Ramadhan di Tengah Pandemi
Sebelum doa-doa ini dipanjatkan pada sepi. Hening segala yang kutemukan dalam lapar-dahaga. Ada nama-nama yang pergi entah ke kampug mana. Tersiksa dengan tangan yang hampa. Luka seperti puluhan lilin di siang hari. Meleleh ke paling rindu tanpa suara. Menetaskan bulir-bulir dosa dari sepanjang cerita.
Berjamaah kami mendengar adzan dari rumah. Antara senyum dan airmata saling berdesakan. Ingin sekali untuk saling memeluk berhadapan. Tanpa ada jarak yang menjadikannya perasaan gersang. Membikin kemarau di bagian bulan cinta. Sunyi dari riak sungai yang biasa bertandang ke langgar. Tidak ada bunga yang menyimpan aroma doa penyelamat. Kecuali kembali di rumahnya sendiri-sendiri dengan asap dapur yang pelan-pelan menyembuhkan keseksamaan paling sempurna.
Bekasi, 2020