Ruqayyah dilahirkan sekitar 20 tahun sebelum Hijriah. Ia adalah putri kedua Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra. Ruqayyah lahir setelah kakaknya Zainab. Tidak lama kelahiran Ruqayyah, lahirlah Ummu Kultsum. Ummu Kultsum selalu bersama Ruqayyah setelah Zainab menikah. Ketika Ruqayyah dan Ummu Kultsum menginjak usia dewasa, datanglah Abu Lahab melamar mereka berdua untuk kedua putranya.
Sebelum masa kenabian Muhammad SAW, Ruqayyah dinikahkan dengan Utbah bin Abu Lahab. Sebenarnya hal ini sangat tidak disukai oleh Khadijah karena ia mengerti perilaku ibu Utbah – Ummu Jamil binti Harb – yang terkenal berperangai buruk dan jahat. Khadijah khawatir putrinya akan memperoleh sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya itu.
Ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi, Abu Lahab adalah orang yang paling memusuhi Rasulullah SAW. Abu Lahab sering menghasut orang-orang Makkah agar memusuhi Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Begitu pula dengan istrinya, Ummu Jamil yang selalu berusaha mencelakai Rasulullah SAW dan memfitnahnya. Atas perilaku Abu Lahab, turunlah firman Allah SWT:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab [111]: 1-5)
Setelah ayat ini turun, Abu Lahab berkata kepada kedua putranya, Utbah dan Utaibah, “Hubungan kita terputus jika kalian tidak berpisah dengan anak perempuan Muhammad.” Kemudian Utbah berpisah dengan Ruqayyah atas perintah ayahnya. Hal itu terjadi pada saat baru terjadi pernikahan dan Ruqayyah belum disentuh oleh Utbah. Setelah itu, Utsman bin Affan menikahinya di Makkah. Ruqayyah merasa sangat bahagia dengan pernikahannya ini karena Utsman adalah seorang muslim yang beriman teguh, berbudi luhur, dan merupakan golongan bangsawan Quraisy.
Setelah pernikahan itu, penderitan kaum Muslimin bertambah berat. Kaum Muslimin mendapatkan tekanan dan penindasan dari kaum kafir Quraisy. Ketika itu, dengan berat hati, Rasulullah SAW mengizinkan Utsman beserta keluarganya dan beberapa muslim lainnya berhijrah ke Negeri Habasyah.
Di antara rombongan kaum Muslimin yang hijrah ke Habasyah terdapat sebelas perempuan. Ruqayyah termasuk salah satu dari mereka. Ruqayyah hijrah meninggalkan gemerlap dunia dan tanah airnya yang subur menuju negeri asing yang berbeda dengan negeri asalnya, baik orang-orangnya yang berbeda maupun adat istiadatnya.
Anas bin Malik RA berkata bahwa ketika Utsman berangkat hijrah ke Habasyah bersama Ruqayyah, datanglah seorang wanita Quraisy menemui Rasulullah SAW sambil berkata, “Muhammad, saya melihat menantumu bersama istrinya.”
Rasulullah SAW bertanya, “Bagaimana keadaan mereka?”
Wanita itu menjawab, “Saya melihat Utsman menuntun keledainya yang dinaiki istrinya.” Rasulullah SAW berkata, “Allah SWT. bersama mereka. Sesungguhnya Utsman adalah orang yang pertama kali hijrah bersama istrinya setelah Nabi Luth AS.”
Setibanya di Habasyah, mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Mereka hidup tenang dan tenteram hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum Muslimin di Makkah telah aman. Mendengar berita itu, Utsman memutuskan bahwa kafilah kaum muslimin yang dipimpinnya akan kembali ke Makkah. Akan tetapi, yang mereka jumpai berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika mereka berada di Habasyah.
Sekembalinya dari Habasyah, Ruqayyah pun pulang ke rumahnya. Ia ingin melepas rindu kepada orang tua dan saudara-saudaranya. Ia sangat merindukan ibunya dan ia bertanya, “Mana ibu… mana ibu..?” Saudaranya terdiam. Ruqayyah pun sadar bahwa orang yang sangat berarti dalam hidupnya telah tiada. Ruqayyah menangis. Dia dilanda kesedihan yang sangat mendalam.
Penderitaan hatinya ternyata tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama kemudian anak lelaki satu-satunya – Abdullah – yang lahir ketika ia hijrah pertama kali telah meninggal dunia pula. Abdullah pada saat itu baru berusia dua tahun.
Tidak lama kemudian kaum muslimin kembali hijrah ke Madinah. Ruqayyah pun ikut bersama suaminya. Oleh karena itu, Ruqayyah mendapat gelar “Dzatul Hijratain’ (perempuan yang pernah hijrah dua kali). Motivasi hijrah ke Habasyah adalah untuk menghindari fitnah agama untuk mencari ketenangan dalam beribadah kepada Allah SWT. Hijrah ke Habasyah merupakan bagian dari titik tolak dakwah Islam, yaitu tempat kaum muslimin menemukan ketenangan dan keluasan dalam menjalankan ibadah tanpa ada siksaan dan penindasan. Sementara, kaum muslimin yang menetap di Makkah tetap berjuang mempertahankan keimanan mereka.
Adapun hijrah ke Madinah, di samping menghindari fitnah agama juga untuk mendirikan suatu negara bagi kaum muslimin setelah kurang lebih 13 tahun Islam datang tanpa negara dan kedaulatan.
Tidak berapa lama setelah mereka tinggal di Madinah, seruan untuk Perang Badar bergema. Para sahabat bersiap-siap untuk menghadapi musuh Allah SWT. Bersamaan dengan itu, Ruqayyah binti Muhammad SAW terserang penyakit demam. Rasulullah SAW memerintahkan Utsman bin Affan untuk tetap tinggal menemani dan merawat istrinya.
Akan tetapi, maut menjemput Ruqayyah ketika Rasulullah SAW masih berada di medan Perang Badar. Ruqayyah wafat pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriah. Kemudian berita wafatnya Ruqayyah dikabarkan oleh Zaid bin Haritsah kepada Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz’un.”
Menjelang pemakaman Ruqayyah, kaum Muslimin meraih kemenangan Perang Badar. Ketika memasuki Kota Madinah, Rasulullah SAW disambut berita pemakaman Ruqayyah. Ketika Ruqayyah wafat, banyak perempuan di Madinah yang menangis. Hal ini membuat Umar marah karena dia tidak ingin mereka berbuat keterlaluan dalam menangisi jenazah Ruqayyah. Umar lalu mengambil cambuknya untuk menghentikan tangisan mereka. Akan tetapi, Rasulullah SAW menahan tangan Umar dan beliau bersabda, “Wahai Umar, biarkan mereka menangis, tetapi hati-hatilah dengan bisikan setan.Sesuatu yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah SWT dan merupakan rahmat. Sedangkan yang datang dari tangan dan lidah adalah dari setan.”
Fathimah –adik Ruqayyah – duduk di pinggir liang lahad kakaknya di samping Rasulullah SAW. Dia menangis. Melihat putrinya menangis, Rasulullah SAW mengusap air mata Fathimah dengan ujung pakaian beliau.Setelah masa berkabung, Utsman datang menghadap Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW menikahkan Utsman dengan Ummu Kultsum.