Setelah membaca pesannya pun ia tiba-tiba langsung berdiri.
“ eh aku ke parkiran dulu ya? Ada yang mau kuambil hahaha lupa biasa “, ujarnya singkat. Achmad yang sedang fokus makan hanya mengangguk dan mempersilahkannya untuk pergi, begitu pun dengan Syifa, Rika pun pergi meninggalkan mereka, berdua. Achmad pun tak merasa akan ada hal yang terjadi. Hal yang sudah direncanakan, hal yang bahkan mungkin ia tak ingin hal itu terjadi.
“ mas…aku mau ngomong “, pinta Syifa.
“ ya….ngomong aja kali, hahaha kaku banget kamu segala izin dulu kayak begitu “, jawab Achmad.
“ tapi, ini serius loh mas “, pinta Syifa, kali ini ia benar-benar tak bercanda, ini….serius.
Achmad mencoba menatapnya, Syifa tak pernah seperti ini, ia pun diam dan menatapnya, berusaha mendengarkannya.
“ kamu kayaknya harus menyudahi, jangan kejar aku lagi mas “, ujar Syifa singkat, Achmad hanya tertawa.
“ hahaha kamu itu berapa kali sih harus ku omongin, aku itu gak akan berhenti until our god give us our destiny hahaha “, jawab Achmad diiringi tawanya. Achmad masih menganggap ini hanya sebuah candaan belaka.
“ mas aku serius “, kini Syifa menatap matanya, air matanya mulai menggenang di matanya, ia serius, semua hal ini adalah sebuah hal yang penting.
Kali ini Achmad hanya diam, tak ada tawa, dia tahu tatapan itu, ia sangat tahu, ini bukan suatu candaan, pasti ada hal yang terjadi? Ada apa lagi ini??, keluh Achmad dalam hatinya, panas hatinya tak terkira entah dari mana datangnya. Ia tak percaya pada hal ini, ini nyata, semua hal ini nyata.
“ apa maksud kamu? Apa aku punya salah? Apa ada yang lebih baik dari aku? Apa iya sudah pasti menjadi jodohmu? Ada apa? Cepat katakan!!! ”, jawab Achmad memaksa.
“ a…a..ku gak bi..sa ngo…mong apa-apa ke ka..mu “, jawabnya terbata-bata, kali ini ia menangis.
“ CEPET JAWAB!!! “, paksa Achmad, matanya pun sudah mulai membendung.
“ AKU SUDAH DILAMAR “.
Seketika itu semua hening. Tak ada suara apapun. Achmad terdiam, Syifa pun hanya menangis. Achmad tahu ia bingung, bahkan ia tak tahu apa yang harus dilakukannya, ia diam, tak tahu apa yang harus dilakukannya.
“ hahaha ta…tapi kan ortu kamu belum ngeiyain kan?! “, tanya Achmad berusaha menenangkan dirinya.
Syifa hanya terus menangis, ia tak menjawab pertanyaan itu. Kini Achmad tahu hal itu, ia kini paham, tapi kau pasti paham bagaimana perasaan lelaki terhadap hal ini, ia mati, tak hidup lagi, hatinya, hancur.
“ maafkan aku “, ujar singkat Syifa seraya langsung pergi meninggalkan tempat makan itu, meninggalkan Achmad di sana, sendiri, lagi.
Achmad tak bisa mengatakan apa-apa. Memang benar rasa laparnya sudah hilang, dahaganya sudah binasa, ia tak akan bingung untuk sahur esok, karena ia sudah kenyang. Tapi, semua hilang, cintanya, takdirnya, impiannya, mimpinya, harapannya, tujuan hidupnya, orang yang penting baginya, hatinya, perasaannya, dirinya, hilang, hancur, binasa—tanpa sisa. Hatinya kosong melompong, kurasa aku memang sudah tak pantas untuk hidup lagi, mau engkau siksa aku seperti apa lagi ya Tuhan, aku lelah, ucapnya dalam hati, sudah tak ada harapan baginya, ia sudah putus asa.
Ia pun berdiri sekuat tenaganya, ia pulang, pergi, tak tahu kemana, ia menghilang.

Ia pergi jauh ke tengah kota, mencari tempat yang bisa menenangkan dirinya, untuk selamanya, ia pergi, untuk bunuh diri. Ia mencari jembatan layang yang tinggi dan besar, ia menepi menuju jurangnya. Ia ambil gawainya dan menghubungi Rizal, ia meneleponnya. Teleponnya berdering sesaat, dan Rizal mengangkatnya.
“ zal? Ente sudah pulang? “, tanya Achmad.
“ heeh mad baru pulang “, jelasnya singkat, terdengar ia masih sangat kelelahan.
“ ha..ha.. banyak yang makan di warung ? ”, tanyanya lagi.
“ lah kagak gek ane kesitu, tadi ada tugas banyak banget, baru kali ini hahaha gila ya “, terangnya.
“ memang ente dimana mad? “, tanya Rizal.
“ zal, ane minta maaf ya “, ujar Achmad.
“ maaf? Hahaha kenapa ente? Lebaran masih lama mad “, jawabnya singkat diiringi tawanya.
“ ya minta maaf kalo ane banyak salah “, lanjut Achmad.
“ ente kenapa sih? Ente dimana? “, tanya Rizal dengan tegas.
“ ane mau bunuh diri “.
Rizal diam sejenak. Ia yakin ini hanya candaan, atau ia lagi ditipu.
“ hahaha canda aye ente. Eh bneran dimana ente? “, tanya Rizal, memastikan kembali.
“ zal, ane gak bercanda. Maaf kalo ane salah ya?! Sekali lagi maaf, ane sudah pusing terlalu banyak masalah yang ane punya di dunia ini, mungkin dengan ane tinggalkan dunia ini, ane bisa tenang. Kalau ente nemuin mayat ane, bawa ane pulang kerumah, dan jangan pernah ceritakan hal ini, laailaahaillallah muhammadurrasulullah, bye “, gawai Achmad tiba-tiba mati.
Rizal panik, ia langsung mencoba mengakses lokasinya, ia cukup ahli dengan masalah meretas gawai dan lainnya, dan ia berhasil. Ia langsung pergi menyusul lokasi itu dengan sepeda motor.
Jauh ditengah hal itu, adzan isya terdengar menggema ke seluruh penjuru daerah, panggilan untuk menunaikan ibadah wajib sholat isya, terlebih ini bulan Ramadhan, jadi ditambah amalan sunnah sholat Tarawih.

Achmad bersiap-siap berdiri diujung pembatas jalan layang itu, ia berdiri tegap dan berteriak.
“ ya Allah jikalau engkau Tuhan yang Maha Esa membenci aku sebagai hambaMu yang selalu berbuat salah kepadaMu, selalu bermaksiat kepadaMu, hingga Kau beri aku cobaan yang tiada hentinya, hingga Kau ambil semua yang Kau berikan kepadaku. Maka, jika kau menghendaki diriku hilang dari pada dunia ini, dengan kembali kepadaMu. Maka, aku akan kembali padaMu, ambillah nyawaku wahai para malaikatNya, ambil nyawaku, satu-satunya hal yang kumiliki di dunia ini, tapi buatlah aku tenang di alam selanjutnya. Ku tahu apa yang terjadi dan aku benar-benar paham, bahwa aku sudah tak layak dan pantas untuk hidup didunia ini, lagi “.
Setelah itu ia langsung melompat, ia tahu ia akan mati dengan tinggi yang seperti itu, ditambah tidak ada seorang pun disana, inilah waktunya. Ia memejamkan matanya, dan…ya.
Tapi ….
“ allahuakbar apa yang Anda lakukan? “, tiba-tiba seseorang entah dari mana datang dan menarik tangan Achmad sebelum hendak melompat.
“ minggir! Biarkan aku melompat! Tuhan sudah tak menyayangiku lagi, aku harus kembali kepadaNya ”, berontak Achmad, memaksa, ia ingin kembali melompat, ia menangis.
Orang itu pun melepasnya dan langsung menamparnya. Rasa sakit itu membuat Achmad diam, cahaya yang gelap membuat orang itu tak jelas terihat siapa dia, Achmad pun bertanya-tanya siapa orang ini, setidaknya tamparan itu membuatnya dapat berpikir jernih lagi, untuk berpikir dua kali tentang membunuh dirinya sendiri.
“ ya Allah ya rabbii, antum Achmad kan? “, tanya orang itu dengan perasaan yang kaget dan terkejut.
Siapa orang ini? Bagaimana ia bisa tahu namaku? Apa ini orang yang diutus Rizal kesini untuk mencegahku bunuh diri? Ku tahu ia ahli dalam melacak orang, tapi secepat ini? Tak mungkin. Lagipula dia baru saja terkejut melihatku, berarti dia tidak merencanakan hal ini sebelumnya. Lalu… siapa dia? Kini Achmad bertanya-tanya dalam dirinya tentang hal itu, siapa orang ini? Yang secara tiba-tiba berhasil mencegahnya, dan ia tahu juga namanya, siapa dia sebenarnya?
“ siapa Anda? Anda disuruh sama siapa untuk mencegah saya bunuh diri? Katakan! “, tanya Achmad dengan nada geram.
Tanpa berbicara apapun orang itu kembali menampar wajah Achmad dengan keras, sehingga hal itu membuat Achmad kembali terdiam dan berpikir keras, siapa orang itu?
“ jadi bener itu kalau antum tadi mau bunuh diri? Antum sebodoh apa sih? Apa ustad zak atau yang lain gak pernah menjelaskan ke antum tentang hukumnya bunuh diri?? Hal seperti apa yang membuat antum melakukan hal yang keji macam ini? Padahal dulu antum adalah orang alim yang ana percaya ketika lulus dari pondok, kenapa dengan antum ini? Apakah ini ilmu dengan mondok selama enam tahun? “, tanya orang itu, semua pertanyaan itu semakin membuat Achmad bingung.
Bagaimana mungkin? Ia mengenal ustad zak. Ia tahu tentang aku yang mondok sampai enam tahun? Sejauh apa dia tahu tentang diriku? Siapa dia?, Achmad bertanya pada dirinya sendiri, semakin bingung dirinya.
“ bagaimana kau tahu tentang ustad zak? “, tanya Achmad. Kali ini ia bisa lebih tenang.
“ apakah antum sudah lupa? Diapun guru ana juga, dulu kita pernah ngaji bareng “, jelas orang itu. Dikarenakan cahaya yang gelap Achmad masih tak bisa menatapnya.
Diapun pernah belajar sama beliau? Ngaji bersama?
“ mohon katakan dengan jujur. Siapa kau? “.
“ ana adalah orang yang pernah antum panuti. Ana teman karib kakak antum. Antum sering memangil ana Kak Ridwan “, jelas singkat orang itu.
Achmad hanya diam. Mulutnya terkunci, ia tak mampu untuk berbicara. Ia masih teringat kata-kata itu, nama itu, iya….ia tahu orang itu, ia mengenalnya. Dan tiba-tiba Achmad lari ke arah orang itu dan langsung memeluknya. Ia menangis tak karuan, memohon ampun dan maaf atas kesalahannya.
“ jangan meminta maaf padaku. Mintalah maaf kepada Dzat yang Maha Pemaaf, ia pasti akan memaafkan hambaNya yang bertaubat. Karena ia ialah Dzat yang Maha Pengampun segala macam dosa, selain kemusyrikan, kamu inget ayatnya kan?! “, jelas kak Ridwan. Achmad hanya mengangguk-ngangguk, ia tahu ayat itu, ia paham dalil tentang bunuh diri, ia tahu bahwa ia paham, ia tahu bahwa ia mengetahui semua yang benar itu. Namun, tak ada hal lain yang ia lakukan saat itu, kecuali hanyalah menangis.
“ sudah-sudah, ini pasti terjadi karena kamu dapat banyak masalah, tapi kamu semakin jauh dengan Dzat yang memberikan kemudahan, bahkan mungkin kamu melupakannya “, jelas kak Ridwan mencoba menjelaskan.
“ ya sudah, ini sudah adzan isya, ayo kita sholat lalu kita lanjut dengan tarawih. Habis itu baru kita bahas masalah ini, tentu dengan orang yang paham agama, agar semuanya berdasarkan ilmuyang jelas dan benar, okey?! “, pinta kak Ridwan. Kini Achmad mulai tenang, dan mereka berangkat menuju masjid terdekat dari tempat itu.
Apa ini dikarenakan aku melupakanMu ya Allah? Akankah hilang rasa percayaku kepadaMu hanya karena aku TAKUT atas semua hal yang terjadi? Apakah ini caraMu untuk mengingatkan aku, hambaMu yang bodoh ini, dimana bahwa pada dasarnya aku paham, tapi aku mengkingkari semua itu, kembali lagi dikarenakan aku takut. Maka ampuni apa yang telah kulakukan ini, karena aku telah mendzolimi diri aku sendiri, dan apabila engkau tak mengampuni aku, maka aku akan menjadi dari pada orang-orang yang dzolim, ucap Achmad dalam hatinya.

Lalu mereka melaksanakan sholat isya dan tarawih berjama’ah di sebuah masjid. Semua tempat ini, lantunan suara bernada yang menggema diseluruh ruangan ini, membuat Achmad ingkar pada hatinya atas apa yang telah ia lakukan pada beberapa hari ini, lebih tepatnya ialah hari ini. Ia sadar, bahwa ia sudah sangat jauh dari semua ini, tempat ini, lantunan suara yang indah ini, semua hal yang harus kita lakukan di dunia ini, hanya karena….urusan duniawi yang tidak kekal macam itu?
Setelah sholat selesai, kak Ridwan mengenalkan Achmad pada salah satu gurunya di masjid itu, orang yang terbilang alim disana. Ia menceritakan semua hal yang terjadi beberapa hari ini, sampai pada apa yang ia ingin lakukan barusan.
“ astaghfirullah, wahai anak muda! Ingatlah hal ini selalu. Hal yang ingin kamu lakukan itu Haram dan Allah membenci hal itu. Allah menjelaskan dalam ayatnya ‘Bahwasanya Allah tak akan membebankan seorang hambaNya (dengan berbagai macam urusan) yang melebihi kadar kemampuannya’, ingat itu?! Dan tak Allah ta’ala membebankan kamu dengan urusan kecuali hal itu ialah teguran untukmu ataupun sebagai sarana untuk mengurangi dosamu. Dan bunuh diri itu sangat dibenci oleh Allah, jangan kamu berputus dari rahmat Allah. Apalagi ini di bulan Ramadhan, ingatlah anakku mumpung masih ada waktu, bertaubatlah, ku yakin kau pasti ingat?! Sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan ialah Rahmat, disepuluh hari ini rahmat Allah diturunkan kepada hambanya yang beribadah kepadanya, beruntunglah kamu anak muda, kita masih berada disepuluh hari pertama, jadi masih ada waktu bagi engkau untuk mendapatkan kembali rahmatnya yang telah engkau putus darinya, lalu Sepuluh hari kedua itu Maghfirah atau yang bisa kita sebut dengan Pengampunan, pada sepuluh malam ini Allah turunkan ampunanNya, yang didapatkan oleh para hambaNya yang memohon ampun padaNya pada sepuluh hari pertengahan ini, dimana dengan maghfirahNya itulah dihapuskan diluluh lantahkan semua dosa dari pada hamba-hambaNya yang beriman kepadanya, dan Sepuluh hari terakhir ialah Itqun min an-naar, yaitu dijauhkan dari pada api neraka. Dimana ini merupakan suatu kenikmatan yang Allah ta’ala berikan kepada hambaNya yang memohon kepadaNya pada sepuluh hari terakhir ini, pada sepuluh hari terakhir ini ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibukalah pintu-pintu sebaliknya yaitu pintu surga. Maka, berbuatlah sebaik-baiknya pada bulan yang suci ini, dimana pahala adalah hal yang sangat mudah untuk dilipat gandakan pada bulan ini, karena semua berurusan langsung dengan Dzat yang Maha Kuasa. Dan janganlah kamu melakukan dosa dan hal-hal yang ia benci pada bulan ini, karena konsep pahala di bulan ini berlaku sebaliknya dengan dosa yang kita lakukan, ingat itu? Bertaubatlah sekarang juga, kamu paham? Dan satu hal lagi, percayalah selalu ada kemudahan dibalik segala kesukaran“, jelas panjang pak ustad menjelaskan.
Kini Achmad paham akan kesalahan dirinya yang tak mampu untuk sabar atas suatu cobaan, dan dia melupakan semua hal yang lebih penting dari pada itu semua, yaitu berdzikir, mengingat Allah. Bukankah dengan mengingat (berdzikir) kepada Allah akan menenangkan hati? tentu dan kini Achmad yakin dengan hal itu.
Kemudian mereka saling bercerita tentang perihal agama, berbagi ilmu dengan sang guru yang alim dan memiliki ilmu, karena Achmad dan kak Ridwan paham betul bahwa Menuntut ilmu itu harus Talaqqi (bertemu dan saling bertatap muka dengan ustadnya, secara langsung).
Setelah cukup malam Achmad dan kak Ridwan memohon untuk pergi dan pak ustad mempersilahkan mereka untuk pergi. Kak Ridwan menawarkan Achmad untuk diantarkan pulang sampai rumah, tapi ia menolak.
“ anterin ke jembatan yang tadi saja kak. Ada orang yang mau saya temuin “, pinta Achmad.
“ lah ente mau loncat lagi? Baru juga diomongin “, tanya kak Ridwan dengan nada panik.
“ hahaha ya iya kali ana mau loncat lagi?! Ada-ada aye. Oh ya kok tadi antum bisa nemuin ana? Dan ngapain antum di Depok? “, lanjut Achmad bertanya.
“ ana mah tadi iseng saja lewat sini sekalian mau ke masjid tempat ana ngaji, tahu-tahu liat orang mau loncat, tahu-tahunya antum, ana kirain orang gila itu hahaha. Ana mah kesini ya buat ngaji selama ramadhan di masjid tadi, orang yang tadi alim itu “, jelas kak Ridwan.
Achmad hanya menganguk-ngangguk. Tak lama kemudian mereka sampai di jembatan tadi. Kini disana ada terlihat ada satu orang yang tengah menangis tersedu di pinggir jembatan. Achmad langsung turun dan berjalan ke arah orang itu, kak Ridwan hanya menatapnya bingung.
“ balik yuk! Gak jadi matinya ane. Nanti saja kalau sudah waktunya “, ujar Achmad seraya menepuk pundak orang itu.
Orang itu kini membalikkan tubuhnya, ia diam, terbujur kaku, dan kini ia langsung memeluk Achmad, itu Rizal. Dia sudah datang ketempat itu dan yakin kalau Achmad sudah benar-benar mati bunuh diri.
Achmad mempersilahkan kak Ridwan untuk pulang, ia menjelaskan bahwa itu temannya. Kak Ridwan mengangguk dan langsung melesat jauh meninggalkan mereka berdua.

Ting , suara gawai Achmad kembali berbunyi. Kini ia tengah berjalan menuju kelas. Ia tahu harus semangat untuk memulai kembali dirinya. Palingan ibu kos minta uang, pikirnya seraya tertawa pelan memikirkan alasan yang tepat, berhubung ia belum memiliki uang untuk membayarnya.
Ketika ia ambil gawainya, ternyata bukan. Ini pemberitahuan bahwa uang beasiswanya sudah dikirim ke rekeningnya, alhamdulillah, ucap Achmad dalam hati. kini ia ada uang untuk membayar kos, biarpun harus habis, tak apalah, pikirnya. Tak lama kemudian kembali pesan masuk, dua pesan, yang pertama dari Naufal dan Rizal. Kau tahu apa isi pesan itu? Itu tanda kiriman uang mereka untuk patungan biaya uang kos. Achmad hanya tertawa sendiri, ia kaget dengan semua rezeki pada pagi ini, sungguh Allah Maha Tahu yang Terbaik bagi hambaNya.
Kini ia sudah sampai di depan kelasnya. Namun, ia kaget ketika melihat ada Syifa di depan kelas itu. Achmad tahu Syifa pasti sedang menunggunya, ia tahu apa yang ingin dikatakannya, dan ia tahu harus betindak apa.
“ assalamualaikum “, sapa Achmad.
“ waalaikumussalam “, jawab Syifa tanpa menatapnya.
“ hahaha semangat lah, sudah dilamar kan?! Kapan tanggalnya? Undang ana loh jangan lupa! Gak usah kayak begitu sama ana, kan dari dulu ana yang bilang yang penting kamu bahagia, bagaimana pun akhirnya asal kamu bahagia ana akan selalu senang dan berusaha untuk menerima, tapi…susah sih “, ujar Achmad berusaha menenangkannya.
Tapi, tiba-tiba Syifa malah tertawa. Awalnya pelan lalu terus membesar, ini bocah kenapa lagi?? ,pikir Achmad.
“ mas tahu gak sih? Gak jadi hahaha “, ucapnya singkat seraya tertawa.
What? Gak jadi? Maksudnya??, gumam Achmad dalam hatinya.
“ kenapa gak jadi? “, tanya Achmad.
“ hahaha ketauan jeleknya itu cowok, gayanya mah alim, tapi selingkuhannya banyak. Makanya mamah sama ayah batalin sudah lamarannya, lagian mas…aku gak suka sama orang itu “, jelas Syifa.
Achmad hanya tertawa mendengar hal itu, tak bisa dipungkiri ia sedikit senang.
“ ialah orang yang kamu suka itu aku kan?! Hahaha “, canda Achmad.
“ apaan sih! Geer ini?! Hahaha “, jawab Syifa diiringi tawa mereka bersama.
“ jadi……ana masih bisa berjuang nih? “, tanya Achmad, menggoda.
“ em….bisa gak ya?! Entahlah hahaha , ya sudah mas masuk kelas gih, nanti telat, makasih ya assalamualaikum “, ucapnya seraya perlahan pergi meninggalkan Achmad.
Dari jauh pak Rahmat memanggil, tepat ketika Achmad berada di depan pintu.
“ mad, sini dulu! “, pintanya.
“ oh iya, saya lupa. Nanti saya kabarin bapak ya?! Perihal saya yang telat ngumpulin tugas kemarin kan pak?! Sata tanggungjawab kok hahaha “, ujar Achmad dengan yakin dan senyuman.
“ oh hahaha masih ingat kamu. Udah, masalah hukuman kamu gak saya hukum “, jelas pak Rahmat.
Gak dihukum? Nah kali ini siapa yang gak waras? Aku atau pak Rahmat?? Ada apa ini?, tanya Achmad di dalam hatinya.
“ maksud bapak? “, tanya Achmad, memastikan.
“ ya….kamu gak usah pilih hukuman, kamu saya bebaskan “, ujar pak Rahmat.
Bebas? Tunggu dulu, belum pernah ada sejarahnya ini, gumam Achmad dalam hatinya.
“ kok bapak bisa ngebebasin saya? “, tanya Achmad, kembali memastikan.
“ saya tertarik dengan pembahasan di tugasmu itu. Jujur kalau saya sendiri di posisimu, saya belum tentu bisa mengerjakan materi sekompleks itu dengan waktu yang singkat, saya bangga. Tapi, hanya kali ini saya bebaskan, selanjutnya no ampun, paham? Saya pergi dulu “, jelas pak Rahmat seraya meninggalkan Achmad dengan rasa bahagia lolos dari ancaman maut.
Alhamdulillah, syukur Achmad dalam hatinya. Tak ada hal yang pasti ia lakukan hari ini kecuali dengan bersyukur. Karena, tidaklah ia mampu menyebut dirinya seorang Muslim, jika dirinya masih seperti ini.
Kini Achmad tahu, satu konsep hidup yang paling pasti, ia kembali teringat peribahasa arab yang ia pelajari ketika dipondok yang artinya “ Kesabaran itu membantu segala urusan “. Kini ia semakin siap untuk hidup yang lebih berat, kau tahu? Karena ia sudah pernah mengalami semua hal itu, wassalam.
Itulah hidup, selalu ada lika-liku kesulitan yang menghadapinya, sistemnya mudah, berusahalah jangan menyerah, ikhtiar yang sabar dan tawakkal, jangan sampai merasa lelah dan putus asa, karena Pertolongan Allah selalu bersama Orang-orang yang Sabar, insyaallah, terimakasih.
By: Achmad Choiri Rojaki
Narogong, rawalumbu, bekasi.
087775834056


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *