Meneladani Kontribusi Ulama Karismatik Nusantara

Mengenal Ulama Nusantara
Mengenal Ulama Nusantara

Ulama memiliki kontribusi besar terhadap bangsa Indonesia. Melalui ilmu yang disebar telah meletakkan dasar bagi kemajuan bangsa. Karisma dan dedikasi para ulama juga telah membuat nama bangsa Indonesia harum hingga di dunia. Kiprah mereka layak diteladani oleh anak bangsa saat ini agar tumbuh kecintaan dan kemauan untuk bisa seperti mereka.

 Membaca biografi mereka, kita akan membuka lembaran kisah hidup yang memukau dari putra-putra terbaik bangsa.

Buku Mengenal Ulama Nusantara ini memuat biografi 30 ulama kebanggaan bangsa Indonesia. Kisah hidup, keluarga, guru-guru, dan kontribusi mereka disajikan secara padat dalam buku ini.

Seperti Syaikhona Muhammad Kholil al-Bangkalani atau masyhur dengan nama Syaikh Kholil Bangkalan  yang lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H atau bulan Maret 1820 M di kampung Senenan, desa Kemayoran, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Selain karena pengetahuan yang luas, beliau juga diakui karomahnya. Sosok yang kerap dipanggil Mbah Kholil sejak kecil belajar cara membaca alquran dari ayahnya. Beliau juga belajar berbagai ilmu agama Islam dan kerap diajak menghadiri acara seperti Diba’an (pembacaan secara ringkas nabi Muhammad SAW).

Dididik secara ketat oleh ayahnya, Syaikhona Kholil terlihat bakatnya mampu menghafal dengan baik seribu bait nazam dari kitab Alfiyah, ilmu Nahwu karya Ibnu Malik. Di usia remaja banyak belajar dari berbagai pesantren. Setelah menikah, beliau ke Tanah Suci Makkah. Dalam perjalanan ke sana, beliau tidak hentinya berpuasa dan berzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Syaikhona Kholil senantiasa menunjukkan hidup sederhana dan prihatin seperti saat menimba ilmu di tanah air. Cara belajar beliau unik. Beliau mencatat pelajaran di baju yang dipakai. Setelah berhasil menghafal dan memahami pelajaran, dicucinya baju sampai hilang tulisannya (hlm 51). Di Makkah, beliau belajar ilmu tafsir, hadis, fikih, dan Nahwu. Guru spiritualnya adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu Abdul Ghofar.

Syaikh Kholil pulang dan menetap di Bangkalan. Menikah dengan Nyai Assek, putri kerabat Adipati Bangkalan. Syaikhona Kholil menjadi ‘mahaguru’ bagi para kiai se-Jawa dan Madura. Beliau menulis terjemah kitab Alfiyah Ibn Malik. Pada masa penjajahan Belanda, beliau pernah dipenjara. Namun penangkapan itu malah membuat Belanda kewalahan karena banyak hal yang tidak masuk akal seperti penjara tidak bisa dikunci, atau ribuan orang berbondong ingin ikut dipenjara.

Syaikh Kholil mengirimkan pesan spiritual berupa ‘tongkat Musa’ dan ‘tasbih’ berupa tongkat Musa dan tasbih yang ditujukan kepada Hadratussyekh K.H Hasyim Asy’ari. Beliau merestui pendirian organisasi Nahdlatul Ulama sebagaiorganisasi keagamaan yang menaungi masyarakat muslim Indonesia.

Kita juga disuguhkan dengan ketinggian ilmu pitunjukkan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang lahir pada Senin 6 Dzulhijah 1276 H/1860 m di Koto Gadang, Kenagarian Balai Gurah, kabupaten Agam, Sumatera Barat yang sejak kecil mendapatkan pendidikan informal yang dikelola oleh para ulama setempat. Di tahun 1871, Syekh Ahmad Khatib diajak ayahnya menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Saat ayahnya kembali ke Sumatera Barat, Syekh Ahmad Khatib tetap tinggal di Mekah untuk belajar.

Sosoknya merupakan teladan dalam semangat kesungguhan dan ketekunan dalam menuntut ilmu disiplin untuk berdiskusi malam dan siang dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau mempelajari ilmu pasti seperti matematika, Aljabar, Perbandingan, Teknik, Haiat, Pembagian Waris, ilmu Miqat dan Zij.  Beliau dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya atau secara otodidak (hlm 75). Syekh Ahmad Khatib menulis lebih dari 49 buku tentang masalah-masalah keagaman dan kemasyarakatan. Buku-bukunya tersebar ke wilayah Syria, Turki dan Mesir.

Berkat kedalaman ilmu yang dimilikinya, Syaikh Ahmad Khatib ditunjuk sebagai pengajar berbagai ilmu. Bahkan beliau ditunjuk menjadi Imam Besar dan Khatib Masjidil Haram, sebuah jabatan yang tidak mudah dicapai tanpa ketinggian ilmu agama. Meskipun tidak pernah kembali lagi ke ranah Minang, beliau senantiasa terhubung dengan orang-orang Indonesia. Bertemu murid-murid di Makkah, beliau selalu mengobarkan jihad berperang melawan penjajah.

Siapa tak kenal dengan Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari? Lahir di Jombang 14 Februari 1871, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) besar jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau memfatwakan :Resolusi Jihad’ pada tanggal 22 Oktober 1945. Gelar Hadratussyaikh disandang beliau sejak dari Makkah karena telah menguasai secara mendalam berbagai disiplin keilmuan Islam. Hadratussyaikh hafal kitab-kitab hadits seperti Kutubussittah yang meliputi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu-Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah (hlm 110).

Di saat nuansa nasionalisme yang terancam pudar, buku ini menjadi pemantik inspirasi dan refleksi bagi kita. Sekaligus sebagai napak tilas perjuangan mereka. Sejarah yang ditulis dengan tinta emas mereka jangan sampai terputus. Tugas kita sekarang meneruskan sejarah yang telah mereka torehkan.

Judul              : Mengenal Ulama Nusantara

Penyusun         : Tim Baitul Mukminin

Penerbit          : Emir

Cetakan          : Cetakan: 1, 2019

Halaman : xii+306

ISBN               : 978-602-0935-87-4

Kode Buku      : 8082070470

Peresensi        : Supadilah (Radar Madura)


Penulis

1 COMMENT
  • AHMAD AMIN
    Reply

    semangat, sangat bermanfaat, makasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *