Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

Hari itu merupakan hari yang kutunggu – tunggu. Setelah sebulan lamanya aku tidak pulang kerumah tercinta untuk berjumpa dengan cinta pertama, orang tua. Sok sibukku membuat jadwal menemui cinta pertama setiap pekan harus ku undur tiga minggu lamanya. Rindu? Sangat. Sepele memang nampaknya, toh cuma satu bulan saja! Tapi, bagiku satu bulan itu lama. Dan aku hanya ingin selalu memanfaatkan quality time ku bersama orangtua selagi masih bisa.
Pagi itu tiket kereta sudah kukantungi di saku jaket. Aku segera bergegas ke stasiun karena satu jam lagi kereta ku berangkat. Tanpa pikir panjang, kupanggil ojek online dan sampailah aku di salah satu stasiun besar di kota perantauanku. Aku menunggu sekitar tiga puluh menit lamanya. Akhirnya kereta yang kutunggu datang. Dengan sedikit berlari aku menuju peron untuk mengantree masuk ke kereta. Lumayan, hari itu tidak sepadat weekend jadi aku masih bisa duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan. Baru saja duduk, kudengar seruan cinta milikNya dikumandangkan lirih entah dari ujung mana. Aku dilema. Sebentar lagi kereta akan berangkat, tapi hati rasanya mengganjal jika sampai nanti tiba ditujuan aku belum melaksanakan sholat. Apalagi kereta ini akan melaju selama kurang lebih dua jam, membuatku harus memilih antara sholat sekarang dengan konsekuensi ketinggalan kereta atau sholat nanti setelah sampai dijamak sholat berikutnya. Ku cek kembali jam di smartphone ku, masih tersisa sembilan menit sebelum jadwal kereta berangkat. Dengan mantap, kuucapkan bismillah berulang – ulang tanpa memikirkan konsekuensi apapun yang akan terjadi. Aku ikhlas. Ku langkahkan kaki turun dari kereta menuju mushola di samping peron pertama. Kuambil air wudhu dengan tenang bahkan kutunaikan sholat dengan biasa tanpa tergesa. Aku hanya berdoa, semoga Allah menghendaki apapun yang terbaik bagiku. Setelah sholat, aku melihat jm dinding dan waktu menunjukkan pukul satu kurang lima. Sudah lima menit dari waktu berangkat kereta ku. Aku yang kala itu sudah tidak menaruh harap pada kereta yang semestinya kutumpangi akhirnya keluar mushola dengan hati lega. Bismillah cari tiket lagi, pun kalau tidak dapat masih bisa naik bus, begitu hiburku pada diriku sendiri.
Setelah kuikat sepatu, betapa terkejutnya aku melihat kereta yang seharusnya berangkat lima menit lalu masih berada di jalurnya. Sedikit berlari aku masuk ke gerbong belakang yang dapat kujangkau.
“Maaf Bu, ini kereta x tujuan kota Y yang berangkat pukul 12.50 kan?” kataku memastikan.
Ibu disebelahku menengok, “Iya dik, katanya ditunda jadi berangkat jam satu. Sabar saja.”
Aku menghela napas lega, kuucapkan terimakasih pada ibu itu dan berjalan kedepan untuk mencari tempat duduk.
Pertolongan Allah memang tidak terduga pada hamba yang menaruh kepercayaan penuh untukNya.
Alhamdulillah hari itu aku pulang sesuai rencana.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *