Mencari Kebahagiaan dalam Oase Iman

Iman adalah faktor utama dari datangnya kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Kita bisa menggapai kebahagiaan ketika kita memiliki ketakwaan dengan mengutamakan keridhoan Allah subhanahu wata’ala dibanding yang lainnya. Betapa banyak orang yang tersesat di lembah hitam kehidupan, kemudian dia kembali kepada Allah subhanahu wata’ala dan menemukan ketenangan dan makna hidup yang sesungguhnya. seringkali kita menemukan mereka menangis haru atas apa yang telah mereka temukan dalam kehidupan mereka. Mereka menemukan hidayah dan taufik yang mereka anggap sebagai anugerah tak terkira dan tak ternilai dalam kehidupannya. Mereka tak akan pernah sudi kembali lagi kepada kekafiran, dan hinanya kemaksiatan kecuali orang-orang yang berpura-pura kembali. Semakin keras ujian maka semakin kuat mereka memegang keimanan mereka laksana mempertahankan emas dan mutiara bagi para pecinta kehidupan dunia. Mereka tidak ingin dan tidak akan pernah menukar keimanannya dengan kehidupan dunia karena mereka yakin bahwa kesenangan dunia adalah sementara sementara kehidupan akhirat kekal abadi tiada ujung. Sungguh bodoh mereka yang menukar kenikmatan yang abadi dengan kenikmatan sementara. Sungguh naif jika orang berharap kenikmatan sementara dan masa bodoh dengan kesengsaraan abadi kelak.

Bagaimana keimanan bisa menjadi faktor utama kebahagiaan dalam diri seorang muslim.
Kita dapat menemukan kebahagiaan dalam beribadah karena keikhlasan yang ada di hati kita
Allah Subhanahu wata’ala berjanji bahwa Dia akan menjamin kehidupan orang-orang yang beriman dan tidak akan pernah menelantarkannya.

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Quran surat an-Nahl ayat 97)
Kita bisa menemukan kebahagiaan ketika mengingat Allah subhanahu wata’ala
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (13: 28)

Ibnu Qayim berkata,
Saya mendekati Ibnu Taimiyah setelah salat Subuh. Dia larut dalam dzikir sampai matahari naik setinggi kepala. Kemudian dia berbalik ke arah saya dan berkata, “Dzikir ini adalah rezeki pagi bagi saya. Jika saya gagal mengambilnya, maka kekuatan saya tidak akan bisa menopang saya.”
Semakna dengan apa yang dialami Ibnu Taimiyah, ustadz saya di pondok pesantren pernah menuturkan kepada kami santrinya untuk selalu merutinkan dzikir, terutama dzikir pagi dan petang. Beliau pernah berkata, “Ketika kamu terbiasa dzikir, maka kamu akan merasa beda dan nggak enak hati ketika kamu melewatkannya. Serasa ada yang kurang. Persis seperti kita melewatkan sarapan sebelum masuk ke kelas. Hari-hari tanpa diawali dengan dzikir akan terasa hampa dan tanpa makna. Oleh karena itu, jangan lupakan dzikir sebelum memulai aktifitas dan setelah memungkas aktifitas.”
Kita akan menemukan kebahagiaan ketika berinteraksi dengan al-Quran

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (17: 82)
Al-quran adalah penyembuh bagi kesengsaraan jiwa dan kesusahan hati yang dirasakan manusia. Bahkan al-Quran tidak hanya ssebagai obat penawar penyakit psikis dan mental, tapi juga penyembuh bagi fisik yang sakit. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk malas membaca, mempelajari dan mentadaburi al-quran
Kita akan menemukan kebahagiaan ketika melakukan semua amal kebaikan

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan,dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. (82: 13-14)

Para musafirin mengatakan bahwa kesenangan dan kebahagiaan akan diperoleh oleh orang-orang beriman di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, kesengsaraan yang dijanjikan akan dirasakan oleh orang kafir di dunia dan akhirat. Meski seorang beriman mendapatkan ketidaknyamanan di dunia karena ujian, pada dasarnya hatinya akan tetap merasakan kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman karena hatinya terpaut kepada Allah subhanahu wata’ala dalam mencinta. Dia menyerahkan urusan hidupnya kepada Allah subhanahu wata’ala sehingga dia tidak lagi khawatir dengan kehidupan di dunia. Seberat apa pun ujian itu datang, dia akan tetap berpegang teguh pada tali iman karena keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak akan pernah memberikan ujian melebihi kemampuan hamba-Nya.

Sebaliknya, siksa dan derita neraka juga akan menghampiri orang-orang kafir di dunia ini. Hati mereka terasa sempit dan tidak lagi menemukan kesenangan dan kebahagiaan di dalam hidupnya. Mereka tidak menemukan kebahagiaan itu dari kekayaan mereka, keluarga mereka, istirahat mereka, masa muda mereka dan kesehatan mereka.
Kita dapat menemukan kebahagiaan ketika mendirikan shalat

Suatu ketika Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan, kemudian beliau shallallahu Alaihi wassalam mengatakan,

“Ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat (Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad)
Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat. (Sunan an-Nasai dan Musnad Ahmad)

Kita akan menemukan kebahagiaan ketika berdoa

Tentunya kita sering merasakan kenyamanan ketika berbicara dengan orang yang kita cintai. Bahkan membicarakan hal-hal sepele pun atau hanya menanyakan kabar pun membuat kita bahagia karena kerinduan yang telah terbayar lewat interksi dengannya. Hal ini pun saya rasakan ketika mengobrol lewat telepon dengan kedua orang tua tercinta. Jarak yang memisahkan saya di perantauan dengan orang tua di kampung halaman menyebabkan saya sering menanggung rasa rindu kepada orang tua dan adik-adik tercinta. Tapi ketika saya bisa berbicara dengan mereka, kebahagiaan akan terbit di hati saya.

Pun ketika kita ‘berbicara’ dengan Allah subhanahu wata’ala. Maka kita akan merasakan hal yang sama. Kita ‘berbicara’ kepadanya lewat doa-doa yang kita panjatkan, lewat keluh kesah dan permintaan yang kita panjatkan, dan lewat pengaduan kepadanya. Pertanyaannya, sesering apa kita berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kita akan menemukan kebahagiaan ketika mengenal Allah subhanahu wata’ala

Ketika seseorang mengenal Rabb-nya maka dia akan merasakan kedamaian. Hatinya akan dipenuhi kepuasan dan kebahagiaan yang tiada ujung. Selama dia memegang imannya, maka kebahagiaan itu akan selalu menetap di dalam jiwanya. Dia akan merasa damai ketika melihat kuasa Allah subhanahu wata’ala di dalam hidupnya, sekitarnya dan alam semesta yang dia lihat. Dia akan melihat kebesaran Allah di setiap peristiwa yang dia lihat. Dia tidak melihat Allah subhanahu wata’ala tapi bisa melihat dan merasakan karya-Nya. Dia mengenal Allah subhanahu wata’ala lewat nama-nama-Nya yang indah.

Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu Alaihi wassalam memerintahkan kita untuk menerapkan konsep ihsan dalam beribadah.

“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Penerimaan Terhadap Takdir dan Kebersahajaan

Salman al-Audah di dalam artikelnya Finding Happiness yang diterbitkan aboutislam.net menyampaikan sebuah kisah tentang seorang CEO perusahaan besar di Amerika serikat yang berada di puncak kesuksesan. Dia memiliki kekayaan, kekuasaan, prestise dan posisi. Sayangnya dia tidak merasakan kebahagiaan. Dia berbaring di ranjangnya tapi tidak bisa menikmati tidur yang nyenyak. Hingga suatu hari dia mengenal seorang karyawan muslim yang berada pada posisi dan gaji yang rendah dibanding dirinya. Dia melihat si karwayan muslim itu bisa makan dengan tenang, tidur dengan nyenyak dan datang ke kantor dengan senyuman. Dia tidak pernah melihat karyawan tersebut berada dalam kondisi yang terlihat tertekan. Wajahnya selalu cerah dan dihiasi dengan senyuman yang sumringah.

Hingga pada suatu hari dia bertanya, “Bagaimana tipsnya supaya saya bisa bahagia seperti dirimu? Kau terlihat bahagia sepanjang waktu.”

Karyawan muslim itu menjawab, “Karena aku mengenal Tuhanku, dan mengenal tugasku sendiri. Aku percaya kepada-Nya sehingga aku memiliki kedamaian.”

Sang CEO kemudian bertanya, “Bisakah kamu menunjukan jalannya kepada saya?”

Akhirnya karyawan muslim itu membawanya ke islamic center dimana dia bisa belajar islam. Pada akhirnya sang CEO pun masuk islam. Bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah Subhanahu wata’ala dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Disaat itulah sang CEO menuturkan pengalaman hidup setelah dia memeluk islam. Dia bilang, “Saya baru merasakan kebahagiaan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.”

Masih di artikel yang sama, Salman al-Audah menutukan pengalaman seorang penulis barat yang berbaur dengan masyarakat muslim arab badui di Timur tengah. Orang tersebut mengadopsi pakaian, cara makan dan pakaian mereka. Bahkan membeli sekawanan domba untuk digembalakan. Dia benar-benar ingin merasakan kehidupan total sebagai seorang Arab badui yang sesungguhnya. di sinilah dia menemukan makna hidup dan kesederhanaan. Dia bahkan belajar bagaimana orang arab badui itu mampu mengalahkan kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran dalam kehidupan mereka. Dari sana dia juga belajar arti tentang berbagi dan peduli terhadap sesama.

Dia melihat bahwa orang-orang muslim percaya kepada ketetapan Allah subhanahu wata’ala dan sabar ketika menghadapi segala musibah yang mereka hadapi. mereka menjalani kehidupan mereka dengan rasa aman.
Hingga pada suatu hari badai pasir yang hebat melanda perkampungan mereka dan membunuh banyak domba milik mereka. Beberapa domba terkubur hidup-hidup di pasir. Ketika badai mereda, orang ini merasa tertekan. Namun orang-orang Arab badui itu justru terlihat tenang dan seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Mereka kembali berteriak dan tertawa satu sama lain dan menyanyikan lagu-lagu tradisional mereka. Mereka berbaik sangka kepada Allah subhanahu wata’ala sembari berkata, “Alhamdulillah, 40% domba kami selamat.”

Kemudian orang badui itu berkata kepada lelaki tersebut, “Kemarahan dan kekhawatiran tidak akan menghasilkan apa-apa. Ini adalah sesuatu yang ditulis oleh Allah subhanahu wata’ala. Ditetapkan dan ditentukan oleh-Nya.”
Kemudian orang ini membandingkan kehidupan muslim arab badui dengan orang-orang Amerika dan Eropa. Beatapa kekhawatiran, depresi, ketakutan dan kecemasan menjadi hantu yang membayangi hari-hari mereka. Mereka mengalami tekanan mental dan keterasingan jiwa yang hampa dari makna.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *