“HARI ITU”
Pada hari yang telah lama kita rindukan
Orang berdosa sepertiku bisa sedikit lega dan memiliki kesempatan
Paling tidak, setiap selesai azan
Tuhan membiarkanku mengemas doa-doa langka untuk kupanjatkan
Meski paham, aku masih saja bermain lumpur sesaat setelah hujan reda.
Angin dan tanah selalu hafal kebiasaanku itu.
Tetap saja, Tuhan membuatnya rahasia.
Aku dijelma tanpa salah,
tanpa dosa di mata manusia.
Kita telah menunggu hari itu tiba,
Orang sepertiku seakan berhasil meraba-raba hari untuk berserah.
Debat resah akan kembali ke peraduannya,
Menghentikan jam-jam yang lelah, agar lama waktu di sajadah.
Kehidupan rupanya mirip ibukota
Ada trotoar, jalan, dan kemacetan di sana
Dan, ada Tuhan yang merekam segalanya.
Apa yang kita harapkan saat hari itu berjumpa?
Hari itu, aku berpikir tidak ada kesempatan yang benar-benar pupus.
Setelah sekian lama memandangi diri di luar jendela
sebagai pengemis di tengah gerimis.
Ketika hati berkarat menyusup segala nafsu, bulan suci menjelma ibu peri
yang tak henti-henti mengulur kembali,
membenahi janji-janji yang tak pernah sampai,
kepada cerita kita yang akan abadi di kemudian hari,
kepada diri kita sendiri saat perjalanan fana telah dilalui.
Pada hari yang sempurna menahan dahaga,
malamnya adalah rumah tua tanpa siapa-siapa
Hanya ada cahaya dan suara lirih mengibas-ngibaskan air mata
Dalam setiap doa yang terucap, selalu ada
resah yang hilang
Kelak, semoga kita mampu menafsirkan cara-Nya,
mengenang cinta-Nya
di sela-sela penghambaan yang nyaring kasih sayang.