Bintang Jatuh, Pengantar Tauhid

Saya menanti sesuatu. Saya rindu pada suasana itu. Suansana yang membuat Saya terpana pada kekuasaan Allah. Rasa sejuk di dalam hati membuat ingin kembali mengalaminya. Pengalaman yang tak akan terlupakan sepanjang hayat.

Saat itu Saya masih berusia remaja, boleh dikatakan fase remaja awal. Saya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sebagai seorang yang agak pendiam, saya lebih suka pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Tidak jarang Saya meminjam buku milik teman.

Namun sayangnya Saya masih mudah terbawa arus kehidupan remaja. Saya masih menyukai film film remaja, mengidolakan sosok yang tidak patut diidolakan, mudah bosan dan belum bisa memanfaatkan waktu untuk hal-hal bermanfaat. Namun, di saat yang sama Saya juga semangat belajar dan meraih prestasi. Saya suka dengan hal hal baru.
Saat di kelas, Saya suka mendengarkan penjelasan guru-guru. Dengan penuh perhatian, Saya berusaha memahami penjelasan yang guru sampaikan sekalipun guru yang bersangkutan kurang saya suka. Yah, Saya pernah tidak menyukai seorang guru hanya karena pernah memarahi saya. Tapi sebisa mungkin Saya memahami tindakannya karena kesalahan yang harus diperbaiki. Ketika di kelas Saya tetap bersemangat menerima pelajarannya untuk bekal hidup.

Alhamdulillaaah. Saya bersyukur diberikan karunia untuk menyukai ilmu. Hal-hal yang disampaikan guru guru, baik guru di sekolah atau di tpa berusaha dicerna sebaik baiknya. Dalam masyarakat ada hal hal yang tidak sepatutnya diyakini malah menjadi kebiasaan tidak logis. Hal ini mengancam tauhid seseorang. Dalam pelajaran agama, guru menyampaikan bahwa meminta sesuatu pada batu, bintang, matahari dan benda benda lainnya merupakan perbuatan syirik. Dan perbuatan syirik merupakan perbuatan dosa yang tidak akan diampuni Allah kecuali bertaubat.

Saya sangat suka dengan bulan Ramadhan. Karena bulan Ramadhan mengarahkan masa remaja saya pada hal hal yang lebih bermanfaat. Saya terarahkan untuk mengikuti pesantren kilat, kuliah subuh, tarawih dan kegiatan bermanfaat lainnya. Sekolah juga biasanya mengadakan acara-acara Islam yang bermanfaat bagi saya yang masih mencari jati diri. Pada awalnya mungkin terasa berat dijalani, namun seiring berjalannya waktu kebiasaan baik mulai tertanam dalam diri.

Malam itu, setelah sahur, Saya bersiap siap pergi ke masjid untuk mengikuti kuliah subuh. Di malam hari yang sangat cerah, Saya bersemangat pergi ke masjid untuk menuntut ilmu. Jarak masjid dari rumah cukup jauh, maka Ayah mengantar saya untuk memanfaatkan waktu sebaik baiknya di bulan Ramadhan. Ketika melihat bintang-bintang di langit Saya merasa takjub. Maasyaa Allah, betapa Agung nya kekuasaan Allah. Saya berjalan beriringan dengan Ayah sambil bergumam dalam hati. Keindahan malam itu membuat saya terpesona menikmati kekuasaan Allah. Dan tiba tiba bintang jatuh menambah kejutan penglihatan. Seketika itu juga Saya ingat ceramah guru bahwa meminta sesuatu pada selain Allah adalah dosa besar yang tidak akan diampuni. Alhamdulillaah, meskipun saat itu sedang marak film yang menyajikan mitos bintang jatuh, Saya tidak ingin sedikitpun berharap pada bintang jatuh.

Mitos tentang bintang jatuh yang dapat mengabulkan harapan tidak membuat keyakinan Saya terkecoh. Saya menegaskan pada diri sendiri bahwa keindahan yang saya lihat bukanlah semata-mata fenomena alam biasa. Melainkan bagian dari ayat kauniyah yang seharusnya membuat saya lebih dekat dengan Allah. Saya merasa takjub pada kekuasaan Allah yang menampilkan keindahan yang patut ditafakuri.

Mungkin bagi orang lain melihat bintang jatuh merupakan pengalaman biasa. Kalaupun luar biasa karena masih ada keyakinan tentang mitos bintang jatuh. Bagi Saya pengalaman melihat bintang jatuh di akhir malam pada bulan Ramadhan menjadi pengalaman spiritual yang tidak akan terlupakan. Setelah melihat bintang jatuh, Saya mempelajari tentang bintang jatuh menurut Islam. Ternyata dalam Al Qur’an pun disebutkan mengenai bintang jatuh.
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 5).

Jadi fenomena bintang jatuh bukanlah peristiwa yang dapat mengabulkan permintaan, atau pertanda kesialan dan bukan pula tanda kelahiran atau kematian seorang yang terhormat. Bintang jatuh adalah pelempar setan yang berusaha mencuri dengar rahasia langit.
Ilmu pengetahuan inilah yang seharusnya menjadi hikmah agar kita dijauhkan dari bentuk kesyirikan. Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa Allah menciptakan bintang untuk tiga hal: Allah jadikan sebagai penghias langit, sebagai pelempar setan, dan sebagai tanda alam untuk petunjuk arah. Maka siapa yang menggali tentang bintang, selain tiga hal tersebut, dia keliru, menyia-nyiakan jatahnya, dan membebani diri dengan sesuatu yang sama sekali dia tidak memiliki modal ilmu tentangnya.” (HR. Bukhari dalam shahihnya secara muallaq, 4/107).

Akhir malam penuh hikmah menambah keyakinan Saya pada Allah. Keesaan Allah yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya. Suasana penuh kedamaian dalam hati memberi ruh baru bagi Saya yang awam. Dalam kuliah subuh Saya dan teman teman mempelajari Al Qur’an dan mendengarkan ceramah. Kegiatan-kegiatan itulah yang menambah keyakinan saya tentang tauhid.
Tauhid merupakan pijakan dasar dalam beragama. Di zaman sekarang, kita sebagai umat Islam perlu mengenal tauhid sejak dini. Karena hal ini bisa menyelamatkan kita dari parasit akidah yang tanpa disadari merusak iman dan Islam. Kita sebagai generasi Islam yang yakin pada keesaan Allah harus senantiasa mentafakuri ayat ayat Allah.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *