Malaikat, Berbuka Dengan Kami

Ama, atu atu” ujar Zean, putra pertama saya yang baru berumur satu setengah tahun, seraya ingin mamanya mengambilkan sepatu miliknya ”mama, sepatu, sepatu” itu ati celotehan mungilnya. Saya mengangguk pelan dengan senyum bangga melihatnya antusias dia mempersiapkan diri hendak ikut bersama dengan kami. Sore itu hari pertama kami berpuasa bersama si kecil buah hati kami di Kota Metropolis. Bertepatan dengan malam ulang tahun saya, suami mempunyai rencana berbuka bersama di luar rumah. Setelah sholat ashar berjamaah, saya pun menyiapkan segala keperluan si mungil. Yah, begitulah momi (sapaan ibu-ibu muda jaman sekarang) kalau hendak bepergian ribet dengan keperluan Si Baby nya. Itulah ikhtiar kami supaya anak kami tetap nyaman selama di luar rumah.

Popok, bedak, botol susu, cemilan, minyak telon, tisu basah, baju cadangan, sepertinya sudah mendekati lengkap. Saya pun merapikan tas yang berisi berbagai macam alat tempur Si Kecil. ”Ama amon itut”, tertegun sambil menatap mata mungilnya, ternyata anakku punya kepedulian tinggi. Dia memohon kepadaku utuk mengajak serta boneka Doraemon kecilnya. “Hahahaha” ayah tertawa, dan segera diambilnya Boneka Doraemon itu. Semua telah lengkap kami pun meninggalkan appartemen kami pukul 15.30 menuju salah satu tempat wisata yang ada di Jakarta.

Dengan harap-harap cemas Si Kecil yang sudah seharian tidak mau makan nasi ini pun tetap semangat sambil melihat-lihat pemandangan sekitar, kerap kali berkata “obil a, abis, eta” (Mobil, Bis, Kereta) hampir semua alat transportasi dia sudah hafal tinggal pelafalannya saja yang masih butuh koreksi hahaha, terang saja dia masih berumur satu setengah tahun. Di tengah perjalanan kami sempatkan membeli minuman dan sedikit makanan ringan, bersiaga jika kami terkena macet bisa berbuka di mobil. Sering kali saya suapi Zean dengan makanan ringan yang kami beli, tetapi dia tidak mau memakannya, hanya susu yang berhasil masuk di perutnya yang mungil. Suami saya Salim namanya, dia dengan wajah bahagia sesekali melihat kami yang berada di sampingnya dengan senyum manisnya. Saya tidak mengerti mengapa sering sekali dia menoleh ke arah kami, “apa ada yang aneh Mas”, ujar saya. “Lucu ya penampilanku, antik gitu” bahasa ibu saya gunakan,  “hehehe ndak” balasnya. Maklum kami perantauan dari Provinsi tetangga, Kota Pahlawan asal kami. Jadi bahasa ibu Surabaya masih sering kami gunakan dalam percakapan sehari-hari.

Alhamdulillah akhirnya tiba di lokaksi. Tempatnya indah, menarik untuk dinning sangat menyenangkan. Taman Imian Jaya Ancol begitulah tempat ini memiliki nama. “Sayang, ayo bangun” usik saya membangunkan Jagoan Kecil saya. Saya angkat kepalanya,” Ya Salam, hahahah” tawa kami bersama ternyata liurnya kemana-mana hingga membentuk pulau seribu. “Ean ean ean ean” nyanyian dengan nada amburadul ayahnya membangunkan Zean. Kami bergegas memesan meja dan memilih menu yang akan kami pergunakan untuk berbuka puasa nanti. Waktu menunjukan pukul 16.50, setelah memilih menu kami pun selfi tipis-tipis (kata yang sedang populer dikalangan masyarakat alai hehehe). Tak lama kemudian Ayah Zean pamit ke toilet, selepasnya dari toilet dia membawa bingkisan hadiah untuk istrinya (Mama Zean). “Selamat ulang tahun ya sayang” bisiknya dengan nada malu-malu. Sebuah tas dan jam tangan di letakkan di hadapan saya. “Terima kasih  sayang” sahutku lembut. Doa-doa indah untuk saya dan keluarga terucap dari belahan hati saya. Menu makanan pesanan kami sudah disuguhkan, saya mencoba menyuapi Si Kecil dengan nasi dan ikan yang tersedia di meja kami. Sambil menunggu adzan magrib, saya khawatir dia lapar, karena seharian belum makan nasi. Akan tetapi Zean menolak dengan bahasa ibu yang dipakainya “ndak” artinya tidak.

Bedug pun tiba tepat pukul 17.48 Waktu Indonesia Bagian Jakarta. Setelah berdoa kami menyantap makanan yang telah melambai-lambai seraya ingin segera kita habiskan. Di tengah makan berbuka kami si kecil Zean ikut mengambil ikan di depannya. Sengaja saya dudukkan dia di kursi sendiri agar terbiasa mandiri. Dia memakannya dengan antusias, Ya Allah baru tersadar dalam benak saya, anak pupuk bawang artinya kecil yang belum mengerti apa-apa ini juga turut menyambut Bulan Suci Yang Penuh dengan Keberkahan ini.

Terharu rasanya, sesak di dada ingin menangis syukur padaMu Ya Rob. Terimakasih kau telah mengirimkan malaikat kecil ini.

Oleh: Santi Fauziah

Dari: Kalibata, Jakarta Selatan

Santi Fauziah


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *