Nama lengkap Shafiyyah adalah Shafiyyah binti Huyai binti Akhtab bin Sa’aih bin Taghlab bin Amir bin ‘Ubaid bin Ka’ab bin Khazraj bin Hubaib bin Nadhir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab adalah pemimpin Bani Nadhir. Dia termasuk keturunan Nabi Harun AS. Tidak diketahui secara pasti kapan Shafiyyah dilahirkan. Shafiyyah tumbuh dan berkembang di Khazraj.
Shafiyyah adalah seorang perempuan yang cerdas dan memiliki kedudukan terpandang, serta berparas cantik. Shafiyyah dikenal berkepribadian baik, penyantun, bermartabat, dan mulia. Sebelum masuk Islam, dia menikah dengan Salam bin Misykam Al-Qurazhi, seorang ahli penunggang kuda dan penyair dari kaumnya. Akan tetapi, dia berpisah dengan Salam. Setelah itu, dia menikah dengan Kinanah bin Rabi’ bin Abil Haqiqi An-Nadhri, pemilik benteng Qamush, yaitu benteng terkuat di Khaibar. Dia pun adalah penyair Yahudi. Kinanah terbunuh pada Perang Khaibar yang terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 Hijriah dia tidak mempunyai anak seorang pun dari kedua suaminya itu. Akibat perang itu, Shafiyyah termasuk perempuan yang ditawan bersama perempuan lainnya.
Nabi Muhammad SAW memerintah Bilal bin Rabah membawa Shafiyyah dan tawanan perempuan lainnya pergi dengan hewan tunganggan. Mereka melewati tanah lapang yang penuh dengan mayat orang-orang Yahudi. Shafiyyah diam dan tenang. Dia tidak kelihatan sedih dan tidak pula meratap.
Tawanan perempuan itu dihadapkan kepada Rasulullah SAW. Shafiyyah dalam keadaan sedih, tetapi ia tetap diam. Adapun putri pamannya yang kepalanya penuh pasir, merobek bajunya, sehingga Rasulullah SAW tidak menyukai sikap dan perbuatannya itu. Kemudian Rasulullah SAW mendekati Shafiyyah dan mengarahkan pandangan padanya dengan ramah dan lembut sambil bersabda kepada Bilal, “Wahai Bilal, aku berharap engkau mendapat rahmat ketika engkau bertemu dengan dua orang wanita yang suaminya terbunuh.”
Rasulullah SAW memerintahkan Shafiyyah untuk membonceng di belakang beliau dan mengulurkan selendang kepada Shafiyyah. Hal itu sebagai pertanda bahwa Rasulullah SAW telah memilihnya. Kaum Muslimin tidak mengetahui apakah Shafiyyah diambil Rasulullah SAW sebagai istri, hamba sahaya, atau anak? Ketika beliau melamar Shafiyyah, mereka baru tahu bahwa Rasulullah SAW mengambilnya sebagai istri.
Dalam hadis yang diriwayatkan Anas RA disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW mengambil Shafiyyah binti Huyai, beliau bertanya kepadanya, “Maukah engkau menjadi istriku?” Shafiyyah menjawab, “Ya Rasulullah, sungguh aku telah berangan-angan untuk itu ketika aku masih musyrik. Bagaimana mungkin aku tidak menginginkan hal itu, jika Allah SWT memungkinkan itu saat aku memeluk Islam?”
Rasulullah menawarkan Islam kepada Shafiyyah. Beliau bersabda, “Ayahmu termasuk orang Yahudi yang sangat keras dan memusuhi Islam sampai akhirnya Allah SWT membinasakannya. Jika kamu memilih Islam, maka aku akan menahanmu menjadi milikku, tetapi jika engkau memilih menjadi orang Yahudi, maka aku akan memerdekakan kamu dan akan kupertemukan kamu dengan kaummu.” Shafiyyah menjawab, “Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya, “Tidakkah seorang pemikul dosa itu memikul dosa orang lain.” Sesungguhnya saya sudah ingin masuk Islam dan membenarkan risalahmu sebelum engkau mengajakku, ketika engkau membocengkan aku. Aku tidak berminat kepada agama Yahudi. Aku sudah tidak punya ayah dan saudara lagi di sana. Sekarang engkau menyuruh memilih kafir dan Islam. Allah dan Rasul-Nya lebih kucintai daripada kemerdekaanku dan kepulanganku kepada kaumku.
Ketika Shafiyyah telah suci, Rasulullah SAW menikahinya. Maharnya adalah merdekanya Shafiyyah. Dari Aminah binti Qais Al-Ghifariyyah, dia berkata, “Aku adalah salah seorang yang ikut mendandani Shafiyyah untuk bertemu dengan Rasulullah SAW pada malam pengantin mereka. Aku mendengar Shafiyyah berkata, “Aku belum genap berusia tujuh belas tahun ketika aku menikah dengan Rasulullah SAW.”
Nabi Muhammad SAW menanti sampai Khaibar kembali tenang. Setelah beliau memperkirakan rasa takut pada diri Shafiyyah telah hilang, beliau mengajaknya pergi. Beliau membawa Shafiyyah di belakang, kemudian beranjak menuju sebuah rumah yang berjarak enam mil dari Khaibar. Rasulullah SAW melanjutkan perjalanannya ke Madinah bersama bala tentaranya. Ketika mereka tiba di Shabba’ jauh dari Khaibar mereka berhenti untuk beristirahat. Pada saat itu, timbul keinginan beliau untuk mengadakan perayaan pernikahan beliau. Ummu Anas bin Malik didatangkan. Dia menyisir rambut Shafiyyah, menghiasi dan memberi wewangian. Karena kehebatannya dalam merias, Ummu Sinan al-Aslamiyah berkata bahwa dia belum pernah melihat perempuan yang lebih cantik dari Shafiyyah. Pada perayaan itu kaum Muslimin makan makanan yang lezat seperti: kurma, mentega, dan keju Khaibar hingga kenyang.
Rasulullah SAW kembali bersama Shafiyyah ke Madinah. Ketika rombongan sampai di Madinah. Rasulullah SAW memerintahkan agar pengantin perempuan langsung dipertemukan dengan istri-istri beliau. Beliau menurunkan Shafiyyah di rumah sahabatnya, Haritshah bin Nu’man. Ketika perempuan-perempuan Anshar mendengar kabar itu, mereka datang untuk melihat kecantikannya. Nabi Muhammad SAW melihat Aisyah keluar menutupi dirinya serta berhati-hati (agar tidak terlihat oleh Nabi Muhammad SAW). Kemudian dia masuk ke rumah Haritsah bin Nu’man. Beliau menunggu hingga Aisyah keluar. Ketika Aisyah keluar, Rasulullah SAW memegang bajunya sambil bertanya dan tertawa, “Bagaimana menurut pendapatmu, Aisyah?” Aisyah menjawab dengan perasaan cemburu, “Aku melihat dia adalah perempuan Yahudi.” Rasulullah SAW. membatahnya dan berkata, “Jangan berkata seperti itu, karena sesungguhnya dia telah masuk Islam dan dengan keislaman yang bagus.”
Shafiyyah tinggal di rumah Nabi Muhammad SAW. Pada suatu hari dia mengunjungi Fathimah Az-Zahra – putri Rasulullah SAW. – dan dia menghadiahkan perhiasan miliknya yang terbuat dari emas sebagai tanda persahabatan dan pengumuman keislamannya. Kemudian dia mulai mendekati dan mencintai semua Ummahatul Mukminin.
Shafiyyah memiliki keistimewaan di sisi suaminya tercinta, Nabi Muhammad SAW. Dari Shafiyyah binti Huyai, dia berkata, “Rasulullah melakukan iktikaf lalu aku datang mengunjungi beliau pada malam hari. Aku berbincang-bincang dengan beliau. Kemudian aku berdiri hendak meninggalkan tempat dan pulang. Beliau berdiri mengantarkan aku. Tempat tinggal Shafiyyah adalah rumah Usamah bin Zaid. Ada dua orang laki-laki Anshar lewat tempat itu. Ketika keduanya melihat Nabi Muhammad SAW, keduanya mempercepat langkah dan bergegas pergi. Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Tunggu, kalian jangan tergesa-gesa pergi. Sesungguhnya perempuan ini adalah Shafiyyah binti Huyai.” Keduanya berkata, “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setan itu berjalan di tubuh manusia pada aliran darahnya. Sesungguhnya aku khawatir dia akan mencampakkan keburukan pada hati kalian berdua.”
Dia kehilangan perlindungan terbaik dari suami dan kekasihnya ketika Rasulullah SAW wafat. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ada seorang hamba sahaya datang menjumpainya sambil berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Shafiyyah itu mencintai hari Sabtu dan masih berhubungan dengan Yahudi.” Umar mencari tahu laporan budak itu. Umar menanyai hal itu kepada Shafiyyah. Kemudian Shafiyyah menjawab, “Adapun hari Sabtu, aku tidak mencintainya lagi sesudah Allah SWT mengganti untukku hari Jumat. Adapun Yahudi, aku memiliki silaturahmi dengan mereka, maka aku masih menyambungnya.”
Setelah itu, Shafiyyah memanggil hamba sahaya yang melaporkan kepada Umar. Dia bertanya kepada hamba sahaya itu apa yang menyebabkan ia berbuat seperti itu. Lalu perempuan itu menjawab, “Setan.” Shafiyyah berkata tegas, “Pergilah kamu. Sejak saat ini kamu merdeka.” Dia tidak menghukum orang yang bersalah dan telah melakukan keburukan kepada dirinya, bahkan dia memaafkan orang yang telah berbuat jahat padanya. Semua itu Shafiyyah lakukan untuk meraih ridha Allah SWT.
Shafiyyah adalah perempuan yang pemberani. Dia tidak takut dicela oleh orang-orang yang menzaliminya ketika dirinya berada di jalan Allah SWT. Dia tidak pernah lelah untuk mencurahkan segenap kemampuan untuk menolong dan menganjurkan kebenaran, serta mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT. Al-Hafizh Abu Nu’aim berkata, “Di antara istri Nabi Muhammad SAW, ada perempuan yang bertakwa, suci, dan mempunyai mata yang sering menangis. Dia adalah Shafiyyah.” Sementara itu, Ibnul Atsir dan An-Nawawi mendeskripsikan Shafiyyah dengan mengatakan, “Dia adalah perempuan yang cerdas.”
Shafiyyah wafat ketika berusia sekitar 50 tahun ketika masa pemerintahan Mu’awiyah. Ia dimakamkan di Baqi’ bersama Ummahatul Mukminin yang lain. Dia wafat setelah mengisi kehidupannya dengan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulnya.