Bulan Yang Penuh Hikmah

Cuaca hari ini memang panas. Ya, bisa dikatakan bulan April ini musim panas di Indonesia. Bagaimana tidak, orang-orang enggan keluar rumah dengan cuaca seperti ini. Namun tidak dengan Vivi, ia siang ini harus berangkat untuk memulai kehidupan baru di Pondok Pesantren. Orang tuanya yang harus merelakan Vivi untuk mencari ilmu, terasa sangat sedih namun juga senang. Maklum saja ia anak tunggal, yang mendapat kasih sayang lebih dari orang tuanya. Melepas kepergian Vivi untuk mencari ilmu, orang tuanya merasa kesepian. Yang biasanya ada Vivi di rumah pasti ramai bisa bercanda dengannya. Tapi orang tua Vivi harus rela karena itu semua demi masa depan Vivi.
“Vi, jaga dirimu baik-baik di sana ya, belajar yang rajin,” ucap ayah kepada Vivi.
“Siap, ayah, Vivi pasti akan belajar yang rajin dan tidak akan mengecewakan ayah dan ibu,” kata Vivi dengan senyum.
“Ibu dan ayah pasti akan merindukan kamu, Vi,” sahut ibu sambil meneteskan air mata.
“Ibu jangan sedih, ya, Vivi pamit dulu, Assalamualaikum,” ucap Vivi.
“Wa’alaikum salam,” jawab ayah dan ibu.
Dengan membawa barang-barang banyak sekali, untung saja bus kota cepat datang. Vivi bergegas menaikkan barang-barangnya dan masuk ke bus tersebut. Perjalanan dari rumah ke Pondok Pesantren sekitar satu jam. Setelah sampai di sana Vivi tidak mengenali siapa pun, bahkan ia se kamar sama siapa saja tidak tahu. Ia langsung menuju ke kamar Pondok, di sana ada empat orang yang akan se kamar dengan Vivi. Ia sangat senang sekali punya teman baru dan bisa berkenalan dengan mereka, teman-temannya pun berasal dari berbagai kota, tapi mereka berteman dengan baik dan tidak membeda-bedakan satu sama lain.
Tak terasa bulan ramadhan telah tiba di bulan Mei, bulan yang dinantikan Vivi, ia sangat senang sekali, namun bulan ramadhan kali ini tanpa ayah dan ibunya. Biasanya Vivi dan ibunya selalu menyiapkan hidangan buka puasa dan sahur dan membantu ayahnya berjualan gorengan di depan rumah. Bulan puasa memang banyak sekali orang-orang membeli gorengan, hingga gorengan ayahnya laris manis. Vivi merindukan itu semua, ia sering melamun, rasanya ia ingin pulang, di Pondok banyak sekali kegiatan sampai-sampai ia susah sekali untuk berkomunikasi dengan orang tuanya, apalagi di Pondoknya tidak membolehkan bermain handphone, hanya boleh waktu malam setelah kegiatan. Tapi Vivi tidak akan bisa menghubungi orang tuanya karena waktu tersebut waktu orang tuanya istirahat dan tidur. Kadang-kadang Vivi mencuri waktu untuk bisa berkomunikasi dengan orang tuanya. Betapa senang ia bisa berkomunikasi walaupun hanya sebentar bisa melepas rindu dengan orang tuanya.
***
Di hari minggu, Pondok Pesantren mengadakan acara lomba pidato. Setiap kamar Pondok harus mewakili satu peserta untuk mengikuti lomba tersebut. Teman-teman se kamar dengan Vivi tidak ada yang ingin ikut lomba, mereka semua malu dan takut tidak bisa menampilkan yang terbaik. Mereka semua menunjuk Vivi agar ia yang mewakili lomba pidato tersebut. Tanpa ragu-ragu Vivi pun menganggukkan kepala tanda ia mau ikut lomba pidato. Vivi sudah terbiasa mengikuti lomba pidato sewaktu masih SMA, tak akan ragu jika ia akan mengikuti lomba pidato di Pondok Pesantren. Teman-teman se kamarnya pun senang sekali dan mendukung Vivi dengan semangat.
“Vi, sebelum kamu tampil lomba pidato jangan lupa berdoa dulu, ya… agar Allah memberikan kelancaran,” ujar Rina teman se kamar Vivi.
“Pasti, Ri, terimakasih dukungan dan doanya, ya,” ucap Vivi.
Lomba pidato bulan ramadhan di Pondok Pesantren sangat meriah, peserta lomba hampir 50 santri. Dengan 5 juri yang sangat baik hati. Vivi tampil di urutan ke-20. Teman-temannya antusias mendukungnya. Kini giliran Vivi menampilkan pidatonya yang berjudul Berbakti Kepada Orang Tua. Tiba-tiba di tengah perjalanan menyampaikan pidatonya, Vivi terdiam, entah seperti memikirkan sesuatu. Teman-temannya pun khawatir dengannya, tapi Alhamdulillah pidato Vivi kembali lancar lagi hingga membuat juri meneteskan air mata haru penyampaian dan isi dari pidato Vivi. Ia sangat lega telah menampilkan pidato tersebut, dan ia pasrah hasil akhirnya, yang terpenting baginya sudah menampilkan yang terbaik untuk mewakili teman se kamarnya. Dari peserta nomor urut ke-21 yang bernama Mia juga tak kalah bagusnya, hingga membuat juri terharu dan bertepuk tangan dengan penyampaian pidato Mia yang merupakan peserta dari kamar sebelah Vivi. Teman-teman Vivi yang sedari tadi khawatir apa yang terjadi dengannya tadi yang tiba-tiba terdiam saat pidato berlangsung, mereka menanyakan hal tersebut pada Vivi, dan Vivi menceritakan bahwa ia tadi agak lupa dengan apa yang akan disampaikan waktu pidato. Sedangkan Mia dan teman-teman se kamarnya mendengar pembicaraan Vivi, mereka antusias jika Mia akan menjadi juara 1 dan Vivi tidak akan menjadi juaranya karena tadi ia lupa dengan pidatonya.
Kini giliran pengumuman pemenang juara 1, 2 dan 3 lomba pidato pada bulan ramadhan di Pondok Pesantren. Teman-teman se kamar Vivi yakin pasti ia yang akan mendapat juara 1 lomba tersebut. Dengan perasaan deg-degan, juri memanggil dari juara 3. Nama Vivi tidak disebutkan, begitupun juara 2 yang di menangkan oleh Mia. Vivi pun sudah putus asa, ia berfikir tidak akan menjadi juara, entah juara 1, 2 atau 3. Tapi dengan kagetnya, nama Vivi justru dipanggil oleh juri bahwa ia menjadi pemenang juara 1 lomba pidato pada bulan ramadhan. Betapa senangnya Vivi dan teman-temannya, mereka tidak menyangka akan memenangkan lomba pidato tersebut.
“Bu, ini tidak adil, kenapa Vivi yang menjadi juara 1, dia tadi kan di tengah perjalanan menyampaikan pidatonya terdiam, itu dia lupa apa yang disampaikan, jadi tidak adil jika Vivi harus menjadi juara 1.” Tangan Mia memukul meja sambil marah kepada juri lomba pidato.
Ya, juri lomba tersebut kaget dengan perkataan Mia dan masih tidak percaya, salah satu juri menanyakan langsung hal tersebut kepada Vivi dan ia menjelaskan semuanya apa yang dikatakan Mia memang benar. Semua juri mempertimbangkan lagi dan memutuskan bahwa Vivi yang menjadi juara 2 dan Mia yang menjadi juara 1. Tapi Vivi tidak berkecil hati, toh ia juga menjadi juara walaupun juara 2.
Mia memang tidak menyukai Vivi, dia takut kalah saing dengannya karena Vivi santri yang paling pintar. Namun itu tidak menjadikan Vivi sombong, justru ia senang bisa mengajarkan teman-teman yang belum mengerti tentang pelajaran di Pondok.
“Vivi memang gampang dibodohi, akhirnya aku bisa mengalahkan Vivi dan aku yang menjadi juara 1 hahaha.” Pembicaraan Mia di kamar bersama teman-temannya, setiap hari tak henti-hentinya mereka membicarakan Vivi.
“Mia, kenapa sih kamu selalu membicarakan Vivi, kami semua mendengarnya.” Salah satu teman Vivi marah pada Mia.
“Ini mulut aku, suka-suka aku mau ngomong ini itu, kan yang aku omongin juga benar,” bentak Mia sambil matanya melotot.
“Kamu tahu kan kalau membicarakan orang itu tidak baik, itu sama dengan ghibah, sukanya bergosip mulu dan selalu berprasangka buruk. Allah Subhanahu wa taala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat 49:12). Apakah kamu tidak takut dengan ancaman Allah, Mia?
“Udah, jangan sok ceramah deh..” Mata Mia melotot.
“Sudah jangan debat terus, aku tidak apa-apa kok, mau juara 1 atau juara 2 itu sama saja bagiku,” kata Vivi dengan wajah tidak bersemangat namun tetap tersenyum.
Mendengar pembicaraan Mia dan teman-temannya yang setiap hari membicarakannya, menjadikan Vivi tidak betah di Pondok Pesantren, ia ingin pulang ke rumah dan bertemu dengan orang tua yang dirindukannya. Vivi menceritakan kepada orang tuanya melalui telephone tentang kejadian-kejadian yang dialaminya selama di Pondok. Orang tua Vivi justru memberikan semangat bahwa di sana ia mencari ilmu, jika ada yang membicarakannya jadikan semangat, jangan di masukkan dalam hati dan jangan mudah putus asa. Mendengar perkataan orang tuanya, Vivi langsung bersemangat dan tetap ingin mencari ilmu di pondok pesantren.
“Assalamualaikum.” Terdengar suara dari depan kamar Vivi.
“Wa’alaikum salam, ada apa, Mia? Kok tumben kamu ke kamarku?” tanya Vivi heran.
“Begini, Vi, selama ini aku selalu membicarakanmu, menjelek-jelekkan kamu, bikin kamu tidak betah di Pondok, aku tahu aku salah, aku tidak seharusnya begitu, aku sekarang sadar apa yang aku lakukan itu tidak baik, apa lagi di bulan ramadhan ini yang seharusnya banyak berbuat kebaikan. Maafkan aku, Vi, aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi, kamu mau maafin aku dan teman-temanku, kan?” pinta Mia dengan wajah memelas dan merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, Mia, aku sudah maafin kamu kok, aku juga tidak marah. Yang penting sekarang kita bisa berteman baik dan kamu tidak mengulangi kesalahan itu lagi,” ujar Vivi sambil tersenyum dan memeluk Mia.
Vivi sangat senang Mia sudah berubah menjadi lebih baik lagi, dan ia juga senang mempunyai teman-teman yang baik hati di Pondok Pesantren. Begitupun dengan orang tuanya yang sangat menyayanginya. Kini Vivi lebih semangat lagi untuk belajar dan mencari ilmu. Bulan ramadhan memang indah, banyak hikmah yang tak terduga yang dialami Vivi di Pondok Pesantren selama bulan ramadhan.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *