Allah-lah sang Penggenggam langit dan Bumi, pemilik segala misteri alam. Percayakah Kamu siapapun berhak sukses dan bisa menjadi Bos?
Kala ramadhan datang, kisah ini selalu hadir. Lima tahun yang lalu, tepat sehari menjelang ramadhan, pembantu yang telah ikut keluargaku selama puluhan tahun pamit akan keluar. Memang tak masalah, kami bisa dengan mudah mencari gantinya.
Tapi tidak dengan yang ini. Pak No, bukanlah pembantu biasa. 32 tahun dia mengabdi pada keluargaku, dari ia bujangan sampai mempunyai anak 3. Sejak aku kelas 3 SD sampai aku punya jagoan 2. Dialah yang menemani kedua orang tuaku sejak ngantor sampai sekarang telah pensiun. Jadi, pamitnya seperti gelegar petir plus badai yang menyentakkanku, terutama kedua orang tuaku.
Banjir air mata mengurai kepanikan ibuku yang mulai sepuh. Aku hanya terisak perlahan. Bagiku, Pak No bukan hanya sekedar pembantu, banyak kisah telah kupintal bersamanya, juga ketiga kakakku, yang sekarang telah hidup mandiri. Saat aku sakit, menunggui kelahiran jagoanku, dan segala onak duri, dia selalu ada saat kami membutuhkan.
Pak No-lah yang mengajariku mengaji saat aku kecil, sampai aku lancar bertadarus sendiri. Dia yang mengajariku bacaan sholat ketika kedua orang tuaku sibuk bekerja dan dia pula yang mengajariku naik sepeda. Dulu, berpuluh tahun yang lalu. Dia selalu sendiko dawuh.
Kesetiaannya tak diragukan lagi. Hidupnya tak pernah bengkok, lurus, dan kejujuran selalu dijunjungnya tinggi-tinggi. Di kampung, orang mengenal Pak No sebagai orang yang suka membantu. Waktu ada orang meninggal, dialah orang pertama yang sibuk menggali kubur. Saat ada hajatan, dialah orang yang tak sukar untuk mengantar undangan warga.
Jadi, pamitnya bukanlah pamit yang biasa saja, pasti ada apa-apanya. Tak ada masalah, Mbak, katanya. Aku hanya tertegun dan sibuk berpikir. Kebutuhan semakin meningkat, anaknya 3 dan membutuhkan biaya tak sedikit. Gaji pembantu pastilah tak mencukupi. Mungkin ada tawaran kerjaan lain dengan gaji menggiurkan, begitu prasangkaku.
Akhirnya dia pulang, tapi kami belum memberi jawaban pasti. Bapakku hanya diam berkecamuk pikiran. Semalaman kudengar ibu sesekali sesenggukan. Yang terucap hanya, “Kita salah apa ya, Pak, sampai Si No mau keluar?”
Ah, kutahan segala pikiran burukku. Kutelpon ketiga kakakku yang terpisah daerah. Kuceritakan semuanya. Alhamdulilah, mereka bisa datang untuk membicarakan ini. Aku memikirkan kedua orang tuaku yang mulai senja. Beliau tidak butuh pembantu yang up to date, tapi membutuhkan orang yang mampu memahami mereka, disamping kami sendiri anak-anaknya. Karena Pak No sudah sangat mengerti orang tuaku. Pengabdiannya selama 32 tahun tak diragukan lagi!
Akhirnya, setelah melalui pembicaraan panjang keluarga, kami ingin memberikan sesuatu buat Pak No. Sepertinya Allah menyentil kami. Terutama aku yang hidup jadi satu bersama orang tuaku. Rasanya, kami belum memberikan apapun untuk kesetiaan Pak No selama ini. Meski ada gaji, tapi pengabdiannya tak bisa diukur hanya sebatas rupiah.
Kami putuskan membuat bisnis dengan cara bagi hasil buat Pak No. Sepakat kami pilih bisnis laundry untuk Pak No. Sehingga dia masih bisa sekedar menjenguk orang tuaku. Namun, ada tambahan penghasilan keluarganya dengan bisnis ini. Tapi, setujukah dia?
Pagi harinya kuutarakan usul itu padanya. Pak No berpikir serius, lalu pamit menemui istrinya terlebih dahulu. Saat datang lagi, menyetujui ide kami sekeluarga. Alhamdulillah.
Kamipun bertindak cepat, membobol celengan sebagai modal awal membeli sebuah mesin cuci satu tabung ukuran besar. Seterika, hanger, tambang dan ubo rampe lainnya. Aku memanajemeninya dengan baik. Semua siap dalam 2 hari.
Bisnis itu dikerjakan semua di rumah Pak No. Urusan cuci mencuci dan seterika bukan masalah lagi buat Pak No, itu adalah pekerjaan kesehariannya di rumahku. Promosi kulakukan dengan menyebar leaflet, via bbm, SMS, WA dan medsos juga kulakukan. Namun, aku tetap mempunyai Standar Operasional Produk untuk bisnis laundry ini. Ini bisnis serius, bukan ecek-ecek.
Babat alas, benar-benar dari nol. Yah, hari keempat ramadhan, akhirnya ada seorang tetangga datang mencucikan bajunya. Awalnya hanya ada 3, lalu 5, 7 orang, berlanjut. Di minggu ketiga ramadhan, laundry mulai ramai. Gorden, sprei, boneka, baju-baju, pelanggan banyak berdatangan. Laundry juga menerima pencucian karpet. Momentum mau lebaran, banyak orang yang mencucikan karpetnya. Wow, Pak No sampai kewalahan menangani bersama istrinya. Laundry antre…Allahu Akbar!
Tak kusangka perkembangan laundry secepat ini. Ramadhan selalu penuh berkah. 32 tahun Pak No, Allah membuatnya menjadi seperti ini. Sekarang laundry sudah berkembang pesat. Pak No sendiri, disela kesibukannya mengurusi laundry, masih setia ke rumah. Sekedar melakukan pekerjaan rutinnya yang tak seberapa. Itu telah membuat kedua orang tuaku yang menyenja tersenyum bahagia melihatnya.
Bahagianya lagi, Pak No bisa menyekolahkan kedua anaknya sampai perguruan tinggi, anak terkecil masih SMP. Bagi keluargaku, Pak No bukanlah pembantu, dia sudah menjadi bagian dari keluarga besar kami. Suksesnya Pak No, kebahagiaan kami.
Tak terkirakan pula bahagiaku, tiap ramadhan datang dan datang lagi, cerita itu selalu menguak. Buat pelanggan laundry, selalu kuselipkan bingkisan lebaran dalam berbagai bentuk. Kadang sembako, handuk, mug atau apapun dengan cara menyisihkan sedikit omset. Pelanggan adalah raja. Allah memang maha kaya, tak ada yang tak mungkin. Memberi sungguh terangkan hati.
Sekarang, Pak No punya panggilan baru. Kami memanggilnya dengan sebuatan Pak Bos!
Tempat laundry Pak No (nama samara) yang seadanya, tak ada yang tak mungkin
Oleh: Wahyu Widyaningrum
Dari: Nyampuran-Sumowono, Jawa Tengah