…sebanyak 71% anak tumbuh menjadi anak yang dermawan (suka memberi) karena orangtuanya memang orang-orang dermawan. Sementara itu, hanya 47% anak yang tumbuh menjadi anak-anak yang dermawan dari para orangtua yang memang tidak dermawan.
Setiap anak yang lahir ibarat kertas kosong yang belum ditulisi dan diwarnai apa pun. Orangtua adalah pihak yang mula-mula mewarnai anak, apakah menjadi “merah, kuning, hijau, biru,” atau pun “jingga”. Jika warna-warna itu mewakili suatu nilai atau ukuran moral tertentu, maka baik dan buruk moralitas anak banyak bergantung pada bagaimana pola asuh, pendidikan, dan keteladanan yang ditunjukkan kedua orangtuanya.
Jika orangtua menginginkan anaknya menjadi seorang yang dermawanan, maka orangtua sedari dini harus mengajarkan dan mencontohkannya. Sebagaimana diungkap Talk About Giving, jiwa kedermawanan umumnya berasal dari rumah. Disebutkan sebanyak 71% anak tumbuh menjadi anak yang dermawan (suka memberi) karena orangtuanya memang orang-orang dermawan. Sementara itu, hanya 47% anak yang tumbuh menjadi anak-anak yang dermawan dari para orangtua yang memang tidak dermawan.
Fakta tersebut menunjukkan peran orangtua dalam menanamkan jiwa kedermawanan kepada anak sangatlah dominan jika dibandingkan dengan lembaga lain yang juga dapat mempengaruhi anak dalam menumbuhkan jiwa “suka memberi”, seperti sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Nah, kalau sudah begitu, apa saja yang dapat dilakukan para orangtua agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi dengan jiwa kedermawanan tinggi, suka memberi, ringan tangan dalam menolong orang, dan punya kepedulian sosial tinggi? Beberapa tips sederhana berikut dapat dijadikan panduan.
Berbagi Pengalaman
Pengalaman adalah guru terbaik. Bahkan ada yang beranggapan bahwa pengalaman lebih berharga daripada ilmu yang didapat di sekolah atau bangku kuliah. Orangtua dapat membagi pengalamannya kepada anak mengenai tindakan kedermawanan yang pernah dilakukannya. Misalnya, jika orangtua pernah menjadi relawan dalam suatu bencana alam, maka ceritakanlah pengalaman kerelawanan itu kepada anak, mulai dari alasannya, apa yang dilakukan, apa manfaatnya, dan bagaimana hasil akhirnya.
Cerita semacam itu akan sangat berkesan kepada anak, sehingga mereka mendapati citra pahlawan pada diri orangtua mereka sendiri. Bahkan, jika memungkinkan, ajaklah anak untuk melihat dan terlibat langsung dengan apa yang dilakukan orangtuanya ketika menjadi relawan. Hal ini akan memberikan kesan amat mendalam kepada si anak.
Belajar Tanpa Ponsel Pintar dan Gawai
Anak-anak yang lahir di masa sekarang sering disebut sebagai generasi digital. Mereka tumbuh di tengah-tengah dunia yang sangat melek dengan perangkat teknologi informasi. Sampai batas tertentu, semua perangkat teknologi semisal ponsel pintar maupun gawai membuat banyak pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien, terutama dalam kecepatan informasi dan komunikasi.
Namun demikian, teknologi komunikasi dan informasi dapat berpotensi menjadi hambatan-hambatan virtual dalam pergaulan sosial, di mana seharusnya suatu aktivitas dilakukan dengan menggerakkan semua anggota badan dan secara tatap muka. Mengajari anak berderma melalui perangkat digital akan membuat mereka sulit membedakan mana yang nyata dan maya. Cara ini juga sulit menumbuhkan ikatan dan rasa empati anak kepada pihak yang membutuhkan bantuan, karena mereka tidak melihatnya dengan mata kepala mereka.
Berdasarkan Passion Anak
Akan lebih mudah menanamkan jiwa kedermawanan kepada anak jika kegiatan yang ditawarkan kepada mereka memang sesuai dengan gairah (passion) mereka. Tunjukkan kepada mereka jika memberi atau berderma adalah kegiatan yang menyenangkan. Orangtua dapat mengajak anaknya menggelar bazaar mainan atau kue-kue yang keuntungannya akan didermakan.
Orangtua juga dapat menggelar kegiatan lain yang sangat lekat dengan dunia anak-anak yang orientasinya memberi, termasuk menggelar pesta ulang tahun dengan cara berbagi kepada anak-anak di panti asuhan dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan berakibat pada keterlibatan anak secara aktif dalam kegiatan kedermawanan dan membekas bagi kepribadian mereka.Wallahu a’lam bish-shawab. (AS)