Surga Untuk Ayah

Teriakan, bentakan dan cacian adalah hal biasa yang selalu dia dengarkan dan baginya ketiga hal itu sudah seperti alunan musik rock yang tengah digandrungi kawula muda saat ini. Jangan lupa juga tangisan ibu tirinya menjadi pelengkapnya dan teriakan itu berasal dari ayahnya. Dia tak lagi memperdulikan nasehat ataupun teguran dari sosok yang dulu ia hormati itu, bukan tanpa alasan jika Salma menjadi pembangkang saat ini. Karena sosok sang ayah adalah penyebab utama menurutnya.
Kejadian itu sudah terjadi sejak tiga tahun lamanya, dan kejadian itu masih membekas dalam hati dan fikiran Salma. Saat itu Salma masih menjadi anak yang manis dan sopan, karena kehidupanya yang bahagia akan keharmonisan dan limpahan kasih sayang dari kedua orang tua kandungnya. Tapi kondisi itu tiba-tiba berubah saat Salma menginjak usia 14 tahun. Ayah dan ibunya berubah, tak ada lagi kata-kata romantis yang terdengar dan terucap saat menikmati waktu bersantai dan tak ada lagi quality time yang mereka habiskan dengan liburan keluarga. Seiring berjalanya waktu sang ibu yang wajahnya di isi dengan raut bahagia berganti menjadi raut kesedihan.
Salma yang awalnya menutup mata dengan keadaan orang tuanya akhirnya jengah saat melihat kondisi ibunya, ayahnya yang dulu adalah sosok family man kini seolah tak menghiraukan kondisi anak dan istrinya. Ayah Salma jarang pulang, jika ia pulang yang ada hanya pertengkaran antara ia dan ibu Salma. Dan hal itu membuat kesehatan ibu Salma menurun dan memburuk, hipertensi yang memang ia miliki kambuh dan menyebabkan pembuluh darahnya pecah dan fatalnya ibu Salma dinyatakan meninggal.
Tak lama setelah itu ayah Salma menikahi seorang perempuan bernama Halimah yang diketahui Salma sebagai perusak hubungan keluarga bahagianya, termasuk hubungan ayah dan ibunya. Sejak saat itu Salma berubah menjadi anak pembangkang dan pembenci rumah. Ayah Salma sudah hampir menyerah dengan kelakuan Salma yang sungguh diluar batas, namun dukungan dari perempuan yang sudah menjadi pengganti istri dahulunya itu adalah sosok yang membuatnya bertahan dengan sikap Salma meski Salma sama sekali tidak menerima kehadiranya. Halimah sangat menyayangi Salma layaknya anak kandungnya sendiri. Salma mengingatkan Halimah dengan putrinya yang sudah lama meninggal.
“Aku sudah tidak sanggup lagi dengan kelakuan Salma,” ucap Jamal, ayah Salma sambil mengusap kasar wajahnya. “Mas adalah satu-satunya orang yang Salma miliki sekarang dan aku yakin di lubuk hatinya paling dalam nama mas tercetak abadi sebagai ayahnya, jangan menyerah,” ucap Halimah sambil memijit kedua bahu suaminya itu. “Kenapa kamu masih peduli denganya saat dia sama sekali tak menganggapmu ada?” Lagi-lagi Jamal menanyakan hal yang sama, ia sangat tahu bagaimana kepedulian sang istri terhadap anak tunggalnya itu. “Mas tahu aku sangat menyayangi Salma, aku tak perlu dia menerima keberadaanku dan menyebutku Bunda. Yang terpenting dia bisa memaafkan mas dan menerima mas kembali,” jawab Halimah tulus dengan air mata yang berlinang dan Jamal langsung memeluknya. Salma yang kebetulan sedang lewat depan ruang kerja ayahnya itu sempat mendengar pembicaraan antara ayahnya dan Halimah sang ibu tirinya, ia berdiri tegang mendengar ucapan ibu tirinya.
Selama tiga tahun ini Salma sudah mencari tahu tentang Halimah, dan ia sudah tahu jika Halimah sebenarnya bukan orang ketiga dalam kehidupan ayah dan ibu kandungnya. Yang ia tahu Halimah menikah dengan ayahnya itu karena permintaan dari ibu kandung Salma sendiri yang sebenarnya adalah sahabat karib ibu kandung Salma. Salma pun tahu jika Halimah sangat menyayanginya layaknya anak kandungnya sendiri, dan itu membuat rasa bersalah di hati Salma bertambah. Dan itu pun sebenarnya menjadi salah satu alasan mengapa Salma tak menyukai rumah, ia tak mampu melihat wajah tulus Halimah saat menatapnya.
Di suatu malam Salma berada di salah satu club malam terkenal di kotanya, seperti malam-malam sebelumnya club malam itu sudah menjadi rumah kedua Salma. Seluruh karyawan club mengenal Salma, dan hampir seluruhnya sudah mengetahui alasan Salma yang menjadi Alchoholic itu. Kemudian seorang laki-laki berparas tampan menghampiri Salma, laki-laki ini bernama Rasyid teman dekat Salma selama tiga tahun ini. Ia sangat tahu tentang Salma, karena Salma tak pernah menyembunyikan apapun dari Rasyid. Dan setelah tahu kehidupan Salma, saat itu juga Rasyid berjanji pada dirinya akan menjaga dan melindungi Salma.
Rasyid dikenal sebagai laki-laki yang tahu agama, tak pernah menyentuh alkohol dan sopan santun. Banyak orang yang menyayangkan Rasyid menjalin hubungan dengan Salma yang dikenal sebagai Alchoholic. Jika disandingkan, Salma dan Rasyid bagai bumi dan langit yang sangat jauh. “Stop minumnya Salma, itu tidak baik untuk kamu,” ucap Rasyid menjauhkan gelas berisi alkohol dari mulut Salma. “Kenapa kamu disini?” tanya Salma sedikit merengut. ‘Mencegah kamu melakukan hal buruk,” jawab Rasyid. Ketika orang-orang terdekat dan keluarga menjauhi Salma karena sikap buruknya, namun Rasyid dan kedua orang tuanya tetap setia mendampingi bahkan menguatkan Salma. Dan karena hal itu Salma mulai sedikit mengurangi mengkonsumsi alkohol.
Setiap subuh Salma baru kembali ke rumahnya sama seperti subuh ini dan orang pertama yang selalu membukakanya pintu ialah Halimah sang ibu tiri lengkap dengan mukenanya usai menunaikan sholat subuh. Kadang Salma merasa iri karena Halimah bisa dekat dengan Allah sedangkan dia tidak pernah lagi menjalankan kewajibanya sebagai seorang muslim. Walaupun Rasyid selalu mendorong Salma untuk kembali mendekatkan diri kepada Allah, namun Salma juga selalu takut jika Allah tidak menerima dan memaafkanya.
Dan pagi ini pemandangan tak biasa muncul dihadapanya, ayahnya yang tak sadarkan diri dibopong oleh pembantu dan supirnya keluar rumah dan diikuti oleh Halimah yang sudah banjir dengan air mata. “Apa yang terjadi?” tanya Salma terbata-bata kini perasaanya sedang diliputi oleh kecemasan, ketakutan dan kesedihan. “Ayah hipertensi dan pingsan,” jawab Halimah. Dan seketika wajah Salma dibanjiri air mata, ia tidak peduli dengan apapun sekarang, yang ia pedulikan adalah kondisi ayahnya. Ia meraung dan berteriak memanggil ayahnya, Halimah menuntunya ke mobil dimana ayahnya berada. Kilasan memori indah Salma bersama ayahnya berputar seperti film di fikiran Salma, Salma tak ingin satu-satunya orang yang ia miliki diambil oleh Allah dengan cara yang sama dengan ibunya.
Seorang dokter paruh baya menghampiri keduanya, dokter yang juga menangani ibu Salma dulu. Salma dengan sigap menyerbu dokter dengan berbagai pertanyaan. “Kondisi ayah kamu saat ini tidak stabil, hipertensinya sangat tinggi dan itu bisa memicu berbagai hal yang tidak kita inginkan,” jelas dokter yang membuat Salma dan Halimah kembali menangis. “Doakan yang terbaik, sekarang kita hanya bisa bergantung dengan kehendak Allah. Kamu yang sabar Salma,” ucap dokter sambil mengusap kepala Salma dan kembali masuk ke dalam ruang ICU setelah sebelumnya pamit pada keduanya.
“Kenapa? Kenapa harus ayah?,” raungan kesedihan Salma layaknya belati yang bisa menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. “Ayah selalu hidup sehat, kenapa bukan aku saja? Kenapa harus dengan penyakit yang sama dengan ibu?” ucap Salma. “Aku sayang ayah, aku sudah memaafkan ayah, ayah tolong cepat membaik untuk Salma,” ucap salma dengan tangis yang semakin menjadi-jadi. Ada tante disini, sekarang kita berdoa untuk kesembuhan ayah,” ucap Halimah sambil memeluk Salma. Kenapa kamu masih peduli denganku, sedangkan aku justru tak pernah peduli denganmu?” tanya Salma mengeratkan pelukanya pada Halimah, pelukan seorang ibu yang selama tiga tahun ini ia rindukan. Karena aku menyayangimu, aku tak pernah menganggapmu sebagai anak tiri, aku minta maaf jika menurutmu aku menjadi penyebab semuanya,” ucap Halimah pada Salma. “Aku tahu kamu bukan seburuk yang aku bayangkan, terima kasih telah menyayangiku Bunda,” ucap Salma yang membuat Halimah menatap Salma dengan rasa tak percaya. “Kamu panggil aku Bunda?” ucap Halimah bergetar dan air mata yang kembali menetes di kedua pipinya.
Beberapa saat kemudian dokter kembali menghampiri keduanya. “Ayah kamu saat ini koma,” ucap dokter yang semakin membuat Salma merasa sedih dan bersalah. Alhasil Salma memilih pergi dari tempat itu, Salma berjalan tak tentu arah, ia melangkah sesuai dengan keinginan hatinya. Dan tibalah Salma di sebuah masjid, bangunan yang tiga tahun ini tak pernah lagi ia kunjungi. Salma tak mengerti kenapa kakinya menuntunya ke bangunan ini.
Terlihat puluhan wanita yang sedang duduk tenang memperhatikan seorang perempuan cantik dengan jilbab panjang sedang menyampaikan tausiyah. Salma ikut bergabung dengan perempuan-perempuan tersebut, Salma sempat menjadi pusat perhatian beberapa saat dikarenkan seluruh wanita yang ada disana menggunakan baju muslimah tertutup, sedangkan Salma menggunakan baju semi tertutup dan rambut terurai dengan warna sedikit mencolok karena diwarnai. Ia juga menarik perhatian sang perempuan yang sedang berbicara, wanita ini diketahui namanya sebagai Ustadzah Aisyah. Salma pun ikut mendengarkan tausiyah itu hingga selesai.
Waktu tausiyah sudah berlalu, puluhan perempuan tadi sudah meninggalkan masjid. Salma masih tetap di tempatnya, masih menangisi sikap buruknya pada ayahnya. Dan ia sama sekali tak menyadari saat Ustadzah Aisyah mendekat ke arahnya dan ikut merasakan kesedihanya. Tanganya terulur menyentuh pundak Salma dan membuat Salma mengangkat kepala yang sedari tadi disembunyikan diantara kedua lututnya. “Assalamu’alaikum, kamu kenapa cantik?” tanya ustadzah pada Salma yang malah semakin bertambah sedih. Salma tak menjawabnya, hanya derai air matanya yang semakin deras. “Istighfar sayang,” ucap ustadzah sambil mengelus-ngelus punggung Salma dan saat itu juga Salma mengucapkan istighfar kata yang hampir tak pernah ia ucapkan selama tiga tahun ini.
Setelah tangisnya mereda, ustadzah kembali bertanya dan Salma akhirnya menceritakan semua permasalahanya pada Ustadzah Aisyah dari sejak timbulnya konflik dan hilangnya kebahagiaan keluarganya, tentang perubahan sikapnya dan juga kondisi terakhir ayahnya saat ini. Dan Ustadzah Aisyah menjadi pendengar yang baik. ”Dan begitulah uztadzah,” ucap Salma mengakhiri ceritanya. “Panggil kakak saja, kamu tadi sudah mendengar tausiyah kakak tentang orang tua terutama ayah tadi kan?” tanya ustadzah. “Iya kak dan itu membuatku semakin bersalah,” jawab Salma. “Rasa bersalah itu wajar adanya, apakah kamu mau menghadiahkan ayahmu surga?” ujar ustadzah kembali. “Bisakah ustadzah?” tanya Salma. “Bisa dengan berhijab menutup auratmu itu juga bisa menghadiahkan ayahmu surga Allah.”
Salma semakin merasa menyesal dan mengatakan bahwa ia merasa sudah tidak pantas untuk mengenakan jilbab. Kemudian ustadzah membacakan sebuah firman Allah, “Jika kamu merasa seorang muslimah hal itu pasti pantas untukmu. Karena Allah SWT berfirman “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al Ahzab: 59].
“Apa hanya dengan aku berhijab ayah bisa mendapatkan surga?” tanya Salma kepada ustadzah. “Kamu tahu jika anak perempuan muslimah yang melangkahkan kakinya keluar dari rumah dengan pakaian terbuka maka ia sama halnya mengantarkan ayahnya melangkah ke neraka dan begitupun sebaliknya. Kakak yakin saat kamu berhijab nanti kamu akan lebih memperbaiki akhlakmu, karena kamu akan merasa malu dengan jilbabmu jika nantinya akhlakmu masih buruk. Jadi seiring waktu berlalu kamu akan menghadiahkan surga untuk ayahmu dengan akhlak yang baik”, ucap Ustadzah Aisyah.
Dan berkat Ustadzah Aisyah sekarang Salma sudah bertaubat, ia kini sudah berjilbab dan memperbaiki akhlaknya. Ustadzah Aisyah juga mengajarkan Salma semua tentang islam lebih mendalam dan dari situ juga Ustadzah Aisyah melarangnya untuk berpacaran. Awalnya Salma sangat berat untuk menjalankanya tapi saat itu juga Rasyid mendukungnya, ia pun menjadi ikhlas dan mengakhiri hubunganya bersama Rasyid. Dan Rasyid pun berjanji untuk mendatangi ayah Salma langsung untuk melamar Salma jika Allah SWT menghendakinya.
Kini kondisi ayah Salma sudah stabil, ayahnya sudah bangun dari tidur panjangnya. Mereka berdua sudah saling memaafkan, Ayah Salma juga sudah meluruskan permasalahan mereka. Ayah Salma juga sangat bahagia melihat perubahan Salma dengan Halimah istrinya. Mereka berdua sekarang sangat akrab layaknya ibu dan anak kandung. Halimah juga ikut menutup auratnya seperti Salma dan itu membuat kebahagiaan ayah Salma bertambah. Dan kehidupan Salma kembali bahagia dan ia lebih sering mengadu dan berpasrah kepada Allah SWT, ia kini menjadi muslimah yang taat kepada Allah SWT. Mendapat kasih sayang dari ayah dan bundanya serta tak pernah lupa memanjatkan doa untuk ibunya yang telah meninggal. Inilah kehidupan Salma menuju hijrah yang menginspirasi dalam mencari ridho dan ampunan Allah meski dihantui dengan masa lalu yang kelam.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *