Pada puncak malam gulita di sudut-sudut kamar.
Embun menyaput kaca, kekosongan menghampar.
Malam berbisik mencela bayanganku.
Aku mencari-cari di mana bayangan yang telah kulebur.
Menggapai-gapai rahmat-Mu yang telah kupahat dengan sujudku.
Tengadah tangan adalah pintaku yang menyeruak di langit sap tujuh.
Hamba yang berlilitan dosa, seperti benalu yang gagah tanpa salah.
Maaf paling dalam, sedalam-dalamnya lautan.
Jeruji malam membuatku hanyut dalam sujud.
Jiwa adalah lereng gunung berkalung kabut.
Yang meminta hujan menurunkan air surga.
Meminta angin mengelus-elus perdu dan belukar.
Di sana dingin memeluk, keping demi keping jiwa menjadi bening.
Waktu berlalu begitu cepat.
Membuatku bersimpuh di atas lembar sajadah yang penuh luka dan kotoran jiwa.
Ramadhan kembali memeluk.
Mengetuk pintu-pintu dan masuk di ruang tamu-bermukim-di tiap jiwa seorang muslim.
Puji syukur pada zat yang Maha Agung, di relung yang penuh urusan dunia.
Kedatanganmu selalu ditunggu, kehadiranmu selalu dinanti dan ampunan selalu didambakan.
Allahuakbar, pertukaran usia dengan buih dosa jatuh luruh dihempas berkah-Nya.
Kepergianmu adalah tangisku berharap jumpa dan kembali temu.