10 Kesalahan Umum Kaum Hawa di Bulan Puasa

“Seandainya umatku mengerti kebaikan-kebaikan yang ada di bulan ini (Ramadhan), niscaya mereka mengharapkan dalam setahun menjadi Ramadhan semuanya.” (HR. Ath-Thabraniy)

Jarang sekali sahabat Muslimah yang masih berusia produktif dapat menjalani ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh. Mungkin hanya Muslimah yang telah memasuki masa menopause yang dapat berpuasa sebulan penuh karena siklus haid sudah tak didapatinya lagi.

Meskipun kaum hawa selalu terkendala dalam menjalani suatu ibadah, namun di mata Allah SWT potensi keimanan dan ketaatan antara kaum laki-laki dan perempuan tidaklah dibeda-bedakan-Nya. Di hadapan-Nya, kaum perempuan dapat saja menjadi manusia yang lebih afdhal dan paling mulia daripada kaum laki-laki. Kedudukan kaum Hawa yang tidak kurang dari kaum Adam disinggung dalam firman Allah SWT, yang artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain…’” (QS. Ali ‘Imran [3]: 195)

Pada ayat lain disebutkan: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)

Hal yang membedakan kaum laki-laki dan perempuan adalah keadaan fisik dari keduanya, misalnya terkait dengan organ reproduksi, massa otak, dan hal yang bersifat fisik lainnya. Lantaran hal ini keduanya berbeda dalam soal peran, bukan kedudukan. Hal ini disinggung di dalam Al-Qur’an, Surah Ali ‘Imran [3], ayat ke-36, yang artinya: Maka tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: ‘Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih Mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamainya Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk.”

Mengenai kekhasan fisik, perempuan secara alamiah mengalami siklus menstruasi, satu sebab yang menyebabkannya terhalang dari mengamalkan ibadah pokok (mahdhah). Sebab itu, secara matematis kaum perempuan akan lebih sedikit dalam mengerjakan ibadah pokok dibandingkan dengan kaum laki-laki, jika panjang usia keduanya sama. Namun, hal ini tidak mengurangi potensi keduanya untuk menjadi yang paling mulia di hadapan Allah SWT.

Allah SWT berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Ukuran siapa yang paling takwa di hadapan Allah SWT tentu saja hanya Dia yang mengetahuinya. Yang pasti ukuran diterimanya suatu ibadah adalah jika memenuhi paling tidak dua syarat utama, yakni didorong niat yang ikhlas hanya untuk menyembah dan tunduk kepada Allah SWT. Kemudian, ibadah itu memang dilakukan sesuai dengan tuntunan ilmunya atau sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.

Menjaring Pahala di Bulan Puasa

Sudah dikatakan, kuantitas ibadah bukan jaminan bagi bagusnya kualitas setiap ibadah di hadapan Allah SWT. Akan tetapi, tentu saja, semakin banyak ibadah dilakukan, maka semakin banyak peluang bagi ibadah-ibadah yang telah dilakukan itu ada yang diterima oleh Allah SWT, dan diganjar pahala. Jika kuantitas ibadah hanya sedikit, dan belum tentu pula kualitasnya ibadah tersebut bagus dan diterima, maka merugilah kaum Hawa yang dalam beribadah dibatasi masa sucinya.

