Marhaban Ya Ramadhan

Senja matahari di bulan Mei menjadi pertanda awal bulan yang katanya di nanti-nanti oleh setiap muslim. Ramadhan bulan seribu berkah telah datang dan siap untuk disambut dengan segala macam aktivitas ibadah. Para pejabat dan artis-artis sinetron berbondong-bondong berucap, “Marhaban Ya Ramadhan,” yang mungkin sudah berkali-kali tayang dalam iklan televisi. Namun, apakah kita sudah mengerti esensinya?

Para ulama tidak menggunakan kata, “Ahlan wa sahlan,” yang memiliki arti yang sama dengan “marhaban”, yaitu “Selamat Datang”. “Ahlan” terambil dari kata “ahl yang artinya “keluarga”, sedangkan “sahlan berarti “mudah” atau “dataran rendah” karena mudah dilalui, tidak seperti jalan yang mendaki. “Ahlan wa sahlan” adalah ungkapan selamat datang, yang secara tersirat hendak mengatakan, “(Anda berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah” (Lihat Quiraish Shihab, 2013)

Profesor Quraish Shihab dalam bukunya, Wawasan Alquran; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, mengatakan bahwa kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang berarti “luas” atau “lapang” sehingga kata “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Seakar kata dengan “marhaban”, terbentuk kata “rahbat, yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan, atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan”.

“Marhaban Ya Ramadhan” yang semakna dengan “Selamat Datang Ramadhan”, mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraaan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya “mengganggu ketenangan” suasana nyaman kita. Nah, apakah kita sudah merasakan esensi dari makna tersebut? Sejenak mari kita lirik cuitan inspiratif dari sahabat saya di Facebook.

 

TAMU YANG KECEWA

Sahabatku yang tercinta..
Rasanya aku ingin segera pulang…
Sudah berjalan 8 hari aku bertamu….
namun seringkali aku ditinggal sendirian..

Walau sering dikatakan tamu agung,dengan sambutan Marhaban.. namun perilakumu kepadaku tidak luar biasa..

Bahkan oleh-olehku yang aku bawa dari jauh,nyaris tak kau sentuh…

Al-Quran hanya dibaca sekilas,
kalah dengan update status yang isinya penuh canda lewat Android smartphone dan tontonan indihome..

Sholat Tarawih tidak lebih khusyu,
kalah bersaing dengan bayangan penampilan pada hari lebaran…

Tak banyak kau minta ampunan dari dosamu yang bertumpuk,sebab sibuk dengan belanja dan bermain,padahal aku membawa banyak maghfirah….

Malam dan siang tidak banyak dipakai kebaikan,selain bikin acara dan buka bersama di hotel mewah atau restoran mahal..

Tidak pula banyak infaq dan sedekah, karena khawatir uang tidak cukup, buat mudik dan piknik liburan sehabis Lebaran…

Sahabatku,rasanya aku seperti tamu yang tak diharapkan….
sepertinya engkau tidak akan merasa menyesal bila aku tinggalkan…

Padahal aku datang dengan kemuliaan,kebarokahan dan rahmat… yang seharusnya aku tidak pulang dengan hampa…

Percayalah sahabatku…
Bila nanti aku pulang,belum tentu akan kembali bisa bertemu lagi,
karena jatah hidupmu bisa jadi keburu habis…
sehingga nanti engkau akan menyesal telah membiarkan aku dibiarkan terlantar….

Masih tersisa 22 hari lagi buat kita bersama…
Semoga kau sadar sebelum aku benar-benar pamit pulang…
Karena umurmu hanyalah cerita singkat yang wajib engkau pertanggung jawabkan dalam waktu yang panjang…

Selamat muhasabah….
Bismillah

(Sumber: Status Facebook M. Zainuri)

 

Alangkah ruginya kawan, jika kita menggunakan waktu yang berharga ini hanya untuk melakukan hal-hal yang justru menjauhkan diri kita dari Allah. Semoga esensi bulan ramadhan dapat meresap dalam diri pembaca dan penulis sekalipun.

Penulis ingin menampilkan pula kutipan tulisan Muchlisin BK yang berjudul “10 Perbedaan Ramadhan 2017 dengan Tahun-Tahun Sebelumnya” (bersamadakwah.net/ramadhan-2017). Marilah kita telaah bersama.

Dalam bab persatuan umat, Ramadhan 2017 memiliki nuansa yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Persatuan umat itu sangat kental terasa sejak lahirnya Aksi Bela Islam. Terutama sejak Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016 yang dikenal dengan Aksi 411 kemudian dilanjutkan dengan Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 yang dikenal dengan Aksi 212. Jutaan umat Islam dari beragam Ormas bersatu padu membela Islam dan membela Al Quran.

Akankah pernyataan dalam web tersebut merupakan sebuah fakta atau opini dari penulis web tersebut, imbuh penulis bahwa kenyataannya dalam masyarakat saat ini masih banyak saja masyarakat yang lebih menekankan pentingnya pergi berbelanja kebutuhan di Hari Raya Idul Fitri ketimbang menikmati ibadah Shalat Tarawih, atau berjalan-jalan di tempat umum dengan modus ngabuburit ketimbang melantunkan ayat suci Alquran di rumah. Sahabat mari bersama menikmati waktu yang berharga ini, menikmati setiap detik momen ramadhan ini dengan tindakan produktif untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Oleh: Rizal Fanany
Kota: Jombang

rizal-fanany


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *