Pagi yang cerah dengan suasana sejuk diiringi kicauan burung menggambarkan desaku yang cukup jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Hal ini membuatku tambah semangat untuk beraktivitas. Hari ini aku ditemani sahabatku akan berangkat ke Universitas Pendidikan Ganesha untuk mengikuti Pemilihan Remaja Berbudipekerti XIII Tingkat Nasional. Kami menggunakan kereta dengan rute Jakarta-Surabaya, dilanjut dengan Surabaya-Banyuwangi, setelah itu menyebrang dengan kapal Ferry dari Ketapang ke Gilimanuk, dan dari Gilimanuk kami naik bus untuk ke Singaraja. Di Bali, kami dititipkan kepada saudara guru kami.
Sebelum ke stasiun Pasar Senen, kami menginap dulu di rumah kenalanku yang ada di Depok. Esoknya, kami harus sudah ada di statiun pada pukul 10.00 WIB. Kami berangkat dari Depok sekitar pukul 06.00 WIB. Kami menggunakan KRL Jabodetabek. Di sana rasa cemas mulai melanda. Kereta arah Jatinegara cukup lama. Karena kami pemula, kami masih kurang paham bagaimana rute untuk sampai di stasiun Pasar Senen dari stasiun Depok Baru. Akhirnya kami bertanya, ternyata bisa naik arah Manggarai lalu naik ojek supaya cepat. Waktu sudah menunjukkan jam 9 kurang. Kecemasan kami bertambah. Kami sampai di Manggarai kurang lebih pukul 09.30 WIB. Kami segera mencari ojek menuju Pasar Senen, kami sempat menawar karena tarif ojek cukup mahal. Akhirnya kami berangkat. “Ya Allah, semoga tidak telat. Mas lebih cepat ya mas” ucapku dengan nada gelisah.
Dalam perjalanan, ternyata hari ini bertepatan dengan hari Santri, yakni 22 Oktober. Sehingga kondisi jalan raya pun cukup padat. Kami menemui kemacetan di beberapa titik. Hal tersebut membuat kami semakin khawatir. Akhirnya kami sampai di stasiun Pasar Senen pukul 09.50 WIB. Hanya ada waktu sepuluh menit untuk masuk stasiun dan menukar struk online menjadi struk cetak. Di sana kami bingung, di mana loket penukaran. Karena ini perjalanan kami yang pertama kali. Ketika loket ditemukan, aku langsung berlari dan sahabatku menunggu di luar pagar loket. “Pak, kereta arah Surabaya sudah berangkat?” tanyaku. “Itu sudah siap, mana strukmu?” tanya petugas. Aku menjawab “Masih di handphone pak.” “Ayo cepat cetak di sebelah sana, cepat! Kereta sudah mau berangkat” ucap petugas dengan nada keras. Aku sangat tertekan.
Aku langsung berlari menghampiri sabahatku dan teriak, “Adeeeen, Adennnn, sini den.” Aden adalah sahabatku. Suaraku tidak terdengar Aden, karena saking banyaknya orang di stasiun. “Pak, minta bantuannya pak. Tolong panggilkan sahabatku di sana, itu dia yang bawa koper. Tolong pak.” pintaku ke pengemudi taksi. “Gak tahu saya mas.” ujarnya. Di sana aku merasa sakit, gak ada yang membantuku. Aku teriak lagi sekencang-kencangnya, “Adeeeeeeeennnnnnn” dengan nada hampir menangis. Akhirnya Aden mendengar dan langsung bergegas menaiki pagar, menerobos masuk, dan aku bantu mengangkat koper. Ketika sudah masuk, apa yang terjadi? Kereta sudah berangkat. Kami terkulai lemas, raut wajah petugas yang galak menambah kekecewaan kami. Kami dikeluarkan dari loket. Kami cukup malu karena dilihat banyak orang. Tidak terasa air mata pun turun. Kami langsung mencari masjid untuk menenangkan diri. “Ya Allah, bagaimana nasib kami?” ucapku dalam hati.
Di masjid kami berpikir, meminta pertolongan Allah, saling menguatkan, dan mencari informasi bagaimana kami bisa berangkat hari ini ke Bali, karena kegiatan akan dimulai tanggal 25 Oktober. Kami percaya Allah selalu ada untuk hamba-Nya. Lalu kami ke pusat informasi stasiun, untuk menanyakan bagaimana kami bisa berangkat ke Bali hari ini. Alhamdulillaah, ternyata ada rute Jakarta-Yogyakarta dan Yogyakarta-Banyuwangi. Namun kereta tersebut berangkatnya malam hari pukul 21.00 WIB dan memiliki harga 2 kali lipat dari tiket yang sudah kami beli sebelumnya. Kami bingung, uang kami hanya sedikit lagi. Mungkin hanya bisa sampai rumah saudara guru kami. Lalu makan kami? Ongkos nanti pulang? “Ya Allah, berikanlah kami kemudahan. Berikanlah kami kekuatan. Ahmad bingung nanti ongkos pulang bagaimana? Sedangkan Ahmad janji mau membiayayi ongkos pulang Aden. Semoga di sana Ahmad bisa dapet rezeki. Aamiin ya Allah.” do’aku yang tak pernah lelah ku panjatkan.
Malam pun tiba, saatnya kereta berangkat. Untuk sampai ke Banyuwangi, kami harus menempuh waktu kurang lebih 30 jam. Dalam perjalanan, kami tidak pernah lupa sholat dan terus memohon pertolongan Allah agar perjalanan kami dilancarkan. Kami sampai di Banyuwangi sekitar pukul 22.00 WIB tanggal 23 Oktober. Perut kami lapar, kami hanya punya uang beberapa ratus ribu lagi. Kami mencari makanan yang murah untuk mengisi perut. Setelah makan, kami bingung mau tidur di mana. Akhirnya kami mencari masjid sekitaran Pelabuhan Ketapang, Alhamdulillaah ada masjid yang menyediakan tempat tidur bagi pengunjung. Allaahu Akbar! Akhirnya kami bisa tidur, meskipun hanya beralaskan karpet dan ditemani banyak nyamuk.
Keesokan harinya, kami langsung menuju ke Pelabuhan. Kami membeli tiket, Alhamdulillah murah, hanya Rp6.000,-/orang. Kami pun menyebrangi laut. Sungguh, ini pengalaman pertama kami bisa naik kapal. Kami sangat bersyukur sekali. Setelah kurang lebih 30 menit, kami sampai di Pelabuhan Gilimanuk. “Masya Allah, ternyata pulau Bali itu seperti ini.” ucapku dalam hati melihat keadaan sekitar Gilimanuk. Kami langsung menuju terminal untuk mencari bus. Di tengah perjalanan, kami sempat terkejut ada orang berkulit hitam dan memiliki rambut gondrong, mengajak kami dengan nada memaksa bahkan mau merebut koper kami, untuk menuju bus di terminal. Kami cukup takut dan sempat berdalih ingin berfoto-foto dulu. Setelah kami selidiki, ternyata memang orang tersebut adalah supir bus yang akan ke Singaraja. Kami harus menunggu hingga 3 jam untuk bus bisa berangkat, karena penumpangnya sangat jarang sekali. Setelah menunggu, akhirnya bus berangkat. Sekitar 2 jam waktu yang harus kami tempuh untuk sampai di Singaraja. Karena mengantuk, kami sempat ketiduran. Akhirnya, Alhamdulillah kami pun sampai di rumah saudara guru kami. Kami disambut dengan baik oleh mereka. Kami bersyukur akhirnya bisa sampai di sini setelah sekian banyak cobaan yang kami hadapi selama di perjalanan. Di sini kami beristirahat satu hari sebelum mengikuti kegiatan.
Tanggal 25 pun datang, saatnya aku berangkat menuju Undiksha untuk mengikuti kegiatan. Aku bertemu dengan 19 orang hebat yang menjadi finalis PRB XIII. 17 orang dari kami beragama Hindu, 1 kristiani, dan 2 orang beragama Islam. Hari pertama kami mengkuti tes kepribadian. Setelah selesai, kami langsung menuju asrama. Sepanjang perjalanan aku banyak melihat pura dan dupa. Setelah sampai, kami langsung dibagi kamar. Di asrama ini, aku upayakan untuk bersikap toleran sesuai dengan apa yang diajarkan agama Islam. Kami akan tinggal di asrama selama 2 hari.
Karantina hari pertama kami mengunjungi posko pengungsian gunung agung. Di sana kami membantu pengungsi untuk menyediakan konsumsi, membereskan pakaian layak pakai, dan menghibur anak-anak di sana. Di sini aku sangat bersyukur, bisa langsung terjun dan merasakan bagaimana berinteraksi dengan orang yang berbeda kepercayaan. Hari ini kami mengunjungi 2 posko pengungsian. Selanjutnya pada hari kedua, kami melaksanakan tes bakat dan minat serta persiapan untuk malam grand final tanggal 28 Oktober. Selama karantina, aku melakukan yang terbaik dan selalu berdo’a agar Allah memudahkan langkahku. Aku percaya, bahwa Allah selalu ada bersamaku dan siap membantuku. Meskipun tidak ada masjid, Alhamdulillaah aku tetap bisa sholat berjama’ah di gedung karantina, karena ada beberapa panitia yang beragama Islam.
Malam grand final pun datang, aku memohon pertolongan Allah agar aku dapat menjawab semua soal yang diajukan dengan baik. Mulai dari 20 besar, kami maju ke depan dan ditanya satu per satu. Alhamdulillaah aku merasakan Allah hadir membantuku. Akhirnya aku lolos ke 10 besar. Di 10 besar kami diberikan masing-masing 2 pertanyaan, lagi-lagi aku merasa percaya diri dan Allah hadir bersamaku. Ketika pengumuman 3 besar, aku sangat berharap bisa masuk. Supaya aku dan sahabatku bisa memiliki ongkos pulang. Alhamdulillaah, Allaahu Akbar, aku masuk 3 besar. Di babak 3 besar, kami diberikan masing-masing 3 pertanyaan. Alhamadulillaah aku bisa menjawab dengan baik dan setelah diakumulasikan, aku menempati juara kedua. Saat itu juga aku langsung sujud syukur, bersyukur kepada Allah SWT. akhirnya aku bisa mendapat rezeki untuk ongkos pulang. Air mata pun tidak terasa menetes.
Alhamdulillaah, aku mendapat rezeki dan bisa membeli oleh-oleh untuk orang di rumah. Selain itu, kami juga bisa naik pesawat dari Bandara I Gusti Ngurahrai menuju Bandara Soekarno Hatta tanpa harus tertinggal seperti naik kereta. Alhamdullaah aku pun bisa membeli handphone baru karena 1 bulan yang lalu, handphone ku hilang jatuh di perjalanan. Sebelum pulang, kami menjelajah bumi Allah dulu di Bali. Kami berkunjung ke Danau Buyan dan Danau Temblingan. Mahakarya luar biasa yang diciptakan Allah SWT. Sungguh, aku sangat merasakan kehadiran dan pertolongan Allah di sini. Allaahu Akbar!
Hari untuk kembali ke Sukabumi pun tiba, kami menuju Bandara I Gusti Ngurahrai. Perjalanan kami tempuh selama 2 jam untuk sampai di Jakarta. Setelah sampai, kami langsung memesan grab menuju stasiun Jakarta Kota. Di perjalanan, baterai handphone ku lemah. Aku ikut nge-cas di mobil grab. Setelah sampai di stasiun, kami langsung turun tanpa ingat handphone ku masih ter cas di mobil. Kami belum sadar. Kami langsung memesan tiket KRL menuju Bogor. Waktu menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB. Di tengah perjalanan menuju Bogor, aku baru ingat. “Astagfirullaah, den, handphone Ahmad di mana ya? Astagfirullaah ketinggalan di mobil.” sesalku dengan nada pasrah. “Ya Allah, padahal itu handphone yang baru ku beli. Hari ini sudah hilang lagi. Bantu aku ya Allah, berikan petunjuk-Mu.” do’aku dalam hati. Aden pun hanya bisa menenangkanku. Kami putuskan untuk turun di Bogor dan mencari tempat penyimpanan barang. Setelah sampai di Bogor, Alhamdulillaah kantor PLN membolehkan kami menitipkan barang di pos, dan kami kembali menuju Jakarta untuk mencari handphone ku yang tertinggal. Alhamdulillah, masih ada kereta terakhir menuju Jakarta Kota.
Di perjlananan, aku terus menelpon nomor hp ku dengan menggunakan handphone milik Aden. Aku gak tahu gimana jadinya, kalau aku berangkat sendiri. Alhamdulillaah Aden sahabatku Allah kirimkan untuk membantuku. Nomorku aktif, tapi tidak di angkat. Aku sangat cemas. Setelah sampai di stasiun Jakarta Kota, handphone ku tak kunjung diangkat. Kami berjalan mencari masjid untuk istirahat. Ketika berjalan, aku coba sekali lagi untuk menelepon, dan Alhamdulillaah handphone ku diangkat. Alhamdulillaah, supir grab tersebut jujur dan aku janjian untuk bertemu esok hari. Di sana, hati kami sangat lega dan segera mencari masjid untuk istirahat. Allaahu Akbar!
Suasana heningnya Jakarta di jam 12 malam, membuat kami sedikit takut. Untuk bertanya pun kami ragu, karena penampilan orang-orang di Jakarta sangat jauh beda dengan penampilan orang-orang di desa. Akhirnya, kami menemukan masjid. Alhamdulillah ada satpam yang membantu kami, dan melihat identitas kami. Masjid yang kami temui ternyata di kunci, kami tidak bisa tidur di dalam. Ketika kami merebahkan tubuh di luar masjid, ada sesosok laki-laki dengan perawakan besar dan rambut gondrong sedang tidur di lantai sebelah kiri masjid. Kami sangat terkejut. Kami sempat su’udzan pada orang tersebut. Namun, Alhamdulillaah orang tersebut menawarkan obat anti nyamuk karena memang di masjid ini banyak sekali nyamuk. Kami pun tidur sambil berhati-hati.
Suara adzan Shubuh membangunkan kami, kami langsung bergegas menyucikan diri untuk melaksanakan sholat shubuh berjama’ah. Usai sholat aku berdo’a, agar handphone ku dapat kembali. Kemudian kami rebahan di dalam masjid, hingga beberapa menit tertidur. Kami disuruh keluar karena masjid akan dikunci lagi. “Ya Allah, ternyata masjid di kota itu selalu di kunci. Gak kayak masjid ku di desa.” ucapku dalam hati. Setelah itu, kami langsung mencari sarapan dengan uang yang masih tersisa.
Setelah sarapan, kami kembali ke stasiun untuk bertemu dengan supir grab. Kami telepon berkali-kali, handphone ku gak diangkat. Janji pukul 09.00 WIB tapi sampai saat ini belum datang. Hatiku terasa cemas kembali. Akhirnya aku datangi kantor grab dan kita ketemuan di sana. Aku menunggu sekitar 2 jam dan Alhamdulillaah akhirnya handphone ku bisa kembali. Aku kembali menuju Aden di stasiun dengan rasa gembira dan bersyukur. Akhirnya kami kembali ke Bogor untuk mengambil barang-barang kami. Setelah itu menuju terminal Baranangsiang untuk menuju ke Palabuhanratu, dan kembali ke rumah kami di Cikakak. Alhamdulillaah, sekitar pukul 23.00 WIB. kami sudah sampai di rumah masing-masing dengan selamat. Allaahu Akbar!