Bulan Ramadhan adalah tamu agung. Sebegitu agungnya bulan ini, Baginda Rasulullah Muhammad SAW mengabarkan kepada para sahabatnya agar mempersiapkan diri dalam menghadapi bulan tersebut. Pada bulan ini, segala amal ibadah juga dilipatgandakan pahalanya. Banyak hadis yang menerangkan akan hal ini. Misalnya saja hadis yang diriwayatkan oleh Salman Al-Farisi RA, ia mengatakan: “Rasulullah SAW memberi khotbah kepada kami di hari akhir dari bulan Sya’ban dan beliau bersabda, ‘Hai sekalian manusia akan datang bulan yang agung (Ramadhan), yaitu bulan yang penuh berkah di dalamnya. Dalam bulan itu ada malam yang mulia (Lailatul Qadar)yang lebih utama daripada seribu bulan. Allah telah mewajibkan puasa di bulan itu, dan shalat Tarawih di malamnya sebagai ibadah sunah. Barang siapa yang melakukan kebaikan (ibadah sunah) di bulan itu, pahalanya seperti melakukan ibadah wajib dibanding bulan yang lainnya. Dan barang siapa melakukan kewajiban di dalamnya, maka pahalanya seperti melakukan 70 kewajiban dibanding bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan ditambahnya rezeki orang mukmin, bulan di awalnya menjadi rahmat, di tengahnya menjadi ampunan dan di akhirnya merupakan kebebasan dari neraka.” (HR. Ibnu Huzaimah)

Iming-iming dilipatgandakannya pahala atas amalan sunah maupun yang wajib di bulan Ramadhan tentu merupakan motivasi tersendiri agar umat berlomba-lomba beribadah sepanjang bulan Ramadhan. Hal ini merupakan misi kenabian dan dakwah, yang salah satunya adalah memberikan semangat kepada umat (at-targhib) untuk beribadah.

10 Kesalahan Umum Kaum Hawa di Bulan Puasa

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana umat Islam berkesempatan untuk menuai banyak pahala, pun demikian, semua terpulang kepada individu masing-masing dalam memanfaatkan momen Ramadhan tersebut. Akankah bulan yang mengobral pahal tersebut dimanfaatkan dengan baik atau lewat begitu saja.

Barangkali banyak di antara sahabat Muslimah yang sebenarnya tidak bermaksud untuk melewatkan momen Ramadhan dengan sia-sia. Namun karena kurang hati-hati, terjebak, atau memang tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukannya ternyata telah jatuh pada perbuatan yang tergolong menyia-nyiakan keagungan Ramadhan itu sendiri.

Pada kesempatan ini akan didedahkan kesalahan umum yang dialami sahabat Muslimah selama bulan Ramadhan berlangsung. Pertama, tidak siap mental menghadapi bulan Ramadhan. Menjelang datangnya bulan agung itu sikap mereka biasa-biasa saja, seolah tidak ada kerinduan untuk berburu pahala, kesempatan bertobat, dan meluruskan niat.

Rasulullah SAW pernah menyinggung perbedaan sikap antara seorang Muslim dan orang munafik dalam menyambut bulan Ramadhan. Beliau bersabda: “Tidak ada bulan terbaik yang mendatangi kaum Muslim melainkan bulan Ramadhan. Dan tidak ada bulan terburuk yang mendatangi kaum munafik selain bulan Ramadhan. Kaum Mukmin siap-siap beribadah sekuat-kuatnya ketika bulan itu datang. Sedangkan kaum munafik tidak menyiapkan apa-apa kecuali ingin membuat manusia lalai dan membuka aurat mereka. Bulan Ramadhan adalah gembala bagi orang Mukmin dan siksaan bagi kaum munafik.” (HR. Ahmad dan al-Bayhaqiy)

Kedua, terlalu lama menghabiskan waktu di dapur untuk mengujicoba berbagai macam resep dan menu dalam satu waktu. Padahal makanan yang disiapkannya itu hanya untuk dikonsumsi beberapa saat. Selain berpotensi menjadi mubazir, jelas kesempatan untuk berzikir, membaca Al-Qur’an, dan mengerjakan ibadah lainnya terbuang karena mencoba banyak masakan.

Tentu saja, menyiapkan sahur dan berbuka juga dapat bernilai ibadah. Benar adanya, di bulan Ramadhan sahabat Muslimah seolah punya beban pekerjaan dua kali lipat dibandingkan dengan pada hari-hari di bulan lainnya. Akan tetapi, jika penggunaan waktu bisa lebih efisien tentu banyak kesempatan yang dimanfaatkan untuk mengerjakan ibadah yang lebih utama.

Ketiga, terlalu sering mengunjungi satu sama lain hanya untuk sekadar mengobrol hingga menghabiskan waktu berjam-jam. Padahal kegiatan ini dapat diganti dengan yang lebih baik semisal membaca Al-Qur’an. Secara rata-rata dengan membaca tartil kecepatan sedang, satu juz Al-Qur’an dapat diselesaikan dalam 30 menit. Kira-kira berapa juz yang terbuang jika digunakan untuk mengobrol yang tidak perlu?

Keempat, di antara sahabat Muslimah ternyata tidak sekadar melakukan kunjungan, tetapi tidak jarang obrolan diisi dengan hal-hal yang membuat pahala puasa sia-sia. Misalnya, membicarakan orang lain, menggunjing, mengadu domba, dan sebagainya. Rasulullah SAW berpesan: “Barang siapa tidak meningglkan perkataan sia-sia dan hal yang bodoh, maka tidak ada pahala dari sisi Allah, kecuali orang tersebut hanya meninggalkan makan dan minum belaka.” (HR. Al-Bukhariy)

Kelima, tidak mengetahui dan memahami hukum puasa, terutama apabila bersinggungan dengan siklus haid. Padahal, selama masa haid masih ada yang bias dilakukan semisal membaca zikir, tahlil, tahmid, dan takbir. Sebagian ulama bahkan membolehkan perempuan haid membaca Al-Qur’an, asalkan tidak menyentuh Al-Qur’an, baik dalam bentuk mushaf atau berbentuk digital seperti yang terdapat di gadget. Jadi, selama kaum Muslimah mengetahui ilmunya, tentu masih banyak ibadah ghairu mahdhah (bukan pokok) yang dapat dilakukan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, ukuran diterimanya ibadah di sisi Allah SWT selain ikhlas ialah mengetahui ilmunya. Ibnu Ruslan dalam karyanya, Matan Zubad menuliskan sebuah bait indah yang berbunyi: “Wa kullu man bi ghairi ilmin ya’malu, a’maluhu mardudatun la tuqbalu (setiap orang yang mengamalkan suatu ibadah tanpa ilmu, maka amalannya itu tidak diterima).” Bait tersebut merujuk pada keterangan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, yang menyebutkan: “Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami, maka akan ditolak.”

Keenam, lebih banyak menghabiskan waktu di mal, pasar, dan pusat-pusat perbelanjaan, terlebih begitu mendekati hari Raya Idul Fitri. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan buka bersama yang kurang banyak faedahnya. Padahal, kegiatan buka bersama tidak harus dilakukan di mal-mal.

Ketujuh, memakai perhiasan lengkap dan wewangian saat berjamaah di masjid. Padahal hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat melenceng dari niat ibadah yang tulus.

Kedelapan, tidak memberikan dorongan lebih agar anak-anaknya yang belum mukalaf berani menjalani latihan puasa. Lebih banyak kaum ibu yang merasa iba dan kasihan melihat anaknya menjalani puasa, sehingga meminta mereka agar segera berbuka. Padahal tidak jarang di antara anak yang diminta untuk segera berbuka itu masih sanggup menjalani puasa hingga saatnya berbuka.

Kesembilan, menjalani puasa tetapi terus mengumbar aurat. Padahal menutup aurat merupakan kewajiban bagi kaum Muslimah.

Kesepuluh, menjalani puasa tetapi meninggalkan shalat waktu. Hal ini tampaknya bukan hanya sering dilakukan sahabat Muslimah, tetapi lebih-lebih lagi kaum laki-laki. Padahal shalat selain tiang agama Islam, juga merupakan ibadah yang pertama kali dihisab oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab (diminta pertanggungan jawab) dari segenap amalan seorang hamba di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, maka beruntunglah ia, dan bila shalatnya rusak, sungguh kerugian akan menimpanya.” (HR. At-Tirmidziy). Wallahu a’lam bis-shawab. [@abumubirah/pelbagai sumber]


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *