Dikala rasa mati, hidup terasa hambar walau harta berhamburan. Begitu pun denganku. Kebosanan terus melanda, hingga tak tau harus berbuat apalagi selain menghabiskan waktu dengan menghibur diri. Hiburan yang paling sering didapat tidak jauh dari genggaman. Handphone merupakan alat yang telah menyediakan apa saja termasuk game di dalamnya yang membuat ketagihan tak mau berhenti.
Hingga tersadar bahwa apa yang kulakukan selama ini tak memberi manfaat, maka aku mengalihkan pada media sosial yang berisi kajian-kajian singkat penuh makna.
Pernah suatu kali aku mendengar salah seorang Ustadz menjelaskan sebuah Hadits Hasan tentang malaikat maut yang mendatangi manusia dan melihat wajahnya 70 kali dalam sehari. Jika 70 kali dalam sehari dibagi dengan 24 jam, maka hasil hitungan yang didapat adalah lebih kurang 29 menit.
Bayangkan saja setiap 29 menit Malaikat Maut datang melihat wajah kita dan siap-siap menunggu perintah untuk mencabut nyawa kita. Bahkan Malaikat Maut merasa heran dengan tingkah laku manusia yang masih sering tertawa terbahak-bahak dalam kemaksiatan. Dia berkata, “Sungguh Heran saya melihat orang ini, saya tinggal menunggu Kapan perintah Allah untuk mencabut nyawanya, dia masih bisa melakukan kemaksiatan. Satu hari 70 kali di Tatap wajahnya ini sudah saatnya belum dicabut ruhnya.
Belum lagi banyaknya video-video yang memperlihatkan orang-orang yang tadinya sehat beraktivitas, tiba-tiba tergeletak kaku tak berdaya saat tengah menjalani aktivitasnya. Kematian memang tak mengenal tempat dan situasi. Kematian juga bisa saja datang pada bayi, anak-anak bahkan remaja, tak harus tua menunggu putihnya rambut.
Terkadang hal ini jualah yang selalu menyadarkan saya untuk berpikir dua kali melakukan kegiatan sia-sia, karena bisa jadi kematian tiba-tiba menghampiri.
Bukankah ajal datang tergantung kebiasaan yang dilakukan?
Entahlah, yang jelas saya tidak mau lagi asyik-asyiknya mengejar dunia malah bisa jadi meninggalkan dunia. wallahualam
Teringat kembali ucapan Ustad Adi Hidayat dan Ustad Muhammad Nuzul Dzikri bahwa kita semua sebagai makhluk pendosa, dan kita sedang berlomba menuju kematian. Berlomba dengan maut, dengan kematian, dan tidak tahu kapan waktu kita untuk berpulang. Maka mohonlah selalu kepada Allah untuk menjaga kita dalam ketaqwaan terbaik dan mempertahankan keimanan saat kita kembali kepada Allah. Mari buka lembaran baru kehidupan kita, karena tidak ada manusia yang sempurna, dan kita bukan malaikat. Jika kemarin kita salah, siang tadi kita salah, tapi kita bisa berubah. Kalau Anda bisa memilih yang baik kenapa harus mempertahankan yang buruk? Oleh karena itu, jika anda tidak mampu berlomba dengan orang sholeh dalam hal meningkatkan ketakwaan, maka berlombalah dengan Para Pendosa untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.