ISLAMIC SOCIOPRENEUR: ASPIRASI MAHASISWI UNTUK PROFESI YANG MENGINSPIRASI

Adanya perkembangan bisnis dan berbagai bentuknya harus disikapi dengan bijak, terus melakukan inovasi, mengasah kreativitas, dan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Oleh sebab itu, hadirnya sudut pandang spiritualistik dalam praktik bisnis akan memberikan memberikan jalan petunjuk bahwa bisnis yang dilakukan semata-mata tidak saja mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi harus dipandang sebagai proses ibadah dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya dalam menghadirkan sikap spiritualitas dalam praktik bisnis dan ekonomi dalam ajaran Islam dikenal dengan upaya terciptanya falah. Istilah falah berasal dari kata afalaha-yuflihu yang mengandung arti kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Maksud dari kemuliaan dalam konteks ini adalah kemuliaan multidimensi dengan menjalankan aktvitas ekonomi tidak mengorientasikan diri pada pencapaian materi belaka, melainkan juga pencapaian akan kemaslahatan yang bersifat sosial atau biasa disebut dengan istilah al-maslahah al-mursalah. Secara terminology, salah satu‘ulama Ushul Fiqh, At-Thufy, Definisi maslahah menurut ‘Urf (pemahaman secara umum) adalah sebab yang membawa kebaikan, seperti bisnis yang dapat membawa orang memperoleh keuntungan. Sedang menurut pandangan hukum Islam adalah sebab yang dapat mengantarkan kepada tercapainya tujuan hukum Islam, baik dalam bentuk ibadah maupun mu’amalah. Intinya ialah sesuatu yang menurut pertimbangan akal atau adat kebiasaan dapat mendatangkan kebaikan, manfa’at maupun faedah yang nyata bagi kehidupan manusia serta selaras dengan tujuan hukum yang ditetapkan oleh Syari’.
Melalui pernyataan diatas, aktivitas bisnis dan sosial seorang muslim menjadi benang merah untuk terjadinya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Maka, secara praksis dalam praktik bisnis islami, beberapa kalangan mendorong adanya konsep dan praktik Socioprenenur. Keberadaan sociopreneur ini semacam menjadi evolusi dari praktik entrepreneur yang memungkinkan para pebisnis mampu menghadirkan praktik produksi, distribusi, konsumsi, etika bisnis yang mengedepankan nilai moral dan sosial sesuai dengan ajaran Islam, sehingga praktik bisnis yang dijalankan tidak hanya berorientasi pada pencapaian profit, melainkan mendorong produktifitas dan kualitas yang berfokus pada kemaslahatan sosial.
Secara umum, Sociopreneur adalah usaha atau bisnis yang tidak hanya mengambil keuntungan semata, ada unsur sosial di dalamnya. Usaha yang tidak bertujuan untuk memperkaya diri sendiri ini serta berkontribusi dalam kesejahteraan banyak orang. (Wikipedia Indonesia, 2018). Dari definisi tersebut kita sadari bersama bahwa di dunia yang penuh kompetisi ini masih terdapat suatu profesi yang begitu mulia, menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud keberhasilan usaha. Pada dasarnya, semua pekerjan mulia selama dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan ditujukan untuk menuai kemaslahatan bersama. Namun, poros kemaslahatan tersebut terkadang masih terbelenggu oleh prinsip profit oriented sehingga esensi kemaslahatan yang ditujukan sejak awal menjadi terbengkalai lantaran niat maupun ijtihad buruk segelintir pihak.
Sebagian mahasiswa menjadikan jabatan yang tinggi serta kekuasaan posisi di suatu perusahaan ternama sebagai tujuan dirinya untuk bersekolah tinggi padahal intelektualitas yang diperoleh pasca kelulusan sesungguhnya justru menjadi tombak bagi dirinya untuk terjun langsung mengatasi permasalahan sosial.Hal tersebut dapat dilakukan mahasiswa tidak harus dengan menunggu dirinya untuk sukses dalam aspek finansial. Melainkan dapat dilakukannya sejak dirinya masih berada dibangku perkuliahan.
Langkah kongkret untuk menjadi seorang mahasiswa ber-sociopreneur dapat dilakukan dengan bergabung atau membentuk suatu komunitas yang didalamnya memiliki visi dan misi yang sama, yakni mengedepankan sosial dan ekonomi masyarakat atau economic and social walfare, dimana komunitas tersebut melakukan jual beli makanan khas daerah perguruan tinggi setempat lalu keuntungannya dialokasikan untuk insentif pendidikan desa/daerah setempat berupa pemberian buku dan seragam sekolah bagi anak-anak yang berada dibawah garis kemiskinan. Komunitas tersebut juga dapat menggandeng kepala desa setempat dalam hal kerjasama produksi dan distribusi produk karena pada dasarnya kepala desa memiliki Asosiasi Kepala Desa (AKDES) yang apabila kerjasama tersebut terjalin dengan baik persentase keuntungan yang didapat oleh komunitas tersebut akan meningkat yang berujung pada terciptanya tujuan sedari awal, yakni economic and social walfare. Tak kalah penting, pembinaan serta pemberdayaaan juga menjadi point utama ketika berbicara mengenai sociopreneur. sebab hal tersebut akan lebih terasa manfaatnya ketika masyarakat berekonomi kurang dapat disetarakan dalam memperoleh hak dalam berkerja dan berkarya dengan optimal.
Pada zaman internet of things saat ini, publikasi produk juga perlu diperhatikan oleh komunitas mahasiswa ber-sociopreneur. Sebab, tak jarang kita temui proses aktivitas bisnis yang terus berkembang tidak lagi mempertemukan para pelaku bisnis yang dalam hal ini penjual dan pembeli dipertemukan atau harus bertemu dalam dalam satu tempat dan satu waktu sebagaimana terjadi pada aktivitas bisnis konvensional. Sebab, kini masyarakat dihadirkan dengan bentuk bisnis dan transaksi baru yakni transaksi bisnis online. Hadirnya, bisnis online ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan internet yang dalam konteks yang lebih luas perkembangan teknologi dan informasi. Pengguna internet Indonesia sudah mencapai 63 juta orang, dari para pengguna tersebut terdapat 95% menggunakan internet untuk kebutuhan media sosial, bahkan Indonesia menjadi peringkat ke-4 Facebook dengan 65 juta pengguna aktif, peringkat ke-5 Twitter dengan 19,5 juta pengguna aktif, Google+ dengan 3,4 juta pengguna, Linkedlin 1 juta pengguna, aplikasi Path 700.000, Line 10 juta pengguna dan sebagainya. (Kominfo.go.id, 2 Juli 2016). Pola bisnis online ini mampu menghubungkan para pelaku bisnis tidak saja para tingkat lokal melainkan secara global, sehingga akses terhadap produk dapat lebih cepat dan mudah dijangkau. Melalui hal tersebut, komunitas berbasis mahasiswa ini dapat menjadi pioneer bagi tumbuhkembangnya e-commerce oleh kalangan sociopreneur.
Kesimpulannya adalah mahasiswa merupakan ujung tombak pergerakan ekonomi dan sosial suatu Negara, kontribusinya mengalir deras sederas keberaniannya dalam berpikir kritis dan terjun langsung untuk menciptakan tangga-tangga kecil yang mengahantarkan tanah air menjadi lebih baik, melalui gagasan yang didukung dengan data serta fakta lapangan diharapkan mampu menjadikan mahasiswa berpikir luas terkait profesi yang ingin dicapai pasca kelulusan, karena pada hakikatnya dengan atau tanpa IPK mahasiswa harus mampu menjawab pertanyaan: Sudah seberapa besar kontribusimu untuk Negeri?


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